Suara.com - Pemerintah menyatakan, saat ini defisit anggaran yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah mencapai titik yang kronis karena mengalami tekor mencapai Rp 32 triliun.
Salah satu penyebab tekornya BPJS Kesehatan adalah soal struktur iuran BPJS masih di bawah perhitungan aktuaria atau underpriced.
Selain itu banyak dari para Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dari sektor mandiri atau informal yang hanya mendaftar pada saat sakit lalu berhenti membayar iuran setelah mendapatkan layanan kesehatan.
Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Mishbakun mengatakan, tekornya BPJS Kesehatan tidak bakal terjadi jika pemerintah punya komitmen yang tinggi dalam mengumpulkan pajak, tapi saat ini shortfall atau kekurang penerimaan pajak sangat besar sehingga memberi ruang keterbatasan pemerintah dalam mengeksekusi sebuah program sosial seperti BPJS Kesehatan.
"Kalau kita lihat defisit APBN seandainya tercapai Rp 90 triliun angka Rp 32 triliun adalah angka yang bisa diatasi apabila penerimaan (pajak optimal), apabila beban utang biaya bunga bisa diperkecil, maka kita juga punya kemampuan mengurangi bunga utang dan gunakan untuk membayar jaminan sosial rakyat," kata Mishbakun dalam rapat gabungan antar Komisi bersama Pemerintah terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan di Ruang Pansus B, DPR RI, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Padahal, menurut Politikus asal Madura itu, negara harus hadir dalam setiap kesulitan yang dihadapi masyarakat, seperti halnya soal jaminan sosial kesehatan ini.
Menurutnya jika pemerintah bisa mengelola anggaran APBN yang baik dan benar masalah tekornya BPJS Kesehatan tidak akan pernah terjadi.
"Kita dituntut tanggung jawab keseluruhan bahwa kita tidak hanya bicara soal gimana belanja tapi optimalkan penerimaan termasuk perkuat governance, cara mengelola APBN. Ini pesan dasar dalam amanat konstitusi sebagai negara yang punya cita cita sejahterakan rakyat," kata dia.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit BPJS Kesehatan sudah dalam tahap yang mengkhawatirkan bahkan dirinya menyebut defisit tersebut sudah sangat kronis, sehingga perlu diselamatkan.
Baca Juga: Seru, Rapat DPR-Pemerintah Soal Kenaikan Iuran BPJS Hujan Interupsi
Hal tersebut dikatakan Sri Mulyani dalam rapat gabungan lintas komisi bersama dengan pemerintah, di Ruang Pansus B DPR RI, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
"BPJS Kesehatan sudah sangat kronis tadi disampaikan bahwa defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 32 triliun, ini sangat besar sekali, kata Sri Mulyani dalam rapat tersebut.
Untuk itu kata Sri Mulyani perlu adanya perubahan iuran BPJS Kesehatan untuk semua kelas, baik Kelas 1, Kelas 2 dan Kelas. Apalagi kata Sri Mulyani sejak tahun 2014 iuran BPJS Kesehatan tidak pernah naik.
Sri Mulyani menambahkan pemerintah sudah membantu mengatasi masalah defisit ini dengan penyuntikan dana tambahan sebesar Rp 13,5 triliun pada Desember 2019 lalu, tapi meski sudah disuntik tambahan Sri Mulyani mengatakan BPJS Kesehatan masih mengalami defisit.
"Kami sudah mentransfer Rp 13,5 triliun kepada BPJS sebelum akhir 2019 ini untuk mengurangi defisit yang katanya estimasi BPJS awalnya Rp 32 triliun kenaikan tersebut masih menyisakan defisit," kata Sri Mulyani.
"Meskipun sudah diberikan Rp 13,5 triliun masih gagal bayar Rp 15,5 triliun situasi sekarang BPJS masih defisit makanya BPJS sudah menulis surat kepada kami untuk minta seluruh PB (penerima bantuan) di tahun 2020 di bayar di depan," tambah Sri Mulyani.
Berita Terkait
-
Seru, Rapat DPR-Pemerintah Soal Kenaikan Iuran BPJS Hujan Interupsi
-
Sri Mulyani Sebut Kondisi BPJS Kesehatan Sudah Sangat Kronis
-
DPR Minta Iuran BPJS Kesehatan Turun, Sri Mulyani Kekeuh Harus Naik
-
Cara Cek Tagihan BPJS Kesehatan dengan Teknologi Modern
-
Tarif Non-BPJS Naik, Kunjungan Puskesmas di Sleman Sempat Berkurang
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Usai BNI, Menkeu Purbaya Lanjut Sidak Bank Mandiri Pantau Anggaran Rp 200 T
-
Bursa Kripto Global OKX Catat Aset Pengguna Tembus Rp550 Triliun
-
Jadi Duta Mobile JKN di Kupang, Pemuda Ini Bagikan Edukasi Memanfaatkan Aplikasi Layanan Kesehatan
-
IHSG Tetap Perkasa di Tengah Anjloknya Rupiah, Ini Pendorongnya
-
Sidak Bank Mandiri, Menkeu Purbaya Mengaku Dimintai Uang Lagi untuk Kredit Properti dan Otomotif
-
Ini Dampak Langsung Kebijakan Menkeu Purbaya Tak Naikkan Cukai Hasil Tembakau
-
Bank Indonesia Dikabarkan Jual Cadangan Emas Batangan 11 Ton, Buat Apa?
-
Rupiah Ditutup Ambruk Hari Ini Terhadap Dolar
-
Pertamina Klaim Vivo dan BP Siap Lanjutkan Pembicaraan Impor BBM
-
Singgung Situasi Global, SBY: Uang Lebih Banyak Digunakan untuk Kekuatan Militer, Bukan Lingkungan