Suara.com - Agar benar-benar bisa diterima konsumen, kendaraan roda empat (R4) swakemudi alias otonom mesti dikembangkan kurun lima tahun. Demikian pemikiran yang berangkat dari kenyataan soal tingginya biaya pengembangan kendaraan R4 swakemudi.
Dikutip kantor berita Antara dari Reuters pada Kamis (7/3/2019), Thomas Sedran, pimpinan kendaraan komersial Volkswagen menyebutkan, "Saat ini pengembangan swakemudi terhambat mahalnya harga riset serta tingkat kerumitan teknologi yang harus selalu dikembangkan oleh produsen otomotif."
Menurutnya, kendaraan R4 swakemudi membutuhkan infrastruktur berteknologi tinggi, sistem radar sangat mahal, serta kerja sama bisnis antara perusahaan teknologi yang melibatkan cloud computing dan pemetaan wilayah.
"Sehingga perlu lima tahun lagi dalam mengembangkan teknologi untuk mencapai tingkat swakemudi yang lebih tinggi. Bisakah Anda melihat bisnis dengan biaya setinggi itu di saat-saat seperti sekarang ini? Rasanya masih terlampau mahal," lanjut Thomas Sedran.
Ia juga menambahkan bahwa biaya untuk sensor, prosesor dan perangkat lunak pada kendaraan swakemudi bisa mencapai 56.460 dolar AS, atau setara kurang lebih Rp 804,2 juta.
"Kami ingin biaya teknologi sensor turun menjadi sekitar 6.000 hingga 7.000 Euro. Ini membutuhkan lompatan kuantum, misalnya terkait inovasi teknologi Lidar," cakapnya.
Thomas Sedran sendiri saat ini berupaya mengevaluasi strategi swakemudi Volkswagen di bidang kendaraan komersial, yang meliputi layanan pengiriman jarak jauh dengan mengandalkan kendaraan van swakemudi.
Kendaraan ini akan berjalan seusai koordinat yang ditetapkan pada peta digital, serta melintasi rute-rute yang telah ditetapkan.
Sebelumnya, Volkswagen dan Ford tengah memperbincangkan kolaborasi menciptakan kendaraan swakemudi. Namun keduanya belum menemukan titik temu terkait nilai investai dan hal-hal untuk akan dikembangkan di masa mendatang.
Baca Juga: Fakta Menarik Jelang Seri Perdana MotoGP Qatar 2019
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
-
Berapa Harga Mobil Bekas Toyota Yaris 2011? Kini Sudah di Bawah 90 Juta, Segini Pajaknya
-
Budget 7 Juta Dapat Honda Vario Bekas Tahun Berapa? Cek Rekomendasinya
-
Mobil Bekas Xpander 2017 Masih Layak Dibeli? Cek Harga dan Spesifikasinya
-
Daya Pikatnya Susah Ditolak, Berapa Pajak Tahunan dan Harga Innova Reborn Diesel?
-
5 SUV Matic 100 Jutaan Gak Ngos-ngosan di Tanjakan, Sekeluarga Nyaman Liburan ke Gunung
-
5 Rekomendasi Motor Bekas Harga Rp7 Jutaan: Bisa Buat Sekolah, Kuliah hingga Sunmori di 2026
-
Pesona Toyota Alphard Harga LCGC Bekas: Cek Taksiran Pajak dan Penyakit yang Sering Muncul
-
Beda Pajak LMPV Avanza vs Xpander: Ada yang Tembus Rp5,2 Juta, Mending Mana?
-
Bak Bumi dan Langit, Adu Pajak Tahunan BYD Atto 1 vs Honda Brio Satya