Suara.com - Sebagian besar bank sentral Asia harus memperketat kebijakan moneter karena kenaikan harga-harga komoditas dan depresiasi mata uang mereka, didorong kenaikan suku bunga AS yang kuat, mendorong inflasi di atas target mereka, menurut IMF.
Namun, China dan Jepang adalah pengecualian, lantaran pemulihan ekonomi lebih lemah, kendur tetap substansial dan inflasi tidak meningkat tajam seperti di tempat lain, kata Krishna Srinivasan, direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Kamis (13/10/2022).
"Banyak mata uang Asia terdepresiasi "cukup tajam" karena pengetatan moneter AS menyebabkan melebarnya perbedaan suku bunga, membantu mendorong biaya impor untuk negara-negara tersebut,"sebut IMF.
"Sementara baseline kami adalah inflasi mencapai puncaknya pada akhir tahun, depresiasi nilai tukar yang besar dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi dan persistensi yang lebih besar, terutama jika suku bunga global naik lebih kuat, dan memerlukan pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat di Asia," kata Srinivasan. dalam konferensi pers selama pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington.
"Depresiasi mata uang yang besar dan kenaikan suku bunga juga dapat memicu tekanan keuangan di negara-negara Asia dengan utang yang tinggi," kata Srinivasan.
"Asia saat ini menjadi debitur terbesar di dunia selain sebagai penabung terbesar, dan beberapa negara berisiko tinggi mengalami debt distress," sambung dia.
IMF dalam keterangannya kepada Reuters mengatakan, sebagian besar kenaikan utang Asia terkonsentrasi di China, tetapi juga terlihat di ekonomi lain, Sanjaya Panth, wakil direktur Departemen Asia dan Pasifik.
"Beberapa bentuk tekanan pasar tidak dapat dikesampingkan. Tetapi posisi yang relatif kuat dari banyak ekonomi memberi kita kenyamanan," demikian lanjutan keterangan itu, menunjuk pada tingkat utang luar negeri yang rendah, cadangan yang lebih tinggi, dan sistem keuangan yang tangguh.
"China dan Jepang adalah pengecualian, di mana pemulihan ekonomi lebih lemah, kendur tetap substansial dan inflasi tidak meningkat tajam seperti di tempat lain," kata Krishna Srinivasan, direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Kamis (13/10/2022).
Baca Juga: Bandara Suvarnabhumi Bangkok, Bandara Terangker se-Asia Tenggara
Banyak mata uang Asia terdepresiasi "cukup tajam" karena pengetatan moneter AS menyebabkan melebarnya perbedaan suku bunga, membantu mendorong biaya impor untuk negara-negara tersebut, katanya.
"Sementara baseline kami adalah inflasi mencapai puncaknya pada akhir tahun, depresiasi nilai tukar yang besar dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi dan persistensi yang lebih besar, terutama jika suku bunga global naik lebih kuat, dan memerlukan pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat di Asia," kata Srinivasan. dalam konferensi pers selama pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington.
Depresiasi mata uang yang besar dan kenaikan suku bunga juga dapat memicu tekanan keuangan di negara-negara Asia dengan utang yang tinggi, kata Srinivasan.
"Asia saat ini menjadi debitur terbesar di dunia selain sebagai penabung terbesar, dan beberapa negara berisiko tinggi mengalami debt distress," katanya.
Sebagian besar kenaikan utang Asia terkonsentrasi di China, tetapi juga terlihat di ekonomi lain, Sanjaya Panth, wakil direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara pada Kamis (13/10/2022).
"Beberapa bentuk tekanan pasar tidak dapat dikesampingkan. Tetapi posisi yang relatif kuat dari banyak ekonomi memberi kita kenyamanan," katanya, menunjuk pada tingkat utang luar negeri yang rendah, cadangan yang lebih tinggi, dan sistem keuangan yang tangguh.
Berita Terkait
-
IMF Prediksi Negara Berkembang Alami Guncangan Ekonomi Hebat, Indonesia Termasuk?
-
Ikut TC Timnas Indonesia U-20, Hokky Caraka Minta Dukungan dan Doa dari Fans PSS Sleman
-
Media Vietnam Soroti Masalah Ganda Timnas Indonesia Jelang Piala Dunia U-20 2023
-
Fakhri Husaini Tanggapi Kegagalan Timnas Indonesia U-17 Malah Kena Semprot Netizen
-
Bandara Suvarnabhumi Bangkok, Bandara Terangker se-Asia Tenggara
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Alasan Menteri Maruarar Sirait Minta SLIK OJK Dihapus atau Pemutihan Pinjol
-
Pesan Bahlil untuk Shell dan Vivo: Walaupun Tidak Menjual Bensin, Kebutuhan Rakyat Tersedia
-
BRI Peduli Sumbang Mobil Operasional Demi Peningkatan Mutu Pendidikan
-
Akui Ada Pengajuan Izin Bursa Kripto Baru, OJK: Prosesnya Masih Panjang
-
Saham AS Jeblok, Bitcoin Anjlok ke Level Terendah 7 Bulan!
-
Baru 3,18 Juta Akun Terdaftar, Kemenkeu Wajibkan ASN-TNI-Polri Aktivasi Coretax 31 Desember
-
BUMN-Swasta Mulai Kolaborasi Perkuat Sistem Logistik Nasional
-
IHSG Lesu Imbas Sentimen Global, Apa Saja Saham yang Top Gainers Hari Ini
-
Gaji PNS Naik Tahun Depan? Ini Syarat dari Kemenkeu
-
Menkeu Purbaya Yakin Sisa Anggaran Kementerian 2025 Lebihi Rp 3,5 Triliun