Suara.com - Beberapa hari terakhir ribuan tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi kesehatan yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia menggelar aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Lima organisasi profesi kesehatan tersebut menilai pembahasan RUU Kesehatan terlalu terburu-buru dan tidak menampung masukan dari organisasi kesehatan serta berpotensi melemahkan perlindungan dan kepastian hukum serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional.
Menanggapi hal ini, Hendra Setiawan Boen, seorang praktisi dan analis hukum mengakui tujuan pemerintah terutama Menteri Kesehatan dengan RUU Kesehatan sebenarnya baik, yaitu membuka akses masyarakat ke dokter dna dokter spesialis dengan menghilangkan hambatan-hambatan sehingga mengurangi warga Indonesia berobat keluar.
"Sayangnya cara dan logika berpikir pemerintah ini salah serta tidak cermat," katanya ditulis Rabu (10/5/2023).
Menurut pandangan Hendra, RUU Kesehatan membuka organisasi payung profesi kedokteran selain IDI. Hal ini sangat berbahaya sebab tidak ada lagi organisasi yang menjamin kompetensi dokter di Indonesia dan menegakan etika kedokteran.
"Sekarang kalau dokter yang dihukum satu organisasi profesi kedokteran karena melanggar etika, maka dengan mudah dia bisa pindah organisasi atau bahkan mendirikan organisasi sendiri. Akibatnya semua calon pasien akan dirugikan karena tidak ada jaminan kualitas dokter yang menjadi tumpuan dan harapannya untuk sembuh. Hal ini sudah terjadi kepada profesi advokat dan niscaya akan terjadi juga pada profesi kedokteran," tuturnya.
Menurut Hendra, walaupun UU Advokat mengatur hanya ada satu organisasi Advokat tapi sekarang organisasi advokat sudah menjamur sehingga melahirkan banyak masalah di lapangan seperti orang mengaku sebagai advokat padahal bukan atau orang memakai ijazah SH palsu tapi dapat diambil sumpah sebagai advokat atau advokat tapi dalam berpraktek kerap melanggar hukum dan etika.
"Kalaupun advokat bermasalah tersebut dihukum oleh organisasi tempatnya bernaung, maka yang bersangkutan bisa pindah ke organisasi lain atau bahkan mendirikan organisasi sendiri tanpa menjalani sanksi etik satu haripun. Seandaipun advokat bermasalah itu terjerat pidana maka dia akan kembali berpraktek setelah keluar dari penjara. Yang dirugikan tentu saja adalah klien atau orang yang berhadapan dengan hukum tapi terjebak memilih advokat bermasalah," paparnya.
Menurut Hendra, apabila ini terjadi pada profesi kedokteran maka akibat negatif akan jauh lebih besar.
Baca Juga: 3 Alasan RUU Kesehatan Diprotes Para Nakes, Dianggap Tidak Transparan
"Orang salah menunjuk advokat mungkin akan kehilangan materi uang atau masuk penjara. Tapi orang salah memilih dokter, kemungkinan terburuk atau mengalami gangguan kesehatan akut atau bahkan meninggal dunia," ucapnya.
Kalau begitu kata Hendra, tujuan pemerintah terutama Menteri Kesehatan dengan RUU Kesehatan memperbaiki kualitas dokter bukan saja tidak tercapai tapi juga berpotensi menurunkan kualitas dokter-dokter Indonesia.
Menurutnya, kalau kualitas dokter Indonesia turun, tentu semakin banyak orang Indonesia lebih memilih berobat di luar negeri daripada salah diagnosa oleh dokter spesialis hasil karbitan di Indonesia karena RUU Kesehatan mempermudah siapa saja menjadi dokter spesialis padahal dokter spesialis seharusnya adalah orang dengan keahlian khusus sehingga memang tidak bisa siapa saja jadi dokter spesialis apabila tidak memiliki kompetensi untuk itu.
Terakhir kata Hendra, perlu juga diingatkan bahwa Indonesia baru saja melewati pandemi dan pejuang terdepan adalah para tenaga kesehatan. Tidak sedikit dari mereka yang gugur dalam bertugas, baik karena kelelahan atau tertular covid dari pasien.
"Bangsa ini berutang budi besar kepada profesi kesehatan. Kalaupun kita tidak bisa membalas jasa mereka, setidaknya jangan pula kita menzolimi pahlawan-pahlawan jaman modern Indonesia dengan mendegradasi profesi kesehatan Indonesia." pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- 7 Fakta Pembunuhan Sadis Dina Oktaviani: Pelaku Rekan Kerja, Terancam Hukuman Mati
Pilihan
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
-
4 Rekomendasi HP Murah dengan MediaTek Dimensity 7300, Performa Gaming Ngebut Mulai dari 2 Jutaan
-
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
-
Stop Lakukan Ini! 5 Kebiasaan Buruk yang Diam-diam Menguras Gaji UMR-mu
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
Terkini
-
4 Fakta Penting Aksi BUMI Akuisisi Tambang Australia Senilai Rp 698 Miliar
-
IHSG Diwarnai Aksi Ambil Untung, Tapi Berakhir Menguat Tipis
-
3 Alasan Pabrik Sepatu BATA Setop Produksi Sepatu, Benarkah Terancam Pailit?
-
Di tengah Keterbatasan, Perempuan Ini Hadirkan Layanan AgenBRILink di Kepulauan Mentawai
-
Kredit Lawan Rentenir OJK Sudah Jangkau 1,7 Juta Orang
-
Beda Tunjangan PPPK Paruh Waktu dan Penuh Waktu
-
Merdeka Gold Resources (EMAS) Keluarkan Rp 9,8 Miliar Buat Eksplorasi Tambang Pani, Ini Hasilnya
-
Bahlil Bertemu Purbaya, Tagih Pembayaran Kompensasi Listrik dan BBM
-
26 Pegawai Pajak Dipecat, Apakah Tetap Dapat Uang Pesangon?
-
Apa yang Mendorong Harga Solana (SOL) Melonjak?