Suara.com - Harga minyak dunia anjlok sekitar 2 persen pada perdagangan hari Kamis, karena China mempertahankan kebijakan nol-Covid, selain itu kenaikan suku bunga AS mendorong kekhawatiran resesi global yang akan menghambat permintaan bahan bakar.
Mengutip CNBC, Jumat (4/11/2022) harga minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melorot USD1,49, atau 1,5 persen menjadi USD94,67 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), anjlok USD1,83, atau 2,0 persen menjadi menetap di posisi USD88,17 per barel.
Kedua tolok ukur itu melonjak lebih dari USD1 pada Rabu, dibantu penurunan dalam persediaan minyak Amerika, bahkan ketika Federal Reserve menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin.
Dolar lebih tinggi pada Kamis, dengan Powell menunjukkan bahwa suku bunga Amerika kemungkinan akan mencapai puncak di atas ekspektasi investor saat ini.
Dolar yang kuat mengurangi permintaan minyak dengan membuatnya lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
"Minyak berjuang melawan prospek ekonomi global yang melemah dan dolar yang melonjak. Tampaknya pendorong bearish ini tidak akan mereda dalam waktu dekat," kata Edward Moya, analis OANDA.
Jumlah warga Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga turun minggu lalu, menunjukkan pasar tenaga kerja tetap kuat meski permintaan domestik melambat di tengah kenaikan suku bunga Fed yang besar dan kuat guna menjinakkan inflasi.
Amerika Serikat bukan satu-satunya negara yang menerapkan pengetatan kebijakan.
Baca Juga: The Fed Kerek Suku Bunga, Harga Minyak Dunia Justru Melesat
Bank of England menaikkan suku bunga paling banyak sejak 1989 tetapi juga memperingatkan Inggris menghadapi resesi yang panjang.
"Meningkatnya kecemasan tentang perlambatan pertumbuhan pasti akan berdampak pada permintaan minyak global dan revisi penurunan lainnya dalam rangkaian perkiraan berikutnya bukanlah ide yang dibuat-buat," kata analis PVM Oil, Tamas Varga.
Sementara itu, kasus Covid-19 mencapai level tertinggi dalam dua setengah bulan setelah otoritas kesehatan terjebak oleh kebijakan penahanan yang ketat, meredam harapan investor untuk pelonggaran pembatasan yang menghantam ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Selain itu, konsumsi gas alam China mungkin mencatat penurunan pertama pada 2022 dalam dua dekade di tengah kesulitan ekonomi, dengan permintaan musim dingin ini akan meningkat lebih rendah ketimbang tahun-tahun sebelumnya, kata pejabat energi.
Penyusun kebijakan China berjanji, Rabu, bahwa pertumbuhan masih menjadi prioritas.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pilihan Baru BBM Ramah Lingkungan, UltraDex Setara Standar Euro 5
-
Pelanggan Pertamina Kabur ke SPBU Swasta, Kementerian ESDM Masih Hitung Kuota Impor BBM
-
Kementerian ESDM Larang SPBU Swasta Stop Impor Solar di 2026
-
59 Persen Calon Jamaah Haji Telah Melunasi BIPIH Melalui BSI
-
Daftar Lengkap Perusahaan Aset Kripto dan Digital yang Dapat Izin OJK
-
CIMB Niaga Syariah Hadirkan 3 Produk Baru Dorong Korporasi
-
Negara Hadir Lewat Koperasi: SPBUN Nelayan Tukak Sadai Resmi Dibangun
-
Kemenkop dan LPDB Koperasi Perkuat 300 Talenta PMO Kopdes Merah Putih
-
Kantor Cabang Bank QNB Berguguran, OJK Ungkap Kondisi Karyawan yang Kena PHK
-
Sepekan, Aliran Modal Asing ke Indonesia Masuk Tembus Rp240 Miliar