Suara.com - Harga minyak dunia bergerak lebih tinggi dalam perdagangan yang naik turun pada Senin, karena para pedagang fokus pada pasokan yang ketat atas perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Mengutip CNBC, Selasa (21/6/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melonjak USD1,01, atau 0,9 persen menjadi USD114,13 per barel. Brent jatuh 7,3 persen pekan lalu untuk penurunan mingguan pertama dalam lima pekan.
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate terakhir diperdagangkan naik 61 sen, atau 0,56 persen menjadi USD110,17 per barel, dalam perdagangan yang relatif tenang, karena long weekend di AS.
Harga WTI merosot 9,2 persen pekan lalu untuk penurunan pertama dalam delapan minggu.
"Kita memiliki dua narasi yang benar-benar bersaing," kata konsultan minyak Houston, Andrew Lipow. "Salah satunya adalah sanksi terhadap pasokan Rusia (mendukung harga). Di sisi lain, kita melihat harga yang tinggi mengakibatkan tekanan pada permintaan." Tambah Andrew.
Senin, harga Brent menyentuh level terendah dalam sebulan sebelum pulih kembali.
"Pasokan akan tetap ketat dan terus mendukung harga minyak yang tinggi. Norma bagi ICE Brent masih di sekitar USD120," kata analis PVM, Stephen Brennock.
"Kasus bullish tetap jauh lebih meyakinkan," kata Craig Erlam, analis OANDA.
Analis dan investor meyakini resesi lebih mungkin terjadi setelah Federal Reserve, Rabu lalu, menyetujui kenaikan suku bunga terbesar dalam lebih dari seperempat abad guna menahan lonjakan inflasi.
Baca Juga: Usai Naik Beberapa Hari, Harga Minyak Kini Anjlok 6 Persen
Pendekatan pengetatan serupa oleh Bank of England dan Swiss National Bank minggu lalu pun terjadi.
"Penurunan harga yang tajam pada Jumat lalu dapat dilihat sebagai reaksi tertunda terhadap kekhawatiran tentang resesi yang membebani harga komoditas lain untuk beberapa waktu," kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.
Kendati impor minyak mentah China dari Rusia sepanjang Mei melambung 55 persen dari tahun sebelumnya ke rekor tertinggi, menggeser Arab Saudi sebagai pemasok utama, kuota ekspor China mengakibatkan penurunan ekspor produk minyak.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
- 5 Promo Asus ROG Xbox Ally yang Tidak Boleh Dilewatkan Para Gamer
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Baterai Besar Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
Terkini
-
Dari Buku Lahir Harapan, Anak TBM Kolong Ciputat Gembira Bersama PNM Peduli
-
Bahlil Sindir Menkeu Purbaya soal Subsidi LPG 3Kg: Mungkin Menterinya Salah Baca Data Itu!
-
Rapat Paripurna Sepakat RUU P2SK Jadi Usulan DPR
-
Setelah Dua Hari Anjlok, Akhirnya IHSG Menghijau Didorong Penguatan Rupiah
-
Profit BUMN Bisa Jadi Modal untuk Investasi di Sektor Energi Terbarukan
-
Kandungan Etanol Bikin Vivo dan BP Gagal Beli BBM Pertamina, Patra Niaga: Sudah Lazim
-
Nasib KFC: Tutup 19 Gerai dan PHK 400 Pekerja
-
Freeport Berhenti Beroperasi Sementara, Fokus Temukan 5 Karyawan yang Terjebak Longsor
-
Kelakar Mau Dipukul Bupati, Menkeu Purbaya: Transfer ke Daerah Dipangkas Biar Bersih dan Efektif
-
Menkeu Purbaya Sebut Pemerintah Mau Buat Kawasan Industri Hasil Tembakau