Untuk menghindari adanya pembatasan pasokan atau kuota, beberapa opsi bisa dilakukan. Salah satunya dengan mengambil pasokan dari LNG. Namun, harga LNG yang lebih mahal dibandingkan harga gas pipa akan berdampak terhadap harga jual yang akan dibebankan kepada konsumen. Apalagi jika sumbernya adalah LNG impor.
Selain harganya berbeda, juga tidak ada kontrol pemerintah terhadap harga. Artinya, harganya akan menggunakan harga pasar.
"Kalau harga gas bisa fleksibel, volume tentu tidak jadi masalah. Badan usaha gas di hilir bisa mengadakan pasokan dari impor. Kemudian, ditetapkan mekanisme yang transparan. Semua pihak tahu harga impor sekian, setelah sampai di plant gate dan di-blended, harganya menjadi sekian sehingga perlu penyesuaian," jelas Komaidi.
Menurutnya, industri pengguna gas sebagai konsumen harus dibiasakan dengan kenaikan dan penurunan harga gas bumi. Jika tidak, maka pilihan pemerintah hanya satu, yakni memberikan subsidi. Pemerintah harus sanggup membayar selisih harga jika memang harga gas tidak boleh naik.
"Kalau dibebankan ke pengimpor, tentu tidak fair. Jika badan usaha gas hilir disuruh impor namun harganya dibatasi, artinya risiko dibebankan kepadanya. Saya kira itu tidak sehat," ucap Komaidi.
Karena itu, pemerintah perlu lebih memperhatikan aspek kewajaran dari proses bisnis di industri migas. Tanpa ada insentif maupun subsidi, kebijakan pemerintah menjadi kurang proporsional. Ibaratnya, pelaku industri migas diminta bekerja keras namun tidak memperoleh insentif karena harga jualnya dibatasi.
Regulasi yang sangat kaku ini akan menjadi masalah dalam jangka panjang. Bagi pelaku industri migas nasional, kebijakan ini memang tidak memberikan pilihan. Namun, bagi pelaku industri migas asing, mereka akan pergi mencari tempat lain yang dirasa lebih memberikan kewajaran dalam berbisnis.
"Ini sebetulnya sudah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Banyak perusahaan migas besar yang meninggalkan Indonesia," tutup Komaidi.
Baca Juga: PGN Jamin Salurkan Gas Bumi di Jawa Hingga Sumatera Sesuai Ketetapan Pemerintah
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
Terkini
-
Beli Saham BBRI Tahun 2023, Sekarang Asetmu Naik 48 Kali Lipat!
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
UMP 2026 Resmi Disahkan Prabowo, Ini Bedanya dengan Formula Upah Lama
-
Prabowo Teken PP, Begini Formula Kenaikan UMP 2026
-
Imbas Blokade Tanker Venezuela oleh AS, Harga Minyak Brent dan WTI Melonjak
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Rupiah Berbalik Menguat, Dolar Amerika Serikat Loyo Sentuh Level Rp16.667
-
Dompet Digital Jadi Senjata Utama Lawan Judi Online
-
IHSG Meroket di Level 8.700 Rabu Pagi, Saham SUPA ARA
-
Toba Pulp Lestari Buka Suara Soal Perintah Prabowo Lakukan Audit Total