Suara.com - Ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto menilai hilirisasi yang digenjot oleh pemerintah dapat menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat dan negara.
Dia mengungkapkan, hilirisasi dalam konteks besar industri kebijakan adalah bagaimana mendorong perekonomian agar tidak hanya didominasi oleh sektor pertanian dan sektor primer saja, tapi juga bergerak ke industri manufaktur.
"Kalau dalam konteks itu hilirisasinya harusnya kita dorong. Artinya kita dorong bagaimana dari raw material ini diproses dalam negeri untuk menjadi nilai tambah. Harusnya, konteks industrial policy, artinya lebih komprehensif. Jadi hilirisasinya gak sepotong-potong ya," kata Teguh yang dikutip, Selasa (26/12/2023).
Teguh melanjutkan, pemerintah harus serius menggarap industri hilirisasi ini dengan membangun roadmap atau peta jalan.
Sehingga, hilirisasi ini tidak selalu diasosiasikan pada industri pertambangan seperti nikel saja tapi juga industri pertanian yang memiliki potensi sangat besar seperti CPO (Crude Palm Oil) hingga UMKM yang perlu diberdayakan.
Kemudian, bilang Tegus, hilirisasi juga harus memberikan dampak dan manfaat bagi warga sekitar industri. Oleh karena itu perlu kebijakan dari pemerintah untuk membangun industri hilirisasi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
"Jangan sampai kalau barang sudah habis masyarakatnya nanti yang ditinggalkan sengsara sehingga kita harus mendorong yang namanya berkelanjutan, artinya daerah tambangnya ditata dengan baik, lingkungannya juga harus diperhatikan, mendorong keberlanjutan kehidupan masyarakat di sana. Memang pembangunan ini butuh endurance, butuh konsistensi, butuh persistensi," jelas dia.
Teguh menuturkan, jika pemerintah sukses mengembangkan industri hilirisasi maka bukan tidak mungkin Indonesia akan naik kelas menjadi negara maju. Kendati demikian, kata teguh, tidak semua negara sukses menerapkan sistem industri hilirisasi tersebut.
Dia mencontohkan, China merupakan negara yang sukses membangun sistem industri hilirisasi karena menerapkan kebijakan hilirisasi yang berkelanjutan yakni membangun alur produksi dari barang mentah, setengah jadi, hingga menjadi barang jadi.
Baca Juga: Ekonom: Siapapun Presidennya, Investasi di Luar Jawa Harus Digalakkan
"Kalau itu nggak didorong industri berkelanjutannya atau tahap ketiganya ya kita hanya menjadi eksportir barang setengah jadi lagi. Itu yang seharusnya didorong sebuah kebijakan yang komprehensif dan konsisten serta persisten. Membangun ekosistem industrinya harus jalan. Misal nikel ekosistemnya harus dibangun kalau nggak dibangun nanti kita ekspor dari raw material pindah menjadi barang setengah jadi. Intinya kalau mau naik kelas ya kita harus next level ya membangun ekosistem industri dari produk hilirisasi itu," beber dia.
Teguh menyatakan, jika pemerintah telah memiliki roadmap yang jelas terhadap industri hilirisasi tersebut maka bukan tidak mungkin investor asing akan menanamkan modalnya di Indonesia seperti yang pemerintah harapkan selama ini.
"Itu kan akan memberikan sinyal kepada investor akan datang dan invest (investasi). Kalau itu clear, semua orang tahu petanya dan itu bisa dijual dan dikomunikasikan dengan baik oleh investor, menurut saya ini akan menjadi daya tarik," imbuh dia.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan akselerasi hilirisasi sumber daya alam (SDA) Indonesia. Bahlil mengatakan Jokowi tak ingin SDA Indonesia tidak memberikan nilai tambah dan justru merugikan negara dan masyarakat akibat menjual dalam bentuk mentah atau bahan baku.
Mantan Ketum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) ini menilai, program hilirisasi berkontribusi baik kepada Produk Domestik Bruto (PDB), serta mendukung kegiatan ekspor-impor.
Adapun, salah satu dampak positif dari hilirisasi terhadap perekonomian domestik ialah pertambahan nilai dari ekspor komoditas nikel. Bahlil menyebutkan, nilai ekspor komoditas nikel hanya mencapai USD 3,3 miliar pada periode 2018, namun setelah larangan ekspor komoditas bijih nikel dan hilirisasi diberlakukan, nilai ekspor nikel terus bertambah, hingga mencapai USD 33 miliar pada 2022.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pilihan Baru BBM Ramah Lingkungan, UltraDex Setara Standar Euro 5
-
Pelanggan Pertamina Kabur ke SPBU Swasta, Kementerian ESDM Masih Hitung Kuota Impor BBM
-
Kementerian ESDM Larang SPBU Swasta Stop Impor Solar di 2026
-
59 Persen Calon Jamaah Haji Telah Melunasi BIPIH Melalui BSI
-
Daftar Lengkap Perusahaan Aset Kripto dan Digital yang Dapat Izin OJK
-
CIMB Niaga Syariah Hadirkan 3 Produk Baru Dorong Korporasi
-
Negara Hadir Lewat Koperasi: SPBUN Nelayan Tukak Sadai Resmi Dibangun
-
Kemenkop dan LPDB Koperasi Perkuat 300 Talenta PMO Kopdes Merah Putih
-
Kantor Cabang Bank QNB Berguguran, OJK Ungkap Kondisi Karyawan yang Kena PHK
-
Sepekan, Aliran Modal Asing ke Indonesia Masuk Tembus Rp240 Miliar