Suara.com - Kondisi cuaca yang esktrim merubah desain dan struktur bangunan rumah di kawasan urban. Apalagi, munculnya fenomena Urban Heat Island, di mana meningkatnya suhu di pusat kota, sehingga diperlukan struktur hingga desain hunian yang bisa membuat adem di dalam, meski cuaca panas.
Salah satunya dengan pemanfaatan perumahan prefabrikasi dan modular yang sudah menggunakan material bangunan eksterior dengan tingkat pantulan surya yang tinggi, terutama untuk penutup atap.
Founder BeCool dan komunitas Sustainable Buildings, Cities and Communities (SBCC), Beta Paramita mengatakan, Di Indonesia, model rumah prefabrikasi/ modular ini sendiri telah berhasil diwujudkan berkat kolaborasi antara akademisi dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), BeCool, dan Tatalogam Group.
Rumah yang dikenal ramah lingkungan berstruktur baja ringan (steel frame) dan mengusung konsep ringan, cepat, kuat dan biaya rendah ini, merupakan DNA dari rumah DOMUS milik Tatalogam Group yang lalu dibalut oleh penutup atap dan penutup dinding berwarna terang dengan tingkat reflektif surya tinggi.
"Rumah ini kemudian diberi nama RAFLESIA atau Rumah Reflektif Tenaga Surya Indonesia," ujarnya yang dikutip, Senin (13/5/2024).
Sementara, Head of Government and Public Relations Tatalogam Group, Maharany Putri mengatakan,setelah menjalani tahap pengujian di laboratorium, bahan baku penutup atap dan penutup dinding ini memiliki daya pancar 0,90, reflektansi matahari hingga 72,1%, serapan matahari hingga 27,9%, dan Solar Reflectance Index (SRI) hingga ke 88.0.
"Hal ini merupakan bukti bahwa bahan bangunan ini sanggup mencegah dampak Urban Heat Island jika dipasangkan pada Rumah RAFLESIA. Rumah modular RAFLESIA ini juga lebih ramah lingkungan karena telah direncanakan secara matang sejak awal tahap desain hingga pelaksanaan konstruksi," jelas dia.
Rumah contoh yang telah dibangun di Desa Tipar, Parahyangan yang peluncurannya ditandai dengan digelarnya dengan Symposium Internasional di Hotel Pullman di Bandung pada akhir Feb 2024 lalu, telah menjadi titik awal dari komunitas SBCC ini untuk mensosialisasikan pentingnya menghadirkan solusi dari efek Urban Heat Island ini untuk Indonesia.
Oleh sebabnya, kegiatan tersebut berlanjut kepada studi banding ke negara tetangga yaitu Australia pada akhir April 2024 hingga awal Mei lalu.
Baca Juga: Bidik Potensi Industri Properti di Cirebon, BTN Relokasi Kantor Cabang
Maharany menjelaskan, kedatangannya bersama dengan perwakilan dari Direktorat Jenderal Perumahan, Kementerian PUPR, dan akademisi dari UPI ke Australia dengan wadah SBCC adalah untuk mengadakan diskusi teknis awal dan berbagi (studi banding) di antara masing-masing delegasi tentang cara Pemerintah Negara Bagian Australia menetapkan kebijakan terhadap penggunaan material konstruksi terutama atap yang memiliki reflektifitas surya yang tinggi khususnya untuk perumahan.
Negara bagian yang didatangi adalah negara bagian Victoria dan New South Wales (NSW) beserta dua universitas ternama di kedua negara bagian tersebut yang terbiasa memberikan masukan teknis dari penyusunan dan pembaruan kebijakan-kebijakan, yaitu RMIT Melbourne dan University of New South Wales (UNSW).
Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Perumahan, Direktorat Jenderal Perumahan, Kementerian PUPR, Edward Abdurrahman mengatakan, sosialisasi bangunan dan rumah yang ramah lingkungan dengan indikator hemat energi dan rendah karbon sudah gencar dilakukan di beberapa negara bagian di Australia, termasuk di negara bagian Victoria dan NSW.
Di tingkat pusat, Pemerintah Federal Australia menerbitkan kebijakan mengenai Sustainable Buildings (Gedung Berkelanjutan) yang kemudian diturunkan ke masing-masing negara bagian disesuaikan dengan keadaan dan kondisi fisik kota-kota didalamnya dan kesiapan masyarakatnya.
"Penyusunan kebijakan ini baik pusat maupun negara bagian dibantu oleh pemangku kepentingan kunci yaitu asosiasi industri, jasa konstruksi, komunitas berkelanjutan, gedung hijau council, akademisi, dan praktisi," pungkas dia.
Performa gedung dan rumah dinilai berdasarkan perimeter-perimeter yang telah dibangun dan disepakati secara internasional yang ratingnya dinamai green star credits di negara bagian NSW dan persyaratan penggunaan material atap yang telah memiliki standar reflektifitas tertentu (SRI/ Solar Reflectance Index) diatur didalamnya beserta dengan tingkat kemiringan atap (pitch).
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya