Taman lumut di Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat. (Antara/Virna Puspa Setyorini)
Indonesia memiliki potensi bahan energi baru terbarukan yang melimpah. Namun, hal tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menjadi bahan bakar nabati.
Vice President Research and Development Direktorat Pengolahan PT. Pertamina (Persero), Eko Wahyu Laksono, mengatakan tanaman lumut yang selama ini diabaikan masyarakat ternyata memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan bakar nabati yang sangat besar.
Pasalnya, menurut Eko, Indonesia memiliki lumut yang banyak. Dari lahan kering 15 juta hektar dikalikan potensi algae 3.800 sampai 4.000 liter per hektar algae. Dari jumlah tersebut, diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan BBM sebanyak 2,5 juta barel per hari.
"Indonesia algae ini saya anggap sebagai yang paling favorit nantinya. Karena kita tahu lumut itu di mana-mana tumbuh. Dan beberapa jenis sudah bisa kita kembangkan dan terbukti di dalam algae ini bisa jadi bahan bakar," kata Eko saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2015).
Eko menjelaskan Pertamina telah melakukan penelitian bahwa lumut berpotensi menjadi bahan bakar nabati mirip dengan solar dengan kualitas standar internasional Euro IV hingga V.
Eko melihat Indonesia bisa menjadi produsen bahan bakar nabati terbesar di dunia melalui pengembangan lumut.
"Potensi alge nabati di Indonesia potensi menjadi produsen minyak nabati terbesar dunia," katanya.
Di negara-negara maju, menurut Eko, lumut dibudidayakan di pantai, tanki air ataupun pipa. Dia mengatakan potensi algae menjadi bahan bakar sangat potensial dan sangat mudah didapatkan.
"Dapatnya mudah, berdasarkan fotosintesi biasa. Ekstraksinya minyak algae ini lebih mudah daripada palm oil (sawit)," kata dia.
Namun, menurut Eko, tidak semua lumut dapat dijadikan bahan bakar nabati. Ada tiga jenis strain algae dari ribuan jenis algae yang ada di negeri ini yang bisa diolah.
Indonesia tidak mengenal panas, semi, tropis sehingga memungkinkan algae tumbuh tanpa kendala musim.
Dia juga menyebut spesifikasi bahan bakar yang dihasilkan dari lumut jauh lebih ramah lingkungan, apalagi jika dibandingkan dengan energi fosil. Dia mengatakan algae mengandung sulfur kurang dari 3 PPM, dan emisi lebih rendah.
"Spesifikasinya lebih bagus, jernih seperti air aqua, itu euro lima kalau sudah jadi BBM," kata dia.
Vice President Research and Development Direktorat Pengolahan PT. Pertamina (Persero), Eko Wahyu Laksono, mengatakan tanaman lumut yang selama ini diabaikan masyarakat ternyata memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan bakar nabati yang sangat besar.
Pasalnya, menurut Eko, Indonesia memiliki lumut yang banyak. Dari lahan kering 15 juta hektar dikalikan potensi algae 3.800 sampai 4.000 liter per hektar algae. Dari jumlah tersebut, diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan BBM sebanyak 2,5 juta barel per hari.
"Indonesia algae ini saya anggap sebagai yang paling favorit nantinya. Karena kita tahu lumut itu di mana-mana tumbuh. Dan beberapa jenis sudah bisa kita kembangkan dan terbukti di dalam algae ini bisa jadi bahan bakar," kata Eko saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2015).
Eko menjelaskan Pertamina telah melakukan penelitian bahwa lumut berpotensi menjadi bahan bakar nabati mirip dengan solar dengan kualitas standar internasional Euro IV hingga V.
Eko melihat Indonesia bisa menjadi produsen bahan bakar nabati terbesar di dunia melalui pengembangan lumut.
"Potensi alge nabati di Indonesia potensi menjadi produsen minyak nabati terbesar dunia," katanya.
Di negara-negara maju, menurut Eko, lumut dibudidayakan di pantai, tanki air ataupun pipa. Dia mengatakan potensi algae menjadi bahan bakar sangat potensial dan sangat mudah didapatkan.
"Dapatnya mudah, berdasarkan fotosintesi biasa. Ekstraksinya minyak algae ini lebih mudah daripada palm oil (sawit)," kata dia.
Namun, menurut Eko, tidak semua lumut dapat dijadikan bahan bakar nabati. Ada tiga jenis strain algae dari ribuan jenis algae yang ada di negeri ini yang bisa diolah.
Indonesia tidak mengenal panas, semi, tropis sehingga memungkinkan algae tumbuh tanpa kendala musim.
Dia juga menyebut spesifikasi bahan bakar yang dihasilkan dari lumut jauh lebih ramah lingkungan, apalagi jika dibandingkan dengan energi fosil. Dia mengatakan algae mengandung sulfur kurang dari 3 PPM, dan emisi lebih rendah.
"Spesifikasinya lebih bagus, jernih seperti air aqua, itu euro lima kalau sudah jadi BBM," kata dia.
Tag
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
6 Fakta Uang Rampasan KPK Dipajang: Ratusan Miliar, Pinjaman Bank?
-
Cara Membuat QRIS untuk UMKM, Ini Syarat yang Harus Dipersiapkan
-
Alasan Menteri Maruarar Sirait Minta SLIK OJK Dihapus atau Pemutihan Pinjol
-
Pesan Bahlil untuk Shell dan Vivo: Walaupun Tidak Menjual Bensin, Kebutuhan Rakyat Tersedia
-
BRI Peduli Sumbang Mobil Operasional Demi Peningkatan Mutu Pendidikan
-
Akui Ada Pengajuan Izin Bursa Kripto Baru, OJK: Prosesnya Masih Panjang
-
Saham AS Jeblok, Bitcoin Anjlok ke Level Terendah 7 Bulan!
-
Baru 3,18 Juta Akun Terdaftar, Kemenkeu Wajibkan ASN-TNI-Polri Aktivasi Coretax 31 Desember
-
BUMN-Swasta Mulai Kolaborasi Perkuat Sistem Logistik Nasional
-
IHSG Lesu Imbas Sentimen Global, Apa Saja Saham yang Top Gainers Hari Ini