Suara.com - Di era digital ini, kita seperti hidup di tengah badai informasi. Setiap hari, otak kita diserbu ratusan notifikasi, video pendek, berita viral, dan tren yang terus berubah.
Namun, di balik akses tak terbatas ini, muncul fenomena yang diam-diam menggerogoti kapasitas berpikir kita: brain rot.
Apa Itu Brain Rot?
Secara harfiah, Dokter Dito Anurogo MSc PhD, alumnus PhD dari IPCTRM College of Medicine Taipei Medical University Taiwan, dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar Indonesia, mengatakan brain rot berarti "pembusukan otak".
Sebuah istilah yang kini sering digunakan di internet untuk menggambarkan kondisi ketika seseorang merasa pikirannya tumpul, sulit fokus, dan kehilangan daya kritis setelah terlalu banyak mengonsumsi konten digital yang dangkal dan instan.
Bayangkan otak seperti ladang subur. Untuk tumbuh, ia membutuhkan air dalam jumlah yang cukup. Namun, jika air datang berlebihan, ladang itu bisa berubah menjadi rawa yang tergenang. Informasi adalah "air" bagi otak kita—dan saat ini, kita tengah tenggelam dalam arus derasnya.
Dampak Brain Rot: Dari Otak hingga Masyarakat
1. Neurologi: Dopamine Hijacking
Ketika kita scrolling media sosial atau menonton video TikTok 15 detik, otak memberi kita "hadiah" berupa semburan dopamin—zat kimia yang menciptakan perasaan senang.
Baca Juga: Sarwendah Idap Kista di Batang Otak, Tak Mau Jalani Operasi Karena Takut Lumpuh
Masalahnya, semakin sering kita mendapatkannya, semakin besar dosis yang dibutuhkan untuk merasakan kepuasan yang sama. Ini mirip dengan mekanisme kecanduan narkotika.
Akibatnya? Otak kehilangan minat terhadap hal-hal yang membutuhkan usaha lebih, seperti membaca buku atau berpikir kritis. Konsentrasi menurun, otak mudah bosan, dan kita terus mencari rangsangan instan.
2. Sosiologi: Budaya Konsumsi Informasi yang Dangkal
Di tengah ekonomi perhatian (attention economy), perusahaan teknologi berlomba-lomba mencuri fokus kita. Algoritma media sosial dirancang agar kita terus terpaku pada layar, tanpa memberi ruang untuk refleksi atau berpikir mendalam.
Dampaknya? Opini cepat menggantikan analisis mendalam. Banyak orang membentuk pandangan hanya berdasarkan judul berita tanpa membaca isinya.
Kita pun lebih sering terjebak dalam echo chamber—lingkaran informasi yang hanya mengonfirmasi keyakinan kita tanpa membuka ruang diskusi sehat.
3. Psikologi: Burnout Digital dan Krisis Identitas
Paparan teknologi berlebihan juga berimbas pada kesehatan mental. Banyak orang mengalami burnout digital, merasa lelah secara emosional akibat paparan konten yang terus-menerus.
Selain itu, muncul fenomena comparison culture—di mana kita terus-menerus membandingkan hidup kita dengan kehidupan "sempurna" yang ditampilkan di media sosial.
Alih-alih merasa puas, kita justru semakin cemas dan tidak percaya diri.
Brain Rot di Dunia Pendidikan
Dokter Dito Anurogo sebagai peneliti Institut Molekul Indonesia mengatakan, efek brain rot juga terasa di ruang kelas.
Guru dan dosen mulai mengeluhkan bahwa siswa sulit berkonsentrasi dalam waktu lama, malas membaca teks panjang, dan lebih menyukai soal pilihan ganda daripada uraian yang membutuhkan pemikiran mendalam.
Jika tidak ditangani, generasi mendatang bisa tumbuh dengan daya pikir yang lemah—lebih mudah terdistraksi, sulit berpikir kritis, dan kehilangan keinginan untuk memahami sesuatu secara mendalam.
Bagaimana Mengatasinya?
Meski terdengar mengkhawatirkan, brain rot bukanlah akhir dari segalanya. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengembalikan keseimbangan otak kita:
Digital Detox – Coba batasi penggunaan media sosial atau gadget dalam waktu tertentu, misalnya sehari tanpa ponsel atau seminggu tanpa media sosial.
Mindfulness – Latih kesadaran penuh dalam setiap aktivitas. Misalnya, saat makan bersama keluarga, jauhkan ponsel dan fokuslah pada percakapan.
Mengkonsumsi Konten Berkualitas – Pilih bacaan yang lebih mendalam dan reflektif. Jangan hanya bergantung pada ringkasan atau headline.
Latihan Fokus – Biasakan membaca buku tanpa distraksi atau selesaikan tugas tanpa tergoda untuk mengecek ponsel setiap beberapa menit.
Kurangi Multitasking Digital – Fokus pada satu hal dalam satu waktu agar otak tidak terbiasa berpindah-pindah tanpa menyelesaikan tugas dengan baik.
Teknologi seharusnya menjadi alat yang membantu kita berkembang, bukan justru melemahkan kemampuan berpikir kita.
Brain rot mengajarkan kita bahwa lebih banyak informasi tidak selalu lebih baik—yang lebih penting adalah bagaimana kita memilah, memahami, dan menggunakannya dengan bijak.
Pada akhirnya, menjaga keseimbangan antara konsumsi informasi dan refleksi mendalam adalah kunci agar kita tidak tenggelam dalam kebisingan digital.
Sebab, seperti ladang yang subur, otak kita butuh irigasi yang tepat agar tetap sehat dan produktif.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Motorola Edge 70 Tersedia di Pasar Asia: Bodi Tipis 6 mm, Harga Lebih Murah
-
Mengatasi Tampilan Terlalu Besar: Panduan Mengecilkan Ukuran di Komputer
-
Deretan Karakter Game di Film Street Fighter 2026: Ada 'Blanka' Jason Momoa
-
51 Kode Redeem FF Terbaru 15 Desember 2025, Klaim Dream Dive Animation Gratis
-
Spesifikasi Oppo Reno 15c: Resmi dengan Snapdragon 7 Gen 4, Harga Lebih Miring
-
21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 15 Desember 2025, Klaim Desailly OVR 105 Gratis
-
8 Tablet Murah Terbaik untuk Kerja Desember 2025, Mulai Rp1 Jutaan!
-
Bye-Bye Wi-Fi! 5 Tablet RAM 8GB Terbaik Dilengkapi dengan SIM Card, Kecepatan Ngebut!
-
Baru Rilis, Game Where Winds Meet Sudah Tembus 15 Juta Pemain
-
Infinix XPAD Edge Meluncur Komersial 18 Desember, Dikonfirmasi Masuk ke Indonesia