Otomotif / Mobil
Selasa, 30 Desember 2025 | 18:25 WIB
ilustrasi mobil listrik
Baca 10 detik
  • Penghentian insentif umum kendaraan listrik mulai 2026 dianggap tepat karena stimulus awal telah mencapai target penetrasi pasar 12%.
  • Melanjutkan insentif impor CBU berisiko menghambat pembentukan basis manufaktur lokal serta ketergantungan pada unit luar negeri.
  • Insentif masa depan harus fokus pada basis Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk mendorong investasi dan transfer teknologi lokal.

Suara.com - Insentif kendaraan listrik yang akan berakhir pada tahun ini dinilai sudah tepat sasaran. Bahkan jika kendaraan litrik terus diberikan 'karpet merah' justru tidak sesuai dengan fungsi awal sebagai stimulus.

Menurut pengamat otomotif, Yannes Martinus Pasaribu, penghentian insentif kendaraan listrik mulai 2026 sudah sesuai PMK 62/2025.

"Pada dasarnya sudah tepat (dihentikan) karena fungsi awalnya sebagai stimulus pasar dan tes komitmen investasi sudah tercapai. Hal ini bisa dilihat dari, penetrasi EV yang tembus 12% di 2025," ujar Yannes saat dihubungi Suara.com, Selasa (30/12/2025).

Untuk saat ini, lanjut Yannes, melanjutkan insentif impor CBU justru berisiko memperpanjang ketergantungan pada unit luar dan menghambat pembentukan basis manufaktur lokal.

Sebagai gantinya, Permenperin 35/2025 justru memberi jalur insentif yang lebih sehat karena berbasis TKDN (tingkat komponen dalam negeri), termasuk tambahan nilai hingga 25% untuk investasi domestik dan 20% untuk R&D, sehingga produsen terdorong menanam modal, membangun rantai pasok.

"Ini bisa mentransfer core teknologi, bukan sekadar jualan murah lewat fasilitas fiskal," tegas Yannes.

Pada tahun 2025, jenis kendaraan listrik mendapatkan dua jenis insentif dari pemerintah, yaitu insentif untuk mobil listrik produksi lokal dan insentif untuk mobil listrik impor dengan komitmen produksi lokal mulai 2026.

Untuk mobil listrik produksi lokal, diberikan insentif berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP). Syaratnya, mobil listrik tersebut harus memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40 persen.

ilustrasi mobil listrik.

Mereka yang memenuhi syarat hanya akan dikenakan PPN sebesar 2 persen, dari normalnya 12 persen (10 persen ditanggung pemerintah).

Baca Juga: 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga

Meski demikian, insentif terhadap kendaraan listrik bisa saja diberikan. Namun dengan catatan berfokus pada kendaraan listrik yang sudah diproduksi lokal.

"Jadi insentif tidak perlu dilanjutkan secara umum, tapi tetap dipertahankan selektif hanya untuk EV lokal yang sudah atau menuju TKDN 40% ke atas agar pasar dalam negeri kita tetap jalan tanpa mengorbankan program industrialisasi Indonesia yang tertunda puluhan tahun," pungkas Yannes.

Load More