- Jauh sebelum Pertamax Green, Ford membuat mobil dari rami yang ditenagai 100 persen etanol nabati.
- Bodinya lebih kuat dari baja dan 453 kg lebih ringan, sebuah revolusi otomotif pada 1941.
- Kisah tragisnya menjadi cermin bagi tantangan program bioetanol di Indonesia saat ini.
- Tujuan Sama: Sama seperti Ford yang melihat ladang rami sebagai "pom bensin" masa depan, Indonesia kini melihat perkebunan tebu sebagai sumber energi baru.
- Tujuannya identik: mencapai ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan.
- Bahan Baku dari Tanah: Konsep dasarnya tidak berubah, yaitu memanfaatkan hasil bumi untuk menggerakkan roda perekonomian dan kendaraan.
Lantas, jika idenya begitu brilian dan relevan, mengapa kita tidak pernah melihat mobil Ford ini di jalanan? Jawabannya adalah pelajaran berharga bagi Indonesia.
Konspirasi yang Menjegalnya: Pelajaran untuk Masa Kini
Mobil rami Ford tidak gagal karena teknologinya buruk.
Ia gagal karena berhadapan langsung dengan "tembok" kepentingan raksasa industri.
- Jegal Regulasi:
"Marihuana Tax Act" tahun 1937 secara efektif membunuh industri rami, meskipun rami untuk industri sama sekali berbeda dengan ganja untuk rekreasi.
- Lobi Industri Fosil:
Banyak sejarawan menunjuk lobi kuat dari industri perminyakan (Andrew Mellon), industri plastik berbasis minyak bumi (DuPont dengan nilonnya), dan industri kertas (William Randolph Hearst) sebagai dalang utama di balik regulasi tersebut.
Mereka melihat bahan serbaguna seperti rami sebagai ancaman mematikan bagi bisnis mereka.
- Momentum yang Hilang:
Perang Dunia II akhirnya mengubur mimpi ini dalam-dalam, karena fokus industri beralih total ke produksi mesin perang berbahan baja.
Kisah tragis mobil rami Ford adalah sebuah cermin. Ia menunjukkan bahwa inovasi energi bersih sehebat apa pun akan selalu berhadapan dengan kepentingan lama yang sudah mapan.
Baca Juga: E10 Wajib 10 Persen: Kenapa Kebijakan Etanol Ini Dikhawatirkan?
Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan ekosistem bioetanol—mulai dari pasokan bahan baku hingga persaingan dengan industri lain—adalah gema dari pertarungan yang dihadapi Ford puluhan tahun lalu.
Pertanyaannya kini, bisakah Indonesia berhasil di mana Henry Ford pernah dijegal?
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 5 HP Murah RAM 8 GB Memori 256 GB untuk Mahasiswa, Cuma Rp1 Jutaan
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Sunscreen Terbaik Mengandung Kolagen untuk Usia 50 Tahun ke Atas
- 8 Lipstik yang Bikin Wajah Cerah untuk Ibu Rumah Tangga Produktif
Pilihan
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
Terkini
-
5 Rekomendasi Motor Bekas Rp3 Jutaan, Masih Tangguh untuk Harian
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Vinfast Kenalkan Pesaing BYD M6 di GJAW 2025, Akan Segera Lahir dari Subang
-
Denza Perkuat Komitmen Hadirkan Kendaraan Listrik Premium di Indonesia
-
Chery Rilis Varian Termurah Tiggo 8 CSH, Harga Mulai Rp439 Jutaan
-
eMotor Sprinto Resmi Meluncur di GJAW 2025, Jarak Tempuh Tembus 110 Km
-
Bridgestone Tampil Perdana di GJAW 2025, Perkuat Komitmen pada Industri Otomotif Nasional
-
GJAW 2025 Diharapkan Dongkrak Penjualan Mobil di Akhir Tahun
-
5 Rekomendasi Mobil Listrik Kecil Muat 4 Orang: Pas Buat Nongkrong Bareng
-
BAIC BJ30 Hybrid FWD 4x2 Tampil Perdana di GJAW 2025