Suara.com - Saat film fiksi ilmiah The Day After Tomorrow dirilis pada tahun 2004, banyak pakar iklim yang mentertawai penggambaran akhir dunia yang disajikan dalam film besutan Hollywood tersebut. Namun, sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh ahli klimatologi Inggris menunjukkan bahwa peluang terjadinya kiamat seperti dalam film itu makin besar daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Para peneliti di Universitas Southampton melakukan sebuah tes untuk menguji mungkin tidaknya situasi dalam film itu terjadi di dunia nyata. Hasilnya, ternyata bencana serupa mungkin terjadi, meski tidak separah dalam film.
Dalam The Day After Tomorrow, pemanasan global menyebabkan perubahan sistem arus utama di Samudera Atlantik yang dinamakan Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC). Arus tersebut merupakan komponen penting dalam sistem iklim Bumi. Arus tersebut berperan bak sabuk pengantar yang membawa air laut hangat dari kawasan tropis ke arah utara. Di saat bersamaan, sistem arus tersebut mendorong air yang bersuhu lebih dingin ke arah selatan untuk menjaga agar Eropa dan Amerika lebih hangat.
Apabila terjadi gangguan terhadap sistem tersebut, akan terjadi implikasi serius seperti digambarkan dalam film. Menurut para pakar di universitas tersebut, meski kredibilitas dari film tersebut diragukan, skenario terhentinya sistem AMOC akibat pemanasan global sama sekali belum pernah diujicobakan dengan pemodelan iklim yang canggih.
Maka, merekapun melakukan uji coba tersebut. Dengan pemodelan sirkulasi atmosfer yang dikenal dengan nama ECHAM, Profesor Syben Drijfhount menemukan bahwa dalam periode 20 tahun, suhu Bumi akan menurun jika terjadi pemanasan global dan terhentinya sistem AMOC secara bersamaan.
Studi yang dimuat dalam jurnal Nature itu mengatakan, skenario tersebut akan menghilangkan pemanasan global selama 15 hingga 20 tahun, dan menurunkan suhu Bumi hingga 0,8 derajat Celcius. Hasilnya, permukaan akan mengalami pendinginan selama 40 hingga 50 tahun.
"Planet Bumi akan pulih dari terhentinya AMOC dalam kurun waktu 40 tahun saat pemanasan global terus terjadi dengan kecepatan rata-rata seperti dewasa ini, namun di kawasan Atlantik Utara, butuh lebih dari seabad untuk mengembalikan suhu seperti normal," kata Profesor Drijfhout dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan universitas.
Jurnal tersebut juga mengatakan, skenario tersebut akan menimbulkan aliran udara panas dari atmosfer ke lautan, sesuatu yang terjadi dalam 15 tahun terakhir selama periode climate hiatus, kondisi yang dipahami sebagai perlambatan pemanasan global.
Namun, penyebab pelemahan pemanasan global yang terjadi saat ini tak hanya disebabkan oleh satu faktor, melainkan karena adanya pola cuaca El Nino, erupsi gunung berapi, dan berkurangnya emisi gas rumah kaca.
Film The Day After Tomorrow memang membesar-besarkan skenario bencana dahsyat tersebut. Namun, kemungkinan terjadinya bencana tersebut telah diramalkan oleh oleh banyak ilmuwan sejak puluhan tahun yang lalu.
Dua puluh lima tahun yang lalu pakar iklim Wally Broeker memperingatkan akan potensi terjadinya bencana dingin jika gas rumah kaca yang terkumpul menyebabkan terhentinya sistem arus AMOC.
"Ada spekulasi lama yang menyebutkan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan pencairan lebih banyak dari Greenland dan arus air dapat melemahkan Arus Teluk sehingga mendinginkan Inggris dan bagian lain dari Eropa," kata Dr. Colin Butler dari University of Canberra.
"Namun, ketika saya periksa terakhir kali, ini diperkirakan akan terjadi dalam beberapa puluh tahun ke depan," sambungnya. (News.com.au)
BERITA MENARIK LAINNYA:
Vulgar, Lukisan Jalanan "Burger Kama Sutra" Tuai Kontroversi
Berita Terkait
-
Desak Transisi Bersih, Aktivis Greenpeace Bentangkan Spanduk di PLTGU Muara Karang
-
Garis Pertahanan Terakhir Gagal? Batas 1,5C Akan Terlampaui, Krisis Iklim Makin Gawat
-
Menteri Hanif: RI Naik Pangkat, Resmi Pimpin 'Gudang Karbon Raksasa' Dunia
-
Peneliti: Pemanasan Arktik dan Antartika Bisa Picu Gelombang Penyakit di Dunia
-
Lonjakan Kasus Flu di Perkotaan, Benarkah Dipicu Perubahan Iklim?
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
HP Murah Oppo Misterius Lolos Sertifikasi, Usung Baterai 7.000 mAh
-
5 Smartwatch Anti Air yang Bisa Dipakai Berenang, Aman hingga Kedalaman 50 Meter
-
7 HP Murah Rp 900 Ribuan Terbaik November 2025: Cocok Buat Orangtua, UI Ringan
-
Acer Luncurkan Predator Triton 14 AI, Laptop Gaming Paling Tipis Bertenaga AI
-
7 Rekomendasi Tablet dengan Stylus Pen Murah Cocok untuk Guru
-
Resident Evil Requiem Rilis 2026, Begini Bocoran Campaign dan Gameplay-nya
-
XLSMART Sukses Terapkan Zero Waste di AXIS Nation Cup 2025
-
4 Smartwatch Xiaomi yang Layak Dibeli 2025, Budget Mulai Rp300 Ribuan Aman
-
Update Xiaomi HyperOS November 2025: Atasi Bug dan Perbaikan HP Mati Mendadak
-
Nubia V80 Max Lolos Sertifikasi di Indonesia, Desain Mirip iPhone Lagi?