News / Nasional
Kamis, 13 November 2025 | 13:19 WIB
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi. [Ist]
Baca 10 detik
  • Menteri PPPA Arifah Fauzi mengecam tindakan Gus Elham terhadap anak perempuan yang dinilai melewati batas kewajaran.
  • Ia menekankan, perilaku seperti itu berpotensi menjadi bentuk pelecehan dan dapat menimbulkan dampak psikologis serius pada korban.
  • Arifah juga mengimbau pentingnya edukasi tentang otoritas tubuh sejak dini agar anak mampu melindungi diri dari perilaku manipulatif dan tidak pantas.

Suara.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengkritik tindakan Elham Yahya Luqman atau Gus Elham kepada anak perempuan yang videonya viral telah di luar batas kewajaran. Ia menegaskan, perilaku Gus Elham tidak pantas dan tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apa pun. 

Arifah menyatakan siapa pun yang melakukan tindakan yang melanggar batas tubuh anak harus dimintai pertanggungjawaban, tanpa memandang status sosial maupun kedudukannya.

“Kami sependapat dengan publik tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan, terlepas dari status atau posisi siapapun yang melakukannya, termasuk mereka yang dianggap sebagai pemuka agama. Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih memahami pentingnya menjaga batas interaksi dengan anak," kata Arifah dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (14/11/2025).

Dia menambahkan, perilaku yang melibatkan sentuhan fisik tanpa persetujuan, apalagi dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak, berpotensi menjadi bentuk pelecehan yang dapat berdampak psikologis serius pada korban.

Menurut Arifah, kasus itu juga memperlihatkan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap relasi kuasa antara orang dewasa dan anak. Dalam banyak konteks sosial maupun keagamaan, figur otoritas sering berada pada posisi dominan dan dipercaya, yang dapat menciptakan ketimpangan kuasa. 

Situasi tersebut membuat anak sulit menolak, melawan, atau melapor ketika menghadapi perilaku yang tidak pantas.

“Relasi kuasa ini kerap dimanfaatkan melalui cara nonfisik seperti bujuk rayu, tekanan emosional, atau manipulasi psikologis yang dikenal sebagai child grooming. Pelaku biasanya berusaha menormalisasi perilaku menyimpang dengan alasan kasih sayang atau kedekatan. Akibatnya, anak bisa merasa bersalah, bingung, dan mengalami trauma jangka panjang,” tuturnya.

Untuk mencegah kasus serupa, Arifah menekankan pentingnya edukasi tentang otoritas tubuh sejak usia dini. Anak perlu memahami tubuhnya milik dirinya sendiri, serta tidak ada seorang pun yang berhak menyentuh atau melanggar batas pribadi mereka. 

Edukasi itu juga melatih anak untuk menolak sentuhan yang tidak nyaman dan berani melapor kepada orang dewasa tepercaya.

Baca Juga: Gus Elham Yahya Apakah Sudah Menikah? Intip Latar Belakang dan Silsilah Dai Muda yang Viral

“Edukasi tentang otoritas tubuh menjadi langkah strategis dalam mencegah praktik child grooming. Anak yang memahami batas tubuhnya lebih mampu mengenali tanda-tanda perilaku manipulatif, meskipun dilakukan oleh orang yang mereka kenal atau hormati. Dengan pengetahuan ini, anak dapat melindungi diri dan mencari bantuan lebih cepat,” pesan Arifah.

Lebih lanjut, Arifah mengajak seluruh pihak untuk bersama menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan. Orang tua diimbau membangun komunikasi terbuka dengan anak, sementara lembaga pendidikan dan sosial wajib memastikan adanya sistem pengawasan dan perlindungan yang efektif.

Load More