Suara.com - Pemerintah diduga memasukan agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dalam penyusunan kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek di Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Hal ini diduga sebagai bentuk intervensi asing yang menyusup dalam penyusunan kebijakan.
Sebagai informasi, FCTC adalah perjanjian internasional yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengatur pengendalian tembakau secara restriktif.
Perjanjian internasional dan agenda-agenda WHO pun kini menjadi sorotan dunia. Pasalnya, Amerika Serikat (AS) yang merupakan donatur terbesar di WHO memutuskan hengkang dari badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut.
Keputusan AS meninggalkan WHO disebut sebagai upaya menjaga kedaulatan negara dari dominasi korporasi tertentu dalam menjalankan fungsi kesehatan. Tindakan ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Indonesia di tengah ancaman intervensi asing melalui rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Permenkes.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mengatakan Indonesia harus menjaga kedaulatan negara agar tidak diintervensi oleh pihak asing. Menurutnya, semua kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia harus didasarkan pada kondisi di dalam negeri, bukan malah mengakomodasi keinginan asing.
Indonesia sendiri hingga saat ini tidak meratifikasi FCTC, perjanjian internasional yang dibuat oleh WHO untuk mengatur peredaran produk tembakau. Namun, pasal-pasal dalam FCTC disinyalir menyusup dalam aturan Indonesia melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenkes.
"Saat ini ada upaya-upaya pihak asing untuk melakukan intervensi pada industri tembakau Indonesia. Padahal, industri tembakau di Indonesia membuka lebar penyerapan tenaga kerja di negara ini," ujar Hikmahanto seperti dikutip Rabu (12/2/2025).
Menurutnya, Pemerintah Indonesia perlu mewaspadai intervensi asing yang mendorong upaya ratifikasi FCTC secara langsung atau melalui adopsi berbagai kebijakannya, termasuk melalui inisiatif kebijakan Kemenkes.
Padahal, keputusan untuk tidak mengikuti perjanjian internasional itu merupakan hak sebuah negara, sehingga pihak lain tidak bisa memaksakan. Apalagi, Indonesia merupakan negara produsen tembakau yang memiliki ekosistem yang kompleks dan banyak warganya yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.
Baca Juga: Sampoerna Gelontorkan Rp 5,2 Triliun untuk Investasi Produk Bebas Asap di Karawang
Terlebih lagi, rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek berpotensi menimbulkan berbagai masalah baru, seperti peningkatan rokok ilegal hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja di industri tembakau.
"Bila aturan ini diterapkan, justru rokok ilegal yang akan marak di masyarakat. Kalau rokok ilegal makin banyak, pemerintah bisa kehilangan pendapatan dari cukai rokok. Jangan sampai masalah gas elpiji terulang kembali di industri tembakau," kata dia.
Hikmahanto menyarankan agar Kemenkes lebih banyak berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga yang terkait dengan industri tembakau, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk memastikan kebijakan yang berimbang. Langkah itu menjadi upaya agar pemerintah tidak terjebak dalam ego sektoral.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Bukan Sekadar Bantuan, Pemberdayaan Ultra Mikro Jadi Langkah Nyata Entaskan Kemiskinan
-
BEI Rilis Liquidity Provider Saham, Phintraco Sekuritas Jadi AB yang Pertama Dapat Lisensi
-
Ekonomi RI Melambat, Apindo Ingatkan Pemerintah Genjot Belanja dan Daya Beli
-
Pakar: Peningkatan Lifting Minyak Harus Dibarengi Pengembangan Energi Terbarukan
-
Pertamina Tunjuk Muhammad Baron Jadi Juru Bicara
-
Dua Platform E-commerce Raksasa Catat Lonjakan Transaksi di Indonesia Timur, Begini Datanya
-
KB Bank Catat Laba Bersih Rp265 Miliar di Kuartal III 2025, Optimistis Kredit Tumbuh 15 Persen
-
Ekspor Batu Bara RI Diproyeksi Turun, ESDM: Bukan Nggak Laku!
-
IHSG Berhasil Rebound Hari Ini, Penyebabnya Saham-saham Teknologi dan Finansial
-
Pengusaha Muda BRILiaN 2025: Langkah BRI Majukan UMKM Daerah