Suara.com - Presiden Joko Widodo sangat serius dalam mengembangkan kendaraan listrik di Indonesia. Jokowi mendekati berbagai investor seperti Tesla dan Hyundai untuk memproduksi mobil listrik dan baterai kendaraan listrik di Tanah Air.
Berbagai kebijakan pendukung juga diterbitkan pemerintah, misalnya Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 untuk mempercepat pengembangan industri kendaraan listrik dalam negeri.
Pemerintah mengangkat pengembangan industri kendaraan berbasis baterai dan elektrifikasi sektor transportasi sebagai salah satu langkah untuk mitigasi perubahan iklim. Hal tersebut tertuang dalam dokumen strategi rendah karbon dan ketahanan iklim jangka panjang atau Long Term Strategi-Low Carbon Climate Resilience(LTS LCCR).
Namun alih-alih memangkas emisi, berbagai studi menemukan bahwa kendaraan listrik bisa jadi bumerang selama kita masih mengandalkan energi fosil, khususnya batu bara, untuk membangkitkan listrik.
Kendaraan listrik dan pembangkit listrik tidak terpisahkan
Secara kasat mata, menggunakan kendaraan listrik seperti bebas emisi karena tidak menghasilkan asap.
Namun, bagaimana listrik yang digunakan mobil listrik tersebut dihasilkan menjadi salah satu faktor paling krusial dalam menentukan dampak lingkungannya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kendaraan listrik di negara-negara yang bergantung pada energi fosil, khususnya batu bara, justru menimbulkan jejak emisi yang lebih buruk dibandingkan kendaraan konvensional.
Penelitian Chiu Chen Onn dan tim pada 2017 menemukan, dengan sistem ketenagalistrikan Malaysia, kendaraan listrik justru akan menimbulkan pelepasan karbon yang sedikit lebih tinggi dibandingkan kendaraan berbasis bensin. Studi mencatat persoalan berasal dari dominasi pembangkit listrik di Malaysia yang berasal dari energi batu bara(40%) dan gas bumi (52%).
Baca Juga: Pemda Gunakan Mobil Listrik Sebagai Kendaraan Dinas, PLN Siapkan SPKLU di Kota Jayapura
Di Afrika Selatan, studi menunjukkan angka pencemaran udara yang jauh lebih buruk. Setiap kendaraan listrik melaju satu kilometer, emisi sulfur oksida yang dihasilkan mencapai 35-50 kali lebih banyak dibanding kendaraan konvensional. Sementara jejak karbon kendaraan listrik diperkirakan lebih besar sekitar 17%-64% dibandingkan kendaraan konvensional. Sebab, sekitar 90% listrik di negara ini diproduksi dari energi batu bara.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi penggunaan di Brasil yang menunjukkan penurunan emisi apabila menggantikan kendaraan konvensional dengan listrik, karena Brasil menggunakan pembangkit listrik yang rendah karbon. Sekitar 75% setrum di Brasil bersumber dari pembangkit listrik tenaga air, yang jauh lebih bersih dibandingkan pembangkit listrik fosil.
Studi tersebut menyimpulkan, agar penggunaan kendaraan listrik berdampak lebih rendah terhadap pemanasan global, sumber setrum yang digunakan untuk mengisi daya harus memiliki faktor emisi di bawah 700 gram karbon dioksida per kilowatt jam (gCo2/kWh).
Bagaimana dengan Indonesia?
Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai dampak penggunaan kendaraan listrik di Indonesia terhadap penambahan emisi.
Namun, jika kita menggunakan faktor emisi di bawah 700 gCo2/kWh sebagai acuan, dan membandingkannya dengan faktor emisi di Indonesia, maka hasilnya cukup mengkhawatirkan.
Berita Terkait
-
SUV Mewah Harga Murah? TIGGO 8 CSH Comfort Hadir di Yogyakarta, Spek Dewa Harga Kaki Lima
-
7 Mobil Listrik Paling Laris Penguasa Pasar RI: Fiturnya Canggih Nan 'Ngeri'
-
Merak Siap Layani Kebutuhan EV Selama Nataru, PLN Pastikan SPKLU dan Petugas Siaga 24 Jam
-
5 Tips Penting Beli Mobil Listrik Bekas agar Tak Boncos di Baterai, Jangan Asal Tergiur Murah
-
Harga Wuling Air EV Bekas Akhir 2025 Terjun Bebas? Varian Long Range Kini Cuma Segini
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
29 Unit Usaha Syariah Mau Spin Off, Ini Bocorannya
-
Soal Klub Baru usai SEA Games 2025, Megawati Hangestri: Emm ... Rahasia
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
Terkini
-
Pasar Otomotif 2025 Bergeser, Ini Strategi Mazda Pertahankan Eksistensi
-
5 Rekomendasi Mobil Sedan Bekas Rp40 Jutaan untuk Pekerja Kantoran: Nyaman, Sparepart Melimpah
-
Jangan Kaget Bayar Mahal, Rincian Biaya Perpanjang SIM A dan C Terbaru 2025
-
7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
-
Honda BeAT Sebaiknya Ganti Oli Setiap Berapa KM? Ini Anjuran Ideal agar Mesin Awet
-
MPV 7-Seater Nissan Cuma 100 Jutaan, Kembaran Triber Siap Bikin Calya-Sigra Gemetaran
-
Duel Mobil Hatback Bekas 100 Jutaan: Toyota Yaris Lele vs Honda Jazz GK5 Pilih Mana?
-
Punya 80 Juta Bisa Dapat Toyota Avanza Tahun Berapa? Ini Varian Terbaiknya
-
Cuma Rp50 Jutaan? Ini 7 Mobil Kecil untuk 4 Orang Paling Irit dan Bandel Pas Buat Mahasiswa
-
SUV Mewah Harga Murah? TIGGO 8 CSH Comfort Hadir di Yogyakarta, Spek Dewa Harga Kaki Lima