Suara.com - Gunung Everest merupakan gunung tertinggi di dunia. Nemun, menurut cerita yang dilaporkan di blog berita American Geophysical Union, terkadang pendaki merasa Everest seperti menyusut dan menjadi gunung yang tertinggi kedua.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal iScience pada 18 Desember mengisahkan, hal itu rupanya disebabkan oleh tekanan udara gunung berfluktuasi secara signifikan sepanjang tahun.
Kondisi ini menyebabkan ketinggian yang dirasakan pendaki di puncak sesekali menurun di bawah Gunung K2, gunung tertinggi kedua di dunia.
"Terkadang K2 terasa lebih tinggi dari Everest," kata Tom Matthews, penulis utama penelitian dan ilmuwan iklim di Universitas Loughborough, seperti dikutip Live Science, Minggu (27/12/2020).
Matthews dan tim ilmuwannya mengamati lebih dari 40 tahun data tekanan udara yang direkam kedua stasiun cuaca di dekat puncak Gunung Everest dan satelit Copernicus Badan Antariksa Eropa (ESA).
Tekanan udara terkait erat dengan ketersediaan oksigen di Everest. Ketika tekanan udara menurun, ada lebih sedikit molekul oksigen di udara dan itu membuat bernafas menjadi jauh lebih berat.
Karena alasan tersebut, banyak orang yang memilih untuk mendaki Everest mengandalkan oksigen tambahan saat mendaki ke ketinggian yang lebih tinggi di mana udara lebih tipis.
Sementara tekanan udara menurun, itu juga berfluktuasi dengan cuaca. Dari 1979 hingga 2019, tekanan udara di dekat puncak Everest berkisar antara 309 hingga 343 hektopascal, tergantung pada musim.
"Dibandingkan dengan tekanan udara rata-rata yang diukur di Everest pada Mei, rentang itu diterjemahkan dengan perbedaan 737 meter dalam hal ketinggian puncak dari sudut pandang ketersediaan oksigen," tulis Katherine Kornei, jurnalis sains dalam blognya.
Baca Juga: Wow! Gunung Everest Jadi Lebih Tinggi Tahun Ini
Dengan kata lain, terkadang ketersediaan oksigen di Everest membuat gunung terasa ratusan meter lebih pendek dari yang sebenarnya.
Para ilmuwan juga menemukan bahwa tekanan udara di Everest secara konsisten tertinggi di musim panas, menjadikannya musim terbaik untuk mendaki gunung hanya berdasarkan ketersediaan oksigen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 8 Bedak Translucent untuk Usia 50-an, Wajah Jadi Flawless dan Natural
- Sepatu On Cloud Ori Berapa Harganya? Cek 5 Rekomendasi Paling Empuk buat Harian
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- Pemain Keturunan Jerman Ogah Kembali ke Indonesia, Bongkar 2 Faktor
Pilihan
-
Hasil SEA Games 2025: Mutiara Ayu Pahlawan, Indonesia Siap Hajar Thailand di Final
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
Terkini
-
41 Kode Redeem FF 8 Desember 2025: Klaim SG2 OPM dan Persiapan Lelang Winterland
-
5 Rekomendasi Tablet Mini 8 Inch untuk Multitasking, Ringkas dan Praktis Masuk Tas
-
24 Kode Redeem FC Mobile 8 Desember 2025: Bocoran Nedved dan Ribuan Rank Up Menanti
-
51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
-
24 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 8 Desember 2025, Ada Pemain OVR 115 dan 100 Ribu Koin
-
5 Rekomendasi HP Baterai 6000 mAh Harga Rp1 Jutaan Paling Worth It
-
Stranger Things 5 Catat Debut Rekor dan Dominasi Global
-
Studi Ungkap Merkurius Jadi Tetangga Terdekat Hampir Semua Planet
-
31 Kode Redeem FC Mobile 8 Desember 2025, Klaim Ribery dan 2.000 Gems Gratis
-
41 Kode Redeem FF Senin 8 Desember 2025, Serbu Skin SG2 dan Emote Spesial Gratis