Suara.com - Ahli Emisi Udara dari Universitas Sultan Agung Tirtayasa, Profesor Anton Irawan menilai hasil kajian CREA soal penyebab polusi udara tidak valid. Menurut dia, CREA perlu memperjelas permodelan kajian yang menyebutkan polusi udara akibat PLTU.
"Kajian CREA perlu diperjelas dalam pemodelannya untuk sektor transportasi dan industri. Kok beda. Kan, sudah banyak kajian yang menyatakan transportasi sebagai penyebab utama polusi udara," ujar Anton yang dikutip, Kamis (14/9/2023).
Anton menuturkan, jika benar CREA menggunakan pemodelan kualitas udara dengan Calpuff maka kecil kemungkinan polusi itu diakibatkan oleh PLTU. Dia menjelaskan, jika digunakan lebih dari 100 km, maka hasil yang dilakukan membutuhkan sarana komputasi yang handal serta potensi untuk tidak valid besar.
"Saya perkirakan hasilnya kurang valid. Dia mengukur sampai Bandung. Jarak PLTU yang diukur sampai Bandung itu hamper 250 kilometer. Software Calpuff itu biasanya digunakan untuk mengukur jarak dekat. Tidak lebih dari radius 100 kilometer," imbuh dia,
Artinya, Anton menyebut perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk sumber emisi yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta menurun.
Dia melanjutkan, emisi PLTU Suralaya sudah terkonsentrasi hanya di sekitar kawasan pembangkitan menyusul diterapkannya teknologi berbasis tinggi. Rata-rata PLTU sudah dipasang Electrostatic Precipitator atau yang sering disebut ESP. Hasil efisiensi penyaringan abu dengan ESP dapat mencapai 99,5%.
Penyaringan emisi tersebut, paparnya, bisa terlihat dari perbedaan asap yang dikeluarkan dari PLTU.
"Sekarang sudah bagus pengelolaan pembangkitan listrik berbasis batu bara di Tanah Air, dan tinggal bagaimana pemantauan oleh pemerintah sehingga emisi udara ambient tetap dibawah baku mutu emisi sesuai PP No 22 tahun 2021 di lampiran VII," katanya.
Saat ini, paparnya, banyak PLTU yang memperoleh penghargaan patuh terhadap aturan yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK). "Saat ini, pembangkit listrik berbasis batu bara jangan terlalu dijadikan kambing hitam. Apalagi musuh. Industri pembangkit harus memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah tentang baku mutu emisi pembangkit pada Permen LHK 15 tahun 2019," pungkas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
-
Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
-
Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
Terkini
-
Estimasi Biaya Umrah Mandiri Terbaru, Lebih Murah dari Paket Travel?
-
Shopee Tetap Perketat Paylater Meski Pinjaman Warga Tembus Rp 9,97 Triliun
-
Bank Mandiri Raih 8 Penghargaan Internasional, Sinergi Majukan Negeri Lewat Inovasi Digital
-
Pengusaha Vaksin Dunia Kumpul di Bali, Bahas Strategi Jangka Panjang Industri Global
-
BBM Kembali Tersedia di BP-AKR, Cek Lokasi SPBU Terdekat
-
BCA Buka Indonesia Knowledge Forum 2025: Ruang Inspirasi bagi Pemimpin Industri & Kreator Muda
-
Pabrik Ban Michelin Cikarang PHK 280 Pekerja Secara Sepihak
-
BEEF Kantongi Fasilitas Kredit Rp790 Miliar dari Bank Mandiri
-
Ajak Mahasiswa Aktif Soroti Isu Energi, Bahlil: Kritik Kalian, Gizi Bagi Saya!
-
Prabowo Kirim 16 Nama Calon Anggota Dewan Energi Nasional ke DPR