Suara.com - Setelah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan dan RUU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan disahkan DPR RI, Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan sosialisasi kepada stakeholder sektor pertanian.
"Penyusunan RUU ini didasarkan pada upaya untuk meningkatkan peran petani dalam pembangunan pertanian dengan tidak mengesampingkan perlindungan kepada masyarakat," ujar Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, saat menyampaikan sambutan dalam Sosialisasi RUU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, serta RUU tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Amran menegaskan, pemerintahan Joko Widodo memiliki komitmen kuat untuk berpihak kepada petani kecil. Tak hanya terlibat dalam penyusunan RUU yang berpihak kepada petani kecil, pemerintah melalui Kementan juga telah melakukan sejumlah program terobosan yang menitikberatkan pada upaya peningkatan kesejahteraan petani.
"Kami melakukan refocusing anggaran Kementan. Rehabilitas kantor senilai Rp 200 miliar, kami cabut. Sekarang anggaran kami fokuskan untuk sarana dan prasarana pertanian. Semua itu dilakukan untuk membantu petani," jelas Amran.
Melalui RUU tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, Amran memastikan bahwa petani kecil akan semakin dilindungi. Sesuai ketentuan dalam RUU tersebut, pemerintah wajib berupaya untuk meringankan beban petani kecil berlahan sempit, yang budi daya tanamannya gagal panen, karena bencana alam.
"Sebagaimana diatur dalam pasal 57, pemerintah pusat dan daerah wajib berupaya meringankan beban petani kecil yang mengalami gagal panen, yang tidak ditanggung oleh asuransi pertanian," tandas Amran.
Petani kecil pun akan mendapatkan prioritas dalam subsidi pupuk. Pada RUU yang baru, disebutkan, pemerintah dan pemda dapat mendanai sarana budi daya pertanian untuk petani kecil, sesuai dengan program pengentasan kemiskinan, kedaulatan pangan, pemberantasan narkoba, penanggulangan terorisme dan subsidi pupuk.
"Jadi tidak benar bila dikatakan RUU ini tidak berpihak pada petani kecil. Pemerintah mengatur ini, agar ruang inovasi petani terbuka dan dilindungi UU," tambah Amran.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Agung Hendriadi menyebutkan, penyusunan RUU ini dimulai dengan naskah akademik yang mendalam oleh DPR, dengan melibatkan para ahli dari berbagai perguruan tinggi, para pakar, pemerhati pertanian, praktisi, dan pelaku usaha, kalangan organisasi profesi, serta organisasi kemasyarakatan.
Baca Juga: Kementan Dukung Pengembangan Pertanian Korporasi Berbasis Mekanisasi
Begitu pula pemerintah, yang menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU.
Budi daya pertanian saat ini masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman. Setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, substansi mengenai hortikultura dan perkebunan tidak lagi mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992, karena substansi mengenai pupuk, pestisida, dan alat dan mesin pertanian belum diatur dalam Undang-Undang tersebut.
"Substansi pupuk, pestisida, dan alat dan mesin pertanian secara garis besar diatur dalam RUU ini," tegas Agung.
Selain itu menurut Agung, RUU ini juga melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-X/2012 yang mengecualikan petani kecil dari perizinan dalam melakukan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik.
Wasekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Arif Rahman menyambut positif hadirnya RUU tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Menurutnya, RUU ini akan semakin mendorong petani untuk berinovasi dengan menghasilkan varietas-varietas baru.
"Menurut saya, RUU ini sangat membantu petani kecil. Kita temui di daerah, banyak petani yang melakukan pemuliaan benih. RUU ini akan mendorong inovasi di tingkat petani," jelas Arif.
Berita Terkait
-
Hingga September 2019, Realisasi Asuransi Usaha Tani Padi Capai 60 Persen
-
Irigasi yang Dibangun Pemerintah Mampu Perluas Area Tanam
-
Kementan Lihat secara Langsung Proses Olah Tanah di Provinsi Riau
-
Kemarau Panjang, Petani Gunungkidul Panen Kedelai
-
Hadapi Kemarau, Embung Jadi Solusi untuk Mengairi Lahan
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya