Perkembangan industri ekonomi digital itu ibarat pembuluh darah kapiler dalam tubuh manusia. Jumlahnya besar, tapi secara kasat mata tidak kelihatan. Pernyataan ini muncul dari ekonom Universitas Indonesia, Rhenald Khasali.
"Selama ini banyak pihak yang mengingkari pesatnya pertumbuhan ekonomi digital. Padahal semenjak krisis ekonomi 1998, perekonomian Indonesia berubah. Semenjak peristiwa itu, hampir setiap rumah tangga di Indonesia, salah satu anggota keluarganya ada yang menjadi entrepreneur. Dari jumlah tersebut, tiga puluh persen di antaranya sudah mengembangkan bisnis yang berbasis online," kata Rhenald saat dihubungi oleh Suara.com, Jumat (6/10/2017).
Menurutnya, kalau dulu saat tahun 1998 ekonomi Indonesia ditolong oleh usaha seperti warung warung tradisional, sekarang ekonomi Indonesia ditolong oleh ekonomi digital. "Sekarang usaha kecil seperti sabun herbal, minuman herbal, kanan kecil, kebutuhan rumah tangga, hingga layanan jasa dipasarkan secara online," tambahnya.
Ia mengakui memang belum ada data secara statistik dari regulator manapun. Hal ini disebabkan masyarakat Indonesia belum sepenuhnya percaya untuk melakukan transaksi pembayaran secara online. Jadi meskipun ekonomi digital berkembang pesat, tetapi customer masih mengandalkan pembayaran secara tunai ketika barang yang dibeli secara online sudah tiba.
"Ini disebabkan masih maraknya kasus penipuan di Indonesia," jelasnya.
Soal anggapan Kadin dan Apindo bahwa size ekonomi digital masih kecil, menurutnya penilaian Kadin dan Apindo tidak tepat karena banyak pelaku usaha digital bukan anggota dari Kadin dan Apindo. Memang pelaku usaha ekonomi digital masih kecil skala bisnisnya, tapi jumlahnya banyak. "Sekarang apa yang tidak dipasarkan secara online? Mulai sabun, pijat, sampai bibit tanaman saja udah dijual secara online. Ini yang tidak dilihat oleh Kadin," tegasnya.
Jadi menurutnya, memang terjadi perubahan dalam masyarakat Indonesia. Bukan karena daya beli lemah sehingga kini banyak mal dan ritel konvensional jadi sepi.
Ia mengaku khawatir kalau dianggap ekonomi Indonesia dianggap lesu karena lemahnya daya beli. Akibatnya pemerintah malah fokus untuk memberikan insentif fiskal dan moneter. Padahal problemnya bukan disitu. "Tetapi bagaimana pemerintah semaksimal mungkin mendorong pengembangan ekonomi digital melalui kebijakan," tutupnya.
Baca Juga: Jokowi Minta BUMN Dorong Ekonomi Digital
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
-
BBM RI Dituding Mahal Dibandingkan Malaysia, Menkeu Purbaya Bongkar Harga Jual Pertamina
-
Menkeu Purbaya Punya Utang Rp55 Triliun, Janji Lunas Oktober
Terkini
-
Purbaya Sidak Bank Himbara Secara Acak, Ini 2 Hal yang Dicari
-
DPR Cecar Menkeu Purbaya, Diminta Jangan Cepat Percaya Laporan Anak Buah
-
Diisukan Renggang dengan Deddy Corbuzier, Sabrina Chairunnisa Punya Deretan Bisnis Sukses
-
Nilai Tukar Rupiah Menguat pada Penutupan Perdagangan Selasa
-
IHSG Anjlok Hari Ini Imbas ADB Turunkan Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
-
Bye-bye Ganti Aplikasi! Vidio Hadirkan Fitur Belanja di Shopee Sambil Nonton
-
Pemerintah Siapkan 'Kado' Nataru, Stimulus Ekonomi ke-3 Siap Guyur Tiket Murah hingga PPN
-
BUMN Ngeluh Subsidi Belum Dibayar Kemenkeu, Purbaya: Suruh Menghadap Saya!
-
Anggaran Subsidi Energi Bocor, Menkeu Purbaya Akui Selama Ini Tak Tepat Sasaran
-
BBM RI Dituding Mahal Dibandingkan Malaysia, Menkeu Purbaya Bongkar Harga Jual Pertamina