Suara.com - Bumi kini sedang dalam proses menuju kiamat keenam dalam sejarahnya demikian dikemukakan para ilmuwan setelah mengamati tren kepunahan sejumlah besar binatang di dunia. Proses menuju kiamat ini juga lebih parah dari yang diperkirakan sebelumnya.
Dalam sebuah studi terbaru yang diterbitkan jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, para ilmuwan yang mengamati populasi binatang langka maupun yang tidak langka, menemukan bahwa miliaran satwa dari berbagai spesies di Bumi sudah lenyap.
Menurut para ilmuwan, seperti yang diwartakan The Guardian, Senin (10/7/2017), tren kepunahan berbagai spesies satwa di Bumi itu disebabkan oleh populasi manusia yang terus membengkak dan manusia yang semakin rakus.
Dalam studi itu, para ilmuwan mengatakan bahwa Bumi sedang menghadapi "pemusnahan massal biologis" yang merupakan "ancaman mengerikan terhadap fundasi peradaban manusia."
"Situasi saat ini semakin buruk, sehingga justru tidak etis jika kami tak menggunakan bahasa yang kasar," kata Gerardo Ceballos, ilmuwan dari Universidad Nacional Autonoma de Mexico, yang memimpin penelitian itu.
Penelitian sebelumnya di tahun 2015 menunjukkan bahwa berbagai spesies di Bumi sedang dalam proses kepunahan dan proses itu terjadi dalam waktu yang sangat cepat, bahkan lebih cepat dari proses punahnya mahluk-mahluk hidup lain di Bumi jutaan tahun silam.
Tetapi studi terbaru ini, para peneliti menemukan bahwa spesies-spesies yang tadinya dinilai tidak terancam juga mengalamai krisis populasi di seluruh dunia dan wilayah tempat mereka hidup semakin menyempit.
Para ilmuwan menemukan bahwa populasi sepertiga dari ribuan spesies yang dikira tak terancam punah juga semakin berkurang dan bahwa 50 persen dari seluruh populasi binatang di dunia sudah hilang.
Juga ditemukan bahwa hampir 50 persen dari mamalia darat telah kehilangan 80 persen habitatnya di 100 tahun terakhir. Sementara miliaran mamalia, burung, reptil, dan binatang amfibi mulai lenyap dari Bumi.
Berangkat dari temuan ini Ceballos dkk menilai bahwa kiamat keenam sedang berlangsung dalam proses yang jauh lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
"Pemusnahan biologis ini jelas akan memiliki konsukuensi ekologis, ekonomi, dan sosial yang serius. Manusia akan membayar harga yang sangat mahal untuk pemusnahan satu-satunya himpunan kehidupan di alam semesta saat ini," bunyi pernyataan para peneliti dalam artikel mereka.
Mereka juga mewanti-wanti bahwa meski sudah ada upaya untuk mencegah kepunahan satwa di Bumi, peluangnya untuk berhasil sangat kecil.
"Semua tanda yang kami amati menunjukkan bahwa serangan terhadap keanekaragaman hayati dalam dua dekade ke depan akan semakin hebat," jelas para ilmuwan.
Yang Kaya Semakin Rakus
Dalam risetnya para ilmuwan merinci faktor-faktor seperti kerusakan habitat, perburuan yang berlebihan, polusi, invasi dari spesies asing, dan perubahan iklim sebagai penyebab kiamat.
Tetapi pemicu utama krisis biologis ini adalah manusia, yang populasinya semakin tidak terkendali dan pola konsumsi yang semakin rakus, "terutama oleh orang-orang kaya", demikian jelas para ilmuwan.
"Peringatan serius dalam penelitian kami perlu diindahkan karena peradaban manusia sangat bergantung pada tumbuhan, binatang, dan mikroorganisme Bumi," jelas Paul Ehrlich dari Universitas Stanford di AS, yang terlibat dalam riset itu.
Para peneliti dalam riset itu menganalisis data 27.500 spesies binatang bertulang belakang yang hidup di darat, baik yang tergolong dalam satwa terancam punah maupun yang tidak.
Bumi sendiri, menurut para ilmuwan, sudah pernah mengalami lima kiamat. Kiamat pertama diperkirakan terjadi sekitar 443 juta tahun lalu dan yang terakhir pada sekitar 65 juta tahun lalu, ketika spesies dinosaurus lenyap dari Bumi.
Berita Terkait
-
Lokasi Sungai Eufrat Ada di Mana? Tempat Lahirnya Peradaban hingga Disebut Muncul Tanda Kiamat
-
Fakta Mengejutkan Sungai Eufrat: Dari Emas Palsu Hingga Tanda Kiamat
-
Fakta-fakta Emas Sungai Eufrat, Tanda Hari Kiamat Sudah Dekat?
-
Hadits Nabi Muhammad Tentang Tanda Kiamat, Dikaitkan Fenomena Cari Emas di Sungai Eufrat
-
Heboh Warga Cari Emas di Sungai Efrat: Benarkah Tanda Kiamat Seperti Hadis Nabi?
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Spesifikasi Xiaomi 17 Pro Max: Bawa Snapdragon 8 Elite Gen 5, Layar Belakang ala Mi 11 Ultra
-
Vivo Segera Rilis Sistem Operasi OriginOS ke Luar China, Gantikan FunTouch OS
-
Realme GT 8 Pro Debut Pakai Snapdragon 8 Elite Gen 5, Skor AnTuTu Tembus 4 Juta Lebih
-
Vivo V60 Lite Masuk Indonesia 2 Oktober, Intip Spesifikasinya
-
Komdigi Sebut Indonesia Harus Mandiri Kembangkan AI biar Tak Bergantung Teknologi Asing
-
13 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September 2025: Skuad Mesti Gahar, Pele dan Petit Menantimu
-
25 Kode Redeem FF Terbaru 28 September 2025, Klaim Diamond dan Bundle Langka Sekarang
-
4 HP dengan Kamera Stabil di Bawah Rp3 Juta: Cocok untuk Konten Harian dan Video Anti-Goyang
-
Mending Beli iPhone 13 atau iPhone 16e? Duel iPhone Murah
-
27 Prompt Gemini AI Edit Foto Pasangan Jadi Ala Studio Profesional