Suara.com - Para peneliti dari Microsoft dan Carnegie Mellon University baru-baru ini menerbitkan sebuah studi yang meneliti bagaimana penggunaan AI generatif di tempat kerja memengaruhi keterampilan berpikir kritis.
“Jika digunakan secara tidak tepat, teknologi dapat dan memang menyebabkan penurunan kemampuan kognitif yang seharusnya dipertahankan,” tulis makalah tersebut, dikutip dari techcrunch.com, Selasa (11/02/2025).
Ketika orang mengandalkan AI generatif di tempat kerja, upaya mereka bergeser ke arah memverifikasi apakah respons AI cukup baik untuk digunakan, daripada menggunakan keterampilan berpikir kritis tingkat tinggi seperti menciptakan, mengevaluasi, dan menganalisis informasi.
Jika manusia hanya turun tangan ketika respons AI dianggap tidak memadai, menurut makalah tersebut, maka pekerja kehilangan “kesempatan rutin untuk melatih penilaian mereka dan memperkuat kemampuan kognitif mereka, yang pada akhirnya membuatnya melemah dan tidak siap ketika menghadapi situasi yang tidak biasa.”
Dengan kata lain, ketika kita terlalu bergantung pada AI untuk berpikir bagi kita, kita menjadi lebih buruk dalam memecahkan masalah sendiri ketika AI gagal.
Dalam studi terhadap 319 orang yang melaporkan menggunakan AI generatif setidaknya sekali seminggu di tempat kerja, responden diminta untuk membagikan tiga contoh bagaimana mereka menggunakan AI generatif dalam pekerjaan mereka. Penggunaan ini terbagi dalam tiga kategori utama:
- Pembuatan (misalnya menulis email dengan format tertentu untuk rekan kerja)
- Informasi (meneliti suatu topik atau meringkas artikel panjang)
- Saran (meminta panduan atau membuat grafik dari data yang sudah ada)
Kemudian, mereka diminta menjawab apakah mereka menggunakan keterampilan berpikir kritis saat melakukan tugas tersebut, serta apakah penggunaan AI generatif membuat mereka lebih atau kurang berusaha dalam berpikir kritis. Untuk setiap tugas yang disebutkan, responden juga diminta membagikan tingkat kepercayaan mereka terhadap diri sendiri, terhadap AI generatif, dan terhadap kemampuan mereka dalam mengevaluasi keluaran AI.
Sekitar 36% peserta melaporkan bahwa mereka menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk mengurangi potensi dampak negatif dari penggunaan AI. Seorang peserta mengatakan bahwa ia menggunakan ChatGPT untuk menulis ulasan kinerja, tetapi tetap memeriksa ulang hasil AI karena takut secara tidak sengaja mengirimkan sesuatu yang bisa membuatnya diskors.
Peserta lain melaporkan bahwa ia harus mengedit email yang dihasilkan AI sebelum mengirimkannya ke atasannya—yang berasal dari budaya yang sangat menekankan hierarki dan usia—agar tidak melakukan kesalahan sosial. Dalam banyak kasus, peserta juga memverifikasi respons AI dengan pencarian web yang lebih umum dari sumber seperti YouTube dan Wikipedia, yang ironisnya justru bisa membuat penggunaan AI menjadi kurang efisien.
Baca Juga: Indosat Siapkan 82,7 Persen dari Capex 2024 untuk Transformasi AI
Agar pekerja dapat mengatasi kekurangan AI generatif, mereka perlu memahami bagaimana kekurangan tersebut terjadi. Namun, tidak semua peserta memahami batasan AI.
“Potensi dampak negatif dari respons AI generatif dapat mendorong pemikiran kritis, tetapi hanya jika pengguna secara sadar menyadari dampak tersebut,” tulis makalah tersebut.
Faktanya, studi ini menemukan bahwa peserta yang melaporkan kepercayaan tinggi terhadap AI justru menggunakan lebih sedikit upaya berpikir kritis, dibandingkan mereka yang lebih percaya pada kemampuan mereka sendiri.
Meskipun para peneliti tidak secara langsung menyatakan bahwa alat AI generatif membuat penggunanya menjadi lebih bodoh, studi ini menunjukkan bahwa ketergantungan berlebihan pada AI generatif dapat melemahkan kapasitas kita dalam memecahkan masalah secara mandiri.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Huawei Pura 80 Pro dan Ultra Masuk Indonesia 17 September, HP Kamera Terbaik di Dunia
-
Google Trends Ungkap Tingginya Pencarian Judol Sebulan Terakhir: Begini Cara Lapor ke Komdigi!
-
POCO C85 Resmi Rilis di Indonesia: Baterai 6000 mAh, Layar 120Hz, Harga Mulai Rp1,5 Jutaan
-
Update Harga iPhone setelah Apple Mengumumkan iPhone 17, Ada yang Turun?
-
Itel A100, HP Rp1 Jutaan Bodi Tangguh Standar Militer
-
4 HP Gaming 1 Jutaan Terbaik September 2025: Anti Ngelag, Cocok untuk Hadiah
-
5 Rekomendasi HP 5G Murah Rp 1 Jutaan Terbaik September 2025, Fitur Menarik!
-
IM3 Gandeng Motorola Moto g86 POWER 5G Hadirkan HP 5G Murah dan Anti-Scam!
-
JBL Sense Lite Terbaru Hadirkan Kualitas Suara Bass Nendang dan Tetap Terhubung dengan Sekitar !
-
5 Pilihan HP Murah Kamera 30 MP ke Atas, Harga Mulai Rp1 Jutaan