Sehubungan dengan trend kenaikan harga minyak mentah dunia berkisar diangak 52 Dolar Amerika Serikat (AS) – 55 Dolar AS per barrel untuk periode January 2017 – Maret 2017 langsung berdampak terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Kenaikan tersebut mengakibatan terjadinya kenaikan terhadap harga BBM Non Subsidi seperti Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo dan Pertamina Dex.
"BBM tersebut memang harus menyesuaikan dengan harga ke ekonomian mengingat jenis-jenis tersebut merupakan BBM Non PSO," kata Mamit Setiawan, Direktur Executive Energy Watch, dalam keterangan resmi, Rabu (11/1/2017).
Kebijakan kenaikan harga BBM Non PSO sudah diatur dalam Perpres No 191/2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Jual Bahan Bakar Minyak terutama Pasal 15 ayat 2 dimana Harga Indeks Pasar (HIP) BBM Umum ditetapkan Badan Usaha dan dilaporkan pada Mentri ESDM. Hal ini jelas merupakan kewenangan Pertamina selaku badan usaha untuk menaikan harga BBM Non PSO sesuai dengan ke ekonomian dimana melalui Permen ESDM No 39/2014 dibatasi margin Pertamina 5 persen-10 persen.
Implikasi lain dari Perpres no 191/2014 adalah untuk BBM Jenis Tertentu yaitu Solar dan Minyak Tanah dan BBM Penugasan pada wilayah tertentu harganya di tetapkan oleh pemerintah. Seharusnya mengacu kepada Perpres tersebut, pemerintah dalam menentukan harga BBM Premium dan Solar berdasarkan harga keekonomian karena sudah tidak disubsidi lagi, sedangkan Pertamina menjalankan proses distribusi sehingga bisa mencapai semua daerah di Indonesia.
"Namun dalam pelaksanaanya, Pemerintah tidak konsisten dalam menentukan harga BBM Premium maupun Solar yang cendrung bersifat merugikan Pertamina karena harga yang di tetapkan oleh Pemerintah masih di bawah harga pasar. Dampak dari kebijakan tersebut akhirnya mengorbankan Pertamina karena mereka harus menanggung selisih harga yang di tetapkan oleh Pemerintah jika dibandingkan dengan harga keekonomiannya," ujar Mamit.
Berdasarkan acuan Permen ESDM No 39/2015 tersebut, maka setelah dihitung dengan menggunakan formula yang biasa digunakan dan berdasarkan perhitungan Energy Watch untuk MOPS plus Alpha untuk Premium Jamali dengan 54 USD per barrel dan kurs Rp 13.300 maka harganya akan berada di Rp 6500 per liter, sedangkan Non Jamali di angka Rp 6.650. Dengan menggunakan perhitungan seperti ini, maka untuk harga Premium RON 88 harusnya dinaikan sebesar Rp 150 per liternya. Sedangkan untuk Solar perhitungan MOPS 54 USD per barrel dan kurs Rp 13.300 HIP adalah Rp 6.400, jika pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 500 sesuai dengan hasil rapat APBN-P 2016 maka harga jual ke masyarkat adalah Rp 5.900. Harga tersebut sudah termasuk PPn 10 persen, PPBKB 5 persen dan juga iuran BPH Migas 0,3 persen dari harga dasar. "Berdasarkan perhitungan tersebut maka seharusnya harga solar mengalami kenaikan sebesar Rp 750 perliternya," urai Mamit.
Dengan rata-rata konsumsi harian untuk Premium adalah 39.500 kiloliter, maka pontensi kerugian Pertamina selama 3 bulan adalah Rp533 miliar. Sedangkan untuk Solar Subsidi dengan rata-rata konsumsi harian adalah sebesar 36.000 kiloliter maka potensi kerugian Pertamina dari Solar selama 3 bulan adalah Rp2.4 triliun. "Maka total potensi kerugian Pertamina selama Periode Januray 2017 – Maret 2017 adalah sebesar Rp 2.9 triliun," imbuh Mamit.
Belum lagi, dengan disparitas harga yang cukup tinggi antara Premium dengan Pertalite saja, migrasi pengguna Pertalite dan Pertamax kembali ke Premium sangat besar. Hal ini jelas akan menambah beban Pertamina karena konsumsi harian Premium menjadi meningkat kembali.
"Oleh karena itu, kita harus bijak dalam menyingkapi kenaikan harga BBM Non Subsidi/Pertamax series, karena untuk harga BBM PSO PERTAMINA berani mengambil resiko untuk menaggung kerugian akibat tidak dinaikannya harga PREMIUM dan SOLAR Subsidi. Kenaikan harga BBM Non Subdisi seharusnya tidak memberikan dampak signifikan terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok," pungkas Mamit.
Baca Juga: APB3I Minta Relaksasi Ekspor Cuma Untuk Kemajuan Smelter Bauksit
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
-
Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo
-
Proyek Waste to Energy Jangan Hanya Akal-akalan dan Timbulkan Masalah Baru
-
Geger Fraud Rp30 Miliar di Maybank Hingga Nasabah Meninggal Dunia, OJK: Kejadian Serius!
-
Laba PT Timah Anjlok 33 Persen di Kuartal III 2025
-
Kala Purbaya Ingin Rakyat Kaya
-
Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia
-
IHSG Berakhir Merosot Dipicu Aksi Jual Bersih Asing
-
Riset: Penundaan Suntik Mati PLTU Justru Bahayakan 156 Ribu Jiwa dan Rugikan Negara Rp 1,822 T
-
Rupiah Terkapar Lemah di Penutupan Hari Ini ke Level Rp 16.700 per USD