Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia mengadakan kegiatan "Evaluasi 3 Tahun Jokowi-JK dan Launching Posko Pengawasan Nawacita". Diskusi publik dan Launching ini diadakan di KeKini, Cikini, Jakarta Pusat, pada hari Jumat (20/10/2017). Kegiatan diawali dengan Launching Posko Pengawasan Nawacita oleh Sahat Martin Philip Sinurat selaku Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI.
"Kita menginginkan agar pengawasan terhadap keberjalanan pemerintahan ini terus berkesinambungan dan tidak hanya menjadi momentum tahunan setiap tanggal 20 Oktober saja. Beberapa fokus isu antara lain reforma agraria, desa dan pertanian, korupsi, persoalan perempuan, penegakan hukum dan penyelesaian kasus HAM, maritim, dan persoalan intoleransi," ujar Sahat dalam mengawali acara.
Menurut Sahat, selama ini cabang-cabang GMKI sudah melakukan fungsi pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. Adanya Posko ini akan semakin menguatkan fungsi kontrol mahasiswa karena pengawasan pelaksanaan Nawacita akan dilakukan secara berkala dan sesuai kondisi yang terjadi di daerah.
"Agenda Nawacita adalah janji rezim ini yang harus dipenuhi hingga akhir periode. GMKI ingin memastikan pembangunan benar-benar dilakukan untuk segenap rakyat Indonesia," ujar Sahat menutup sambutannya.
Acara berikutnya adalah diskusi publik dengan tema "Nawacita: Menjawab Tantangan Global, Mendorong Pembangunan yang Berkeadilan". Diskusi diawali oleh Abetnego Tarigan, pembicara pertama yang merupakan Tenaga Ahli kedeputian II Kantor Staf Presiden.
"Saat ini capaian pemerintah memang masih jauh dari target, karena target pemerintah memang tinggi. Contohnya target pemerintah untuk akses hutan sosial 12juta hektar, baru tercapai 1,7juta hektar. Pembangunan infrastruktur masih dalam proses pengerjaan. Sampai saat ini pemerintah melaksanakan progress yang baik dalam meningkatkan kebutuhan masyarakat Indonesia walaupun belum mencapai target sebab targetnya besar, dan masa pemerintahan masih berjalan tiga tahun," ujar Abetnego.
Pembicara kedua, Roni Septian dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), mengatakan bahwa pemerintah masih menggunakan skema alokasi top-down sehingga menimbulkan beberapa permasalahan seperti pengalihan lahan dari sorgam ke padi di NTT yang mengakibatkan hilangnya identitas budaya.
"Permasalahan dalam konflik agraria tidak semata-mata selesai dengan sertifikasi. Pemerintah harus hadir dalam penyelesaian konflik agraria, sehingga, reforma agraria yang sebenarnya dapat terwujud," ujar Direktur Advokasi Kebijakan KPA tersebut.
Pembicara berikutnya, Asfinawati dari YLBHI menyampaikan bahwa saat ini masih banyak permasalahan yang secara politik harus disikapi oleh Pemerintah. Beberapa catatan yang diberikan antara lain hukuman mati yang berlaku saat ini sudah tidak manusiawi. Selain itu terjadi pelemahan pemberantasan korupsi.
Baca Juga: Menurut Jokowi, Ini yang Membuat Negara Lain Iri Pada Indonesia
"Intoleransi dan radikalisme semakin meningkat, juga pelibatan TNI yang kebablasan dalam aktivitas sipil. Penuntasan pelanggaran HAM tidak mungkin dilaksanakan oleh Menkopolhukam yang diidentifikasikan sebagai pelaku dalam beberapa dokumen resmi. Keraguan atas kepatuhan pemerintah kepada putusan pengadilan, sebagai contoh dalam kasus Kendeng, Reklamasi Teluk Benoa, dan lainnya," ungkap Ketua YLBHI tersebut.
Jainal Pangaribuan yang merupakan pengamat pertanian menilai positif pemerintahan saat ini.
"Swasembada pangan yang murni dari dalam masyarakat secara berdikari baru tercipta pada masa pemerintahan ini. Walaupun kemudian masih ada yang menilai bahwa pemerintah belum menjadikan pertanian sebagai modal utama untuk penyejahteraan rakyat," ujar alumni IPB ini.
Menurut Berly Martawardaya yang merupakan Direktur Program INDEF, pemerintah baru dapat mengurangi 0,26 persen kemiskinan. Selain itu, sampai saat ini tidak ada data produksi yang akurat mengenai hasil produksi Indonesia.
"Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, ijin usaha di setiap pemerintahan daerah harus didorong untuk satu atap. Pemda juga didorong agar mengatasi kemiskinan," ujar Ekonom UI ini.
Berly menambahkan, pemerintah telah melakukan perbaikan infrastruktur, dan ijin-ijin usaha yang sudah membaik meskipun masih jauh dibandingkan ijin usaha dinegara lain. Namun percepatan peningkatan skill sumberdaya manusia perlu gencar dilakukan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 7 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Alpha Arbutin untuk Hilangkan Flek Hitam di Usia 40 Tahun
- 7 Pilihan Parfum HMNS Terbaik yang Wanginya Meninggalkan Jejak dan Awet
Pilihan
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
Terkini
-
Bahlil Blak-blakan Hilirisasi Indonesia Beda dari China dan Korea, Ini Penyebabnya
-
Purbaya Akui Pertumbuhan Ekonomi Q3 2025 Lambat, Tapi Warga Mulai Percaya Prabowo
-
Rupiah Membara Taklukan Dolar AS di Penutupan Hari Ini
-
Bahlil Sindir SPBU Swasta Soal BBM Etanol: Jangan Dikira Kita Tidak Paham
-
8.000 Warga Kurang Mampu di Berbagai Daerah Bakal Nikmati Sambungan Listrik Gratis
-
Utang Menggunung di Balik Kemegahan Kereta Cepat, Siapa yang Tanggung Jawab?
-
Lowongan Kerja Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP): Tersedia 16 Posisi
-
DBS Foundation dan Dicoding Cetak Talenta Digital Inklusif Lewat Program Coding Camp
-
Wamen Investasi Bujuk Menkeu Purbaya Relaksasi Pajak Sektor Pertambangan
-
Purbaya Temui LPDP usai Diminta Prabowo Uang Sitaan Korupsi Rp 13 Triliun buat Beasiswa