Suara.com - Masuknya perusahaan baru yaitu VIVO pada bulan Oktober 2017 tak dipersoalkan oleh pihak PT Pertamina. VIVO diketahui mengelola SPBU yang menjual BBM Premium jenis RON (Research Octane Number) 89 lebih murah dibanding harga jual SPBU Pertamina.
Namun dampak persaingan harga murah yang ditawarkan SPBU VIVO kepada konsumen di wilayah Jawa, Madura dan Bali ini terhadap kinerja Pertamina akan berpengaruh beberapa bulan atau periode yang akan datang, termasuk jika VIVO juga diberikan izin untuk memasarkan Premium jenis RON 89 ini ke seluruh Indonesia dan wilayah penugasan BBM satu harga.
"Sebagaimana diketahui publik bahwa produk BBM berbagai jenis, baik RON 88,89,90,91 dan 92 memang sudah memasuki era persaingan pasar bebas, dan beberapa perusahaan swasta asing pun sudah lama beroperasi di wilayah Indonesia, seperti SPBU Shell dan Total," kata Ekonom Konstitusi Defiyan Cori, saat dihubungi oleh Suara.com, Jumat (17/11/2017).
Namun, kedua SPBU yang lebih awal beroperasi ini tidak memasarkan premium jenis RON 88 dan 89, melainkan RON diatasnya atau kualitas polutannya lebih rendah. Apabila hadirnya SPBU VIVO adalah untuk memberikan pelayanan optimum pada masyarakat konsumen dengan harga lebih murah, maka analisa yang disampaikan oleh mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi di sebuah media memperoleh pembenaran, bahwa harga premium 6.100 ini lebih murah dibanding dengan harga jual SPBU Pertamina.
Hanya saja kalkulasi yang digambarkan dalam tulisan tersebut bisa menjadi keliru (misleading) dengan data dan informasi harga bahan mentah yang sebenarnya. Dengan menyampaikan bahwa harga jual SPBU Pertamina yang lebih mahal Rp350 per liter, maka disebutkan rakyat sebagai pihak yang menanggung kemahalan sebesar Rp96,8 Milyar per hari dan jika satu tahun kemahalan yang ditanggung menjadi Rp33,34 triliun.
Menurutnya, kalkulasi ini tidaklah tepat dan benar dengan hanya membandingkan harga jual konsumen akhir dari premium jenis RON 88 dan 89 yang dijual oleh Pertamina dan VIVO. Seharusnya hitungan harga jual ini tidak dihitung berdasar perolehan harga dasar minyak mentah dunia yang dipakai oleh pengamat ekonomi energi dari UGM tersebut yaitu US$ 50 per barel (1 barel = 159 liter) dengan kurs Rp 13.560 per dollar USA.
Hitungan ini sama sekali salah, sebab harga US$ 50 per 159 liter ini adalah harga minyak mentah Crude, yaitu yang keluar dari dalam bumi dan harganya tergantung kepada banyak sedikitnya impurities. Apabila minyak ini masih banyak mengandung sulfur maka disebut sour dan harganya lebih murah. Sedang harga yang sudah ditetapkan oleh Pertamina dan VIVO adalah produk gasoline sebagai hasil pengolahan minyak mentah yang keluar dari kilang.
"Jadi, informasi kalkulasi adanya beban kemahalan telah ditanggung oleh rakyat konsumen yang disampaikan adalah opini sesat dan menyesatkan publik.
Harga sesudah pengolahan berdasar informasi di website Nasdaq pada tanggal 27 Oktober 2017 adalah $ 1.747/gallon (belum termasuk biaya terminal, transportasi,PBBKB,iuran BPH,PPN, marjin terminal, marjin investor), satu galon adalah 3.785 liter, jika asumsi 1 (satu) dollar USA adalah Rp 13.560, maka harga minyak olahan (gasoline) yaitu : US$ 1.747/3.785 liter x Rp 13.560 = Rp 6.258,74 per liter," jelasnya.
Baca Juga: Tonton Film Horor "KTKM" yang Dibintanginya, Wizzy Malah Parno
Ia menjelaskan dengan hitungan harga gasoline ini saja, dan tanpa ada beban biaya tambahan lain pembentuk harga jual ke konsumen sesuai Perpres 191 Tahun 2014, maka harga jual SPBU VIVO sudah tak masuk akal sebesar Rp 6.100, sebab ada selisih sebesar Rp 158,74. Dengan harga gasoline sebesar Rp 6.258,74 per liter, ditambah marjin dan biaya 20 persen, PPN 10 persen, PBBKB 5 persen, maka harga jual eceran premium jenis RON 88 tentu lebih besar dari Rp 6.450 atau Pertamina memberikan subsidi sebesar lebih dari Rp 200 per liter kepada rakyat konsumen
Harga dasar Pertamina sebelum ditetapkan sebagai harga jual eceran ke rakyat konsumen adalah mengacu pada harga keekonomian dunia. Jadi, membahas harga BBM murah dan mahal secara terminologi adalah sangat relatif dan bisa diperdebatkan (debateable). Dalam konteks Pertamina sebagai perseroan dan BUMN, maka kehadiran dan eksistensinya tak bisa dipisahkan dari perintah dan amanat konstitusi.
"Jadi, keuntungan dan kerugian Pertamina sebagai BUMN adalah soal bagaimana mengelola perseroan ini tetap bertahan dalam jangka panjang," tutupnya.
Berita Terkait
-
Perbandingan Spesifikasi realme 15 5G vs vivo V60 Lite 5G, Bagus Mana?
-
vivo X300 Ultra Bakal Meluncur Global, Siap Tantang HP Flagship dari Samsung, Oppo, dan Xiaomi
-
Vivo X300 Rilis di Eropa dengan Baterai Lebih Kecil, Lanjut ke Indonesia?
-
Stok BBM SPBU BP-AKR Normal Kembali Setelah Sebulan Kosong: Shell dan Vivo Menyusul?
-
Vivo X300 Vs. Xiaomi 17: HP Fragship Adu Cepat, Adu Kamera dan Baterai!
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
Terkini
-
OJK: Generasi Muda Bisa Bantu Tingkatkan Literasi Keuangan
-
Rupiah Terus Amblas Lawan Dolar Amerika
-
IHSG Masih Anjlok di Awal Sesi Rabu, Diproyeksi Bergerak Turun
-
Sowan ke Menkeu Purbaya, Asosiasi Garmen dan Tekstil Curhat Importir Ilegal hingga Thrifting
-
Emas Antam Merosot Tajam Rp 26.000, Harganya Jadi Rp 2.260.000 per Gram
-
BI Pastikan Harga Bahan Pokok Tetap Terjaga di Akhir Tahun
-
Hana Bank Ramal Dinamika Ekonomi Dunia Masih Panas di 2026
-
Trend Asia Kritisi Proyek Waste to Energy: Ingatkan Potensi Dampak Lingkungan!
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat