Suara.com - Presiden terpilih diminta fokus pada dua hal bagi rakyat yaitu infrastruktur dasar dan kesejahteraan sosial. Pengamat Pembangunan Nasional Syahrial Loetan mengatakan, kedua hal tersebut menjadi tantangan besar bangsa Indonesia untuk mampu meningkatkan tingkat perekonomiannya sekaligus bersaing di dunia internasional.
Fokus infrastruktur dasar dapat dilihat dari beberapa tantangan yang ada. Pertama, terlihat dari alokasi tingkat ratio anggaran yang dialokasikan bagi infrastruktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Saat ini, pemerintah Indonesia baru mengalokasikan anggaran infrastruktur hanya sekitar 1-2%, padahal secara ideal seharusnya mencapai 5% terhadap PDB.
Kedua, dibutuhkan banyak moda transportasi yang dapat mengakomodasi bulk cargo/dalam jumlah besar untuk mendistribusikan produk-produk dalam negeri ke berbagai tujuan, baik dalam maupun luar negeri. Mengingat bentuk geografis Indonesia yang terdiri atas banyak pulau.
“Pembangunan moda transportasi berupa jalan kereta api, pelabuhan, jalan tol, dan bandara, harus dibangun dalam jumlah masif dengan kualitas yang handal. Dengan demikian, dapat dipastikan jalur distribusi barang dan jasa dari dan ke seluruh wilayah Indonesia, dapat terjamin dan dipenuhi memadai. Contohnya, proyek abadi Jalur Pantura yang selalu menguras uang negara bisa dipangkas,” jelas Syahrial, dalam surat elektronik yang diterima suara.com, Senin (16/6/2014).
Ketiga, melonjaknya kebutuhan akan energi/tenaga listrik akibat pesatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan asumsi laju pertumbuhan ekonomi 6% per tahun, maka secara dibutuhkan pertambahan daya listrik terpasang sebesar 1,5 x besaran pertumbuhan ekonomi. Artinya, dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, maka dibutuhkan tambahan pembangkit dengan daya sebesar 9% per tahun.
“Jadi harus banyak dibangun pembangkit yang berjumlah ribuan Megawatt setiap tahunnya. Jika tidak, niscaya Indonesia akan menghadapi krisis listrik dalam waktu dekat. Termasuk melakukan pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, dan ditujukan hanya kepada golongan yang benar-benar membutuhkannya,” papar Syahrial.
Sementara itu, lanjut Syahrial, masalah kesejahteraan sosial mendesak untuk diwujudkan bagi masyarakat pada kelompok miskin dan hampir miskin. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tahun 2009-2013, angka kemiskinan Indonesia masih berada dalam kisaran 11 persen.
Artinya, sekitar 25 juta penduduk Indonesia tergolong miskin dan jika ditambah jumlah penduduk hampir miskin, maka jumlah akan naik lebih besar lagi. Padahal, mayoritas penduduk miskin itu adalah golongan petani dan nelayan yang sebenarnya merupakan tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Karena itu, upaya meningkatkan kesejahteraan sosial perlu memerhatikan beberapa hal berikut. Pertama, perlunya evaluasi dan pengawasan serta pemberantasan komprehensif terkait jalur mafia yang menguasai perjalanan distribusi produksi petani dalam negeri.
Sebab itu, pemerintah harus membuat kebijakan yang dapat mengangkat peluang petani mendapatkan selisih harga yang wajar. Tujuannya, agar petani bisa menikmati tingkat kesejahteraan yang lebih pantas, yang dapat dipergunakan untuk menyekolahkan anak-anaknya dan menjaga kesehatan serta meningkatkan kualitas hidupnya di perdesaan.
Kedua, kepemilikan lahan pertanian yang diberikan pemerintah melalui agenda Reformasi Agraria perlu diperbesar. Dari posisi saat ini seluas 0,25 hektare (ha) per petani, menjadi minimal sekitar 0,5 ha per petani. Dengan demikian, petani bisa sejahtera karena hasil yang didapat dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Dengan kebijakan yang tepat serta Road-Map yang jelas dan tegas, diharapkan Indonesia bisa menurunkan angka Gini Ratio menjadi lebih kecil yang berarti perbedaan antara yang kaya dan yang miskin tidak semakin membesar,” terang Syahrial.
Ketiga, pemerintah harus tegas mengurangi besaran anggaran subsidi yang terlalu besar dan tidak sehat bagi APBN. Sehingga penghematan anggaran melalui pengurangan subsidi itu, dapat membiayai banyak kegiatan di sektor sarana/prasarana serta kesejahteraan sosial.
“Intinya, kedua hal ini akan menjadi fokus presiden terpilih, sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan nasional. Sehingga Indonesia bisa berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya,” tandas Syahrial.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
Terkini
-
Pinjaman KUR BRI di Bawah Rp100 Juta Tidak Wajib Pakai Agunan? Ini Penjelasannya
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
ASN Bolos, Hak Pensiun Langsung Hilang
-
Aset Kripto Masuk Jurang Merah, Tekanan Jual Bitcoin Sentuh Level Terendah 6 Bulan
-
Rupiah Masuk Zona Hijau Lawan Dolar Amerika, Terangkat Sentimen Ini
-
Prabowo Panggil Dasco 2 Kali Sepekan: Urusan Perut Rakyat Jadi Taruhan
-
Bos OJK: Ada Tiga Cara Perkuat Pasar Modal Indonesia, Ini Kuncinya
-
IHSG Bergerak Dua Arah di Awal Sesi Jumat, Cermati Saham-saham Ini
-
Alasan Menkeu Purbaya Ngotot Gali Pajak dari Ekspor Emas
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik