Suara.com - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan bahwa pandemi COVID-19 sudah mempercepat transformasi digital di Indonesia, sehingga dibutuhkan revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU PK) untuk memberikan perlindungan konsumen yang bertransaksi pada platform digital.
“Tanpa perlindungan konsumen yang memadai, transformasi ini hanya melahirkan disrupsi baru dalam perekonomian Indonesia seperti kebocoran data, penipuan investasi maupun penipuan dalam perdagangan daring,” kata Pingkan lewat keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu (22/6/2022).
Saat ini Bappenas tengah menyusun Rancangan Strategi Nasional Perlindungan Konsumen 2022-2024. CIPS mengapresiasi langkah tersebut mengingat perlindungan konsumen menjadi semakin penting di tengah arus transformasi digital dan Bappenas menjadikan ekonomi digital sebagai salah satu dari tiga isu strategis dalam Rancangan Strategi Nasional ini.
Walaupun demikian, lanjut Pingkan, revisi UU PK sepatutnya tidak luput dari perhatian pemerintah. Faktanya, sampai saat ini, pemerintah belum merevisi UU Perlindungan Konsumen tahun 1999. Padahal kapasitas UU ini dalam menjamin hak-hak konsumen masih terbatas.
Menurut Pingkan, revisi yang perlu dilakukan mencakup keberadaan pihak ketiga yang berperan sebagai penghubung antara penjual dan konsumen, seperti e-commerce, dalam penyelesaian sengketa. Sebagai pihak ketiga, platform e-commerce sesungguhnya memiliki peran penting dalam menengahi sengketa dan memfasilitasi ganti rugi antara konsumen dengan penjual.
Selain belum diakuinya pihak ketiga dalam UU PK, lanjut Pingkan, aturan-aturan yang ada saat ini belum selaras dalam hal mekanisme ganti rugi dan pelaporan.
UU menyebutkan ganti rugi dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Sementara Peraturan Pemerintah Perdagangan Melalui Sistem Elektronik menyebutkan harus melalui Kementerian Perdagangan.
“Revisi diperlukan agar konsumen tidak bingung, sekaligus untuk memperjelas tanggung jawab antara kementerian/lembaga terkait,” tambahnya.
Perlindungan konsumen adalah aspek yang sangat penting dan kompleks, yang sudah menjadi tantangan jauh sebelum transformasi digital dijadikan strategi prioritas negara dalam menyikapi perkembangan perekonomian dan menangkap peluang dari kesempatan ekonomi, di tengah perkembangan digitalisasi.
Baca Juga: Jumlah Pengguna Transaksi Digital Capai 21 Juta pada 2022
Salah satu syarat dalam menjamin keadaan pasar yang kompetitif, produsen dan penjual harus mendapatkan pemasukan dari penjualan dan/atau memperluas pangsa pasarnya dengan memenuhi atau bahkan memuaskan kebutuhan konsumen. Ketersediaan produk maupun jasa perlu disesuaikan dengan sisi permintaan.
Hal itu dilakukan oleh penjual dengan meningkatkan kualitas dari produk/jasanya dan juga memastikan tersedianya ragam pilihan dan penawaran dengan harga yang kompetitif sehingga konsumen tidak akan beralih ke produsen atau penjual lain. Hanya saja, seringkali praktik di lapangan berkata lain dan untuk itu, perlindungan konsumen memiliki peranan yang signifikan.
Survei OJK di 2019 memperlihatkan masih terdapat kesenjangan antara tingkat inklusi keuangan (76,19 persen) dengan literasi keuangan (38,03 persen) di Indonesia. Kesenjangan yang diperparah oleh kurangnya cakupan perlindungan konsumen saat ini sudah memungkinkan timbulnya berbagai kasus yang melanggar perlindungan konsumen.
“Sebagaimana diberitakan, jutaan data konsumen marketplace diduga diperjualbelikan dalam sebuah situs. Setelah itu, kembali terjadi kebocoran pada data kesehatan para peserta institusi jaminan kesehatan pemerintah. Di luar kedua kasus tersebut, ada kasus-kasus serupa yang mungkin saja tidak mendapatkan perhatian publik,” ungkap Pingkan.
Kerangka peraturan di tingkat kawasan secara berkala diperbaharui oleh ASEAN. Kesadaran atas disrupsi perekonomian yang diakibatkan transformasi digital, terutama terkait pola perdagangan, telah mendorong pembaharuan kerangka regulasi dan prinsip-prinsip perlindungan konsumen agar dapat mengikuti perkembangan zaman dan risiko-risikonya yang mengancam hak-hak konsumen. [Antara]
Berita Terkait
-
Regulator Siapkan Aturan Khusus Turunan UU PDP, Jamin Konsumen Aman di Tengah Transaksi Digital
-
Promo SPayLater Bayar QRIS, Nikmati Diskon Hemat Serba Seribu!
-
Finpay Telkom Gaet Asuransi ADB, Perluas Pasar Proteksi Digital
-
Hati-hati QRIS Bodong, Modus Ini Dipakai Pelaku
-
Cashless is a Lifestyle: Ketika Gen Z Tak Lagi Pegang Uang Kertas
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
28 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 Desember 2025, Klaim Ribuan Gems dan Pemain Bintang
-
32 Kode Redeem FF Aktif 20 Desember 2025, Dapatkan Skin Evo Gun Green Flame Draco
-
Registrasi Kartu SIM Gunakan Biometrik, Pakar Ungkap Risiko Bocor yang Dampaknya Seumur Hidup
-
Rencana Registrasi SIM Pakai Data Biometrik Sembunyikan 3 Risiko Serius
-
Indosat Naikkan Kapasitas Jaringan 20%, Antisipasi Lonjakan Internet Akhir Tahun
-
Anugerah Diktisaintek 2025: Apresiasi untuk Kontributor Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
-
26 Kode Redeem FC Mobile 20 Desember 2025: Trik Refresh Gratis Dapat Pemain OVR 115 Tanpa Top Up
-
50 Kode Redeem FF 20 Desember 2025: Klaim Bundle Akhir Tahun dan Bocoran Mystery Shop
-
Imbas Krisis RAM, Berapa Harga iPhone 2026? Bakal Meroket, Ini Prediksinya
-
Mendagri Tito Viral Usai Komentari Bantuan Malaysia, Publik Negeri Jiran Kecewa