Dan kini, para wirausahawan semakin “harus” berkompetisi lewat platform-platform ini - misalnya Amazon Markteplace. Mereka dapat menjadi korban perilaku buruk misalnya ulasan produk palsu oleh pesaing; peraturan penyedia platform yang tidak jelas dan tidak terduga; dan perubahan algoritme mendadak yang berdampak bagi bisnis mereka, misalnya membuat mereka sulit terlihat oleh calon pembeli. Ada juga fenomena wirausahawan digital yang hanya mampu menghasilkan laba yang cukup untuk bertahan hidup saja.
Lanskap (anti) kompetisi yang sangat berbeda ini - kerap disebut kapitalisme platform - menjadi masalah besar bagi para pembuat kebijakan dan otoritas.
Uni Eropa belum lama ini menyetujui undang-undang (UU) Pasar Digital (Digital Markets Act atau DMA) dan UU Jasa Digital (Digital Services Act atau DSA) yang berusaha mencegah penindasan yang sedang berlangsung dan berpotensi terjadi di dalam platform digital besar berbasis AI.
Jika AI dan otomatisasi memang suatu kekuatan yang penting, maka seharusnya kita sudah mengalami peningkatan produktivitas dan pengangguran secara besar-besaran. Nyatanya, yang kita lihat adalah pertumbuhan produktivitas yang stagnan - misalnya pertumbuhan di Inggris tercatat yang terendah dalam 200 tahun terakhir - dan tingkat pengangguran terendah di negara-negara Barat dalam beberapa dekade terakhir.
Strategi AI Irlandia mengacuhkan masalah-masalah yang ada terkait kapitalisme platform. Di seluruh dokumen strategi itu, nama Google hanya muncul sekali, Amazon dan Facebook tidak sama sekali. Dokumen itu tidak menyebut platform digital, kapitalisme platform, DMA, DSA, atau gugatan Uni Eropa terhadap Google.
Strategi AI Irlandia seharus menjelaskan dengan rinci bagaimana dan kapan AI akan menghasilkan keuntungan ekonomi yang disebut - dan siapa yang akan menikmati keuntungan itu. Strategi itu juga perlu menjelaskan visi yang memastikan negara itu tidak menderita karena GAFAA atau sekadar menjadi kaki tangan mereka.
Pelaku bisnis tidak menggunakannya
Strategi itu juga berasumsi bahwa kurangnya kepercayaan pada AI adalah karena orang-orang tidak memahami teknologi. Maka jalannya keluarnya bagi mereka adalah mengajari orang sains data dan menunjuk duta besar AI.
Bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya: semakin orang memahami AI, mereka semakin tidak percaya.
Baca Juga: Jadi Tren, Influencer dengan Kecerdasan Buatan Ini Laris Manis
Ini tentu hal yang baik. Di Amerika Serikat (AS), yang memiliki pemahaman AI cukup maju, penggunaan AI justru terhitung kecil. Sensus terbaru di AS pada lebih dari 800.000 perusahaan menemukan hanya 2,9% yang menggunakan machine learning sejak 2018. Survei Komisi Eropa pada 2020 juga menunjukkan tingkat penggunaan yang sama rendahnya.
Banyak survei lain menunjukkan temuan serupa. Pelaku bisnis tidak menggunakan AI, bukan karena mereka tidak percaya, tapi karena tidak masuk dalam hitungan bisnis mereka. AI terlalu mahal, dengan hasil tidak signifikan, dan berdampak besar pada lingkungan - ini bahkan belum mempertimbangkan faktor dominasi pemain besar.
Strategi “AI - Here for Good” milik Irlandia, seperti banyak strategi negara-negara lain, seakan yakin pada adanya mukjizat. Ini termasuk membolehkan akses untuk sejumlah besar data relevan bagi semua perusahaan namun tetap melindungi privasi pengguna, dan mengubah Irlandia menjadi tempat uji coba model-model deep-learning dan pusat-pusat data sambil tetap mengurangi emisi CO. Strategi ini tidak mengakui adanya dampak buruk.
Pesan yang tersirat adalah Irlandia mampu memetik buah-buah ajaib dari semak-semak penuh duri, asal yakin pada AI dan mematuhi arahan etis. Ini adalah upaya yang akan sepenuhnya didukung oleh _transhumanists_, GAFAA, and para pelaku monopoli ekonomi digital lainnya.
Artikel ini sudah tayang di The Conversation.
Berita Terkait
-
Studio Jepang Desak OpenAI Hentikan Penggunaan Konten Anime di Sora 2, Kenapa?
-
Telkom Indonesia Bersinergi dengan Kampus Mendorong Transformasi Digital Berbasis AI
-
Performative Reading: Yakin Betulan Bookworm?
-
Produsen Vaksin Global Bakal Gunakan AI Demi Hadapi Pandemi Berikutnya
-
TikTok Rilis Dua Fitur AI Baru: Permudah Kreator Mengolah Konten
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Gubernurnya Tertangkap KPK, Riau Masuk Provinsi Terkorup di Indonesia
-
Moto G67 Power Muncul di Toko Online: Bawa Baterai 7.000 mAh dan Snapdragon 7s Gen 2
-
Tips Bikin PIN ATM Agar Tidak Mudah Ditebak, Kombinasi Kuat, dan Aman dari Pembobolan
-
iQOO Z10R vs Realme 15T: Harga Mepet, Mending Mana Buat Gamer?
-
24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
-
24 Kode Redeem FF Hari Ini 4 November: Dapatkan Bundle Flame Arena & Evo Gun Gratis!
-
10 HP Flagship Terkencang Oktober 2025 Versi AnTuTu, Cocok Buat Gamer Kelas Berat
-
Aplikasi Edit Video Gratis Paling Hits: Ini Cara Menggunakan CapCut dengan Efektif dan Mudah
-
Mengapa Angka 67 Dinobatkan Jadi Word of the Year 2025
-
Cara Menambahkan Alamat di Google Maps, Beguna Menaikkan Visibilitas Bisnis Lokal Anda!