Pondok Pesantren di Jawa Timur (Jatim) perlahan mulai beralih dari memasak kebutuhan sehari-hari menggunakan LPG ke kompor biomassa (pellet) yang efisien dan ramah lingkungan.
Salah satunya seperti pondok pesantren Nurul Huda, Bendungan Tengah, Keraton, Pasuruan, Jawa Timur. Selama ini, pondok pesantren ini menggunakan LPG untuk kebutuhan memasak 250 santri putri, bahkan menggunakan minyak tanah bila isi ulang LPG sulit didapat. Sedangkan untuk kebutuhan memasak 200 santri putra pesantren ini menggunakan kayu bakar.
"Kami sangat bahagia bisa menggunakan kompor pellet dari PGN, karena dengan kayu bakar dan minyak tanah biayanya cukup mahal dan asap yang proses pembakaran cukup berbahaya bagi kesehatan para santri. Sedangkan tabung LPG kadang sulit di dapat," kata Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Huda, Gus Nadhimuddin, Selasa (17/5/2016).
Kompor biomassa PGN ini menggunakan bahan bakar berupa pellet. Adapun pellet berasal dari limbah pertanian seperti bonggol jagung, jerami padi, serbuk gergaji, kayu dan lainnya yang melalui proses pemadatan. Dengan 7 ons pellet bisa digunakan untuk memasak sekitar 1-2 jam. Pellet adalah bahan bakar yang merupakan salah satu contoh energi baru terbarukan.
Selain pesantren Nurul Huda, masih ada beberapa lagi pesantren yang mulai beralih menggunakan kompor biomassa. Hal ini merupakan kerjasama antara PT PGN dan pondok pesantren ini digaungkan di sela acara Perhelatan Akbar Silaturahmi Nasional (Silatnas), yang digelar Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) di Taman Candra Wilwatikta, Pasuruan, Jawa Timur pada 13-15 Mei 2016.
"Di luar negeri penggunaan kompor biomassa sudah biasa dilakukan. Kompor Biomassa merupakan adopsi inovasi oleh PGN, untuk mendukung penggunaaan energi baru terbarukan di Indonesia," kata Direktur PGN, Dilo Seno Widagdo.
Kelebihan kompor pellet biomassa ini, tidak menghasilkan asap, sehingga aman bagi kesehatan. Apalagi di Indonesia saat ini sudah ada 14 pabrikan yang memproduksi pellet biomassa, namun karena belum ada pasar di dalam negeri, hampir seluruh produksinya di ekspor ke Korea dan Jepang. Di kedua negara tersebut pellet ini juga digunakan rumah tangga untuk memasak, selain ada sebagian digunakan untuk pembangkit listrik.
Sedangkan untuk kompor biomassa, saat ini sudah ada beberapa produsen kompor lokal yang memproduksi dengan kualitas yang bagus dan harga yang terjangkau. Untuk harga kompor buatan lokal berkisar Rp 400.000.
"Kompornya buatan dalam negeri, ada banyak pabrik yang produksi pellet di berbagai daerah, bahan bakunya dari limbah, tidak ada impor sama sekali. Aman dan tidak menimbulkan asap," kata Dilo.
Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi impor, PGN sedang membangun infrastruktur gas bumi di Jawa Timur termasuk di Pasuruan. Saat ini ada lebih dari 260 pelanggan yang menikmati gas bumi PGN yang efisien dan ramah lingkungan, mulai dari rumah tangga hingga industri.
"Jaringan pipa gas PGN di Pasuruan baru sekitar 189 km, kita akan perluas sehingga rumah tangga, industri, usaha kecil, dan lainnya bisa segera menikmati gas bumi yang hemat dan bisa masak sepuasnya tanpa khawatir kehabisan gas. Kami mohon dukungan masyarakat dan pemerintah daerah Pasuruan, agar infrastruktur pipa di Pasuruan bertambah banyak," tambah Dilo Seno Widagdo.
Adapun di Jawa Timur PGN menyalurkan gas bumi ke lebih dari 20.200 pelanggan, baik itu rumah tangga, UKM, komersial dan industri melalui pipa gas bumi sepanjang sekitar 1000 km.
Sedangkan secara nasional, PGN memiliki dan mengoperasikan pipa gas bumi lebih dari 7.000 km atau setara 76 persen pipa gas bumi nasional.
Berita Terkait
-
Zulhas Dorong Pesantren Dirikan Koperasi Desa, Jadikan Pusat Ekonomi Umat
-
PGAS Terus Kebut Perluasan Jaringan Gas Bumi Rumah Tangga
-
Tantangan Berat Tak Goyahkan PGAS: Catat Laba Bersih Rp2,3 Triliun di Tengah Gejolak Global
-
Danantara Tunjuk 'Ordal' Prabowo jadi Komisaris Utama PGN
-
Proyek Siluman Gas PGN Dibongkar, KPK Periksa Bos Besar PT IAE Soal Deal Uang Muka Rp 240 Miliar
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya