Misalnya, riset kalung Eucalyptus atau tanaman kayu putih dari lembaga riset Kementerian Pertanian yang mengklaim bisa menjadi “antivirus” untuk melawan virus corona. Memang ada hasil penelitian yang menunjukkan potensi dari senyawa yang terkandung dalam tanaman tersebut.
Namun, perlu dicermati secara lebih teliti bahwa riset tersebut masih dalam tahap penelitian berbasis analisis komputer (in silico). Artinya masih jauh dari penggunaan produk jadi yang layak dan terbukti bermanfaat untuk digunakan untuk manusia. Hasil studi in silico tersebut menunjukkan hanya terdapat satu senyawa yang menunjukkan potensi antivirus di antara ratusan senyawa yang terdapat dalam tanaman genus Eucalyptus.
Masalahnya, lembaga ini sudah memproduksi dan melakukan publikasi melalui media massa, seolah-olah Eucalyptus ini benar-benar dapat menjadi antivirus untuk penanganan COVID-19.
Hal yang lebih berbahaya, overclaim dan terburu-buru tanpa merujuk hasil riset yang tepercaya itu akan menimbulkan penyesatan di tengah masyarakat. Apalagi tingkat literasi kesehatan masyarakat bervariasi dan kurang kritis terhadap pemberitaan.
Dampaknya sungguh berbahaya bila masyarakat malah mengalungkan Eucalyptus dan mengabaikan protokol kesehatan COVID-19, tak memakai masker dan juga tidak jaga jarak fisik karena percaya akan terlindungi dari potensi infeksi. Padahal riset yang ada tidak pernah mengatakan demikian.
Pada awal wabah di Indonesia, publik juga “tersesat” dengan berita bahwa ada bagian tanaman seperti empon-empon (rimpang) yang diklaim memiliki aktivitas antivirus. Bahkan Satuan Tugas COVID-19 DPR turut andil dalam mengimpor dan mengedarkan produk herbal Herbavid19.
Celakanya, pemberitaan semacam ini sudah tersebar luas namun bukti ilmiah yang mendukung klaim-klaim tersebut relatif tidak ada.
Rasionalisasi dalam riset obat herbal dari penelitian sebelumnya
Penemuan senyawa aktif yang bermanfaat menjadi obat sebenarnya bukan merupakan barang baru.
Baca Juga: Kalung Anti Corona akan Diproduksi Massal, Kementan Sebut Harga Terjangkau
Pada dekade 1960-an, kita mengenal vinkristine dan vinblastin yang berhasil diisolasi dari tanaman Catharantus roseus (tapak dara). Hingga saat ini kedua senyawa ini masih menjadi salah satu terapi standar untuk pengobatan kanker.
Di Asia pada periode 1970-an, artemisinin berhasil diisolasi dari Artemisia annua (anuma), sebuah tanaman yang menjadi bagian dari Traditional Chinese Medicine (TCM).
Artemisinin terbukti bermanfaat untuk terapi malaria sehingga saat ini dijadikan salah satu terapi standar malaria. Penemunya, Tu Youyou, mendapatkan Hadiah Nobel bidang kedokteran pada 2015.
Pemerintah Cina butuh waktu sangat lama untuk menggunakan temuan riset trial and error hingga akhirnya menjadikan artemisinin senyawa murni yang diizinkan, tanpa melihat dampak kestabilan obat dan memiliki ketersediayaan hayati.
Laporan riset artemisinin pertama dipublikasikan pada 1979. Lalu, walau masih diproduksi secara terbatas, artemisinin baru mendapatkan status resmi sebagai terapi pilihan untuk malaria sekitar tahun 2006.
Selain itu terdapat beberapa masalah dari pendekatan riset obat berbasis herbal.
Berita Terkait
-
5 Obat Herbal Atasi Demam, Aman Dikonsumsi Saat Cuaca Tak Menentu!
-
7 Tanaman Obat untuk Diabetes Tipe 2 yang Terbukti Ampuh Menurut Riset Kesehatan
-
4 Ramuan Warisan Nenek Moyang yang Terbukti Redakan Depresi Ringan
-
7 Ramuan Ajaib dari Alam untuk Atasi Anak Susah Makan
-
7 Obat Herbal Indonesia yang Terbukti Ampuh Atasi Stres dan Kecemasan
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Jaminan Laga Seru! Ini Link Live Streaming Bayern Munchen vs Chelsea
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
Terkini
-
Samsung Galaxy Buds 3 FE Hadir ke Indonesia, TWS Premium Harga Lebih Murah
-
Huawei Pura 80 Masuk Indonesia Bulan Depan, Versi Murah dari Pro dan Ultra
-
Pascamerger, Smartfren Terus Ekspansi Jaringan dan Targetkan Pelanggan Baru
-
54 Kode Redeem FF Terbaru 17 September 2025, Klaim MP40 Evo hingga Skin AWM Gratis
-
13 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 September 2025, Ada Beckham OVR 104!
-
Siapa Rizky Irmansyah? Ia Turun Tangan di Kasus Viral Wali Kota Prabumulih
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp1 Jutaan dengan Baterai Awet dan Kapasitas RAM Besar, Mana Pilihanmu?
-
Xiaomi Pad 8 Diprediksi Debut Bersama Xiaomi 17, Pakai Chip Snapdragon
-
Bikin Foto Keluarga Studio Makin Keren dengan 8 Prompt Gemini AI Ini
-
MediaTek dan TSMC Kembangkan Chipset 2nm Pertama, Siap Produksi 2026