Suara.com - Pasar minyak mentah dunia pada pekan ini diperkirakan bakal bergerak di jalur ketidakpastian. Harga minyak dunia akan diterpa isu perang antara Rusia-Ukraina dan perluasan penguncian terkait Covid di China.
Minyak mentah berjangka Brent dan West Texas Intermediate (WTI) melonjak minggu lalu. Kedua tolok ukur tersebut masing-masing melambung 11,5 persen dan 8,8 persen di tengah ekspektasi bahwa sanksi terhadap Rusia akibat menginvasi Ukraina akan mulai menggigit ekspor dan produksinya.
Brent ditutup pada posisi USD120,65 per barel dan minyak mentah WTI berakhir di USD113,90 per barel pada Senin (28/3/2022) pagi Wib.
Analis minyak meyakini pasar akan berjuang untuk menemukan pasokan yang cukup dalam beberapa bulan mendatang karena ekspor Rusia diperkirakan turun dari 1 juta hingga 3 juta barel per hari.
Rusia adalah eksportir minyak mentah terbesar kedua di dunia.
Sementara itu pemerintahan Biden sedang mempertimbangkan pelepasan minyak kembali dari Strategic Petroleum Reserve Amerika yang bisa lebih besar dari penjualan 30 juta barel awal bulan ini.
Secara total, Amerika dan anggota lainnya di Badan Energi Internasional (IEA) melepaskan sekitar 60 juta barel dari cadangan.
"Mereka pasti memiliki kapasitas untuk melakukan lebih banyak lagi - mereka (anggota IEA) memiliki sekitar 1,5 miliar barel persediaan SPR. Dengan segala cara, ini adalah ide keseluruhan SPR, untuk memberikan bantuan di masa darurat," kata Natasha Kaneva, Kepala Riset Komoditas JP Morgan dikutip CNBC, Senin (28/3/2022).
Sedangkan penyebaran cepat kasus virus korona di China dapat memukul permintaan. Pusat keuangan China di Shanghai, Minggu, mengatakan akan mengunci kota itu dalam dua tahap untuk melakukan pengujian Covid-19 selama periode sembilan hari, setelah melaporkan rekor harian baru untuk infeksi tanpa gejala.
Baca Juga: Gara-Gara Harga Minyak Dunia Melonjak, Alvin Lie Khawatir Harga Tiket Pesawat dan Kereta Ikut Naik
JP Morgan pekan lalu menurunkan ekspektasinya untuk permintaan minyak kuartal kedua di China sebesar 520.000 barel per hari menjadi 15,8 juta barel per hari.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Pakar Ingatkan Risiko Harga Emas, Saham, hingga Kripto Anjlok Tahun Depan!
-
DPR Tegaskan RUU P2SK Penting untuk Mengatur Tata Kelola Perdagangan Aset Kripto
-
Mengapa Rupiah Loyo di 2025?
-
Dukungan LPDB Perkuat Layanan Koperasi Jasa Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
-
LPDB Koperasi Dukung Koperasi Kelola Tambang, Dorong Keadilan Ekonomi bagi Penambang Rakyat
-
Profil Agustina Wilujeng: Punya Kekayaan Miliaran, Namanya Muncul di Kasus Chromebook
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina