Suara.com - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) merasa khawatir pendapatannya menurun dengan adanya kebijakan pemerintah yang ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional APTI, K Mudi, menyebut PP 28/2024 dan regulasi turunannya sebagai bentuk ketidakadilan yang dapat mengarah pada kriminalisasi petani.
Ia menilai bahwa kebijakan tersebut dibuat tanpa melibatkan petani sebagai pihak terdampak langsung, sehingga dinilai jauh dari kenyataan di lapangan.
"Kami melihat ini sebagai aturan yang tidak adil dan menempatkan petani dalam posisi yang makin sulit. Tidak ada pelibatan petani dalam perumusannya," ujar Mudi di Jakarta, yang dikutip, Kamis (10/7/2025).
Ia juga menyoroti potensi intervensi asing dalam penyusunan kebijakan tersebut, yang menurutnya membuka celah bagi kekuatan luar untuk memengaruhi arah kebijakan nasional.
Padahal, Indonesia merupakan salah satu produsen tembakau terbesar di dunia dan harusnya memiliki posisi tawar kuat.
Lebih lanjut, Mudi mengkritik keras rencana penyeragaman kemasan rokok (plain packaging) yang tengah dibahas dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), sebagai turunan dari PP 28/2024.
Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi menghancurkan industri hasil tembakau (IHT) nasional yang selama ini menyerap jutaan tenaga kerja, termasuk dari kalangan petani.
"Tentu saja hal ini harus ditolak jika memang ujungnya hanyalah menghancurkan industri tembakau di Indonesia. Dan yang harus dicatat, kita semua setuju jika rokok ini diatur dan dijauhkan dari anak-anak, namun aturannya harus dibahas bersama dan tidak menyudutkan," jelasnya.
Baca Juga: Begini Dampak Jika Kebijakan Penyeragaman Kemasan Rokok Tanpa Merek Diterapkan
Mudi juga mengingatkan soal ancaman masuknya agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ke dalam kebijakan nasional. Walaupun Indonesia belum meratifikasi FCTC, ia melihat adanya upaya dari Kementerian Kesehatan untuk mengadopsi prinsip-prinsip konvensi tersebut secara tidak langsung.
“Indonesia harus tetap menolak ratifikasi FCTC demi menjaga kedaulatan dalam mengatur industri strategis ini,” tegasnya.
PP 28/2024 dinilai memuat berbagai ketentuan ketat yang berpotensi menyulitkan pemasaran produk tembakau, termasuk pembatasan lokasi penjualan, larangan penjualan daring, hingga kemasan polos tanpa merek.
Bagi APTI, hal ini akan berdampak langsung terhadap serapan hasil panen dan mengancam keberlanjutan hidup petani.
Mudi mengungkapkan bahwa APTI telah menyuarakan keresahan ini sejak 2019, khususnya terkait kebijakan cukai dan regulasi tembakau.
Ia menekankan pentingnya dialog terbuka untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan masyarakat, keberlangsungan industri, dan kesejahteraan petani.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sepatu Adidas Diskon 60 Persen di Sports Station, Ada Adidas Stan Smith
- Kronologi Lengkap Petugas KAI Diduga Dipecat Gara-Gara Tumbler Penumpang Hilang
- 5 Moisturizer dengan Alpha Arbutin untuk Memudarkan Flek Hitam, Cocok Dipakai Usia 40-an
- 15 Merek Ban Mobil Terbaik 2025 Sesuai Kategori Dompet Karyawan hingga Pejabat
- 10 Mobil Terbaik untuk Pemula yang Paling Irit dan Mudah Dikendalikan
Pilihan
-
KGPH Mangkubumi Akui Minta Maaf ke Tedjowulan Soal Pengukuhan PB XIV Sebelum 40 Hari
-
Haruskan Kasus Tumbler Hilang Berakhir dengan Pemecatan Pegawai?
-
BRI Sabet Penghargaan Bergengsi di BI Awards 2025
-
Viral Tumbler Tuku di Jagat Maya, Berapa Sebenarnya Harganya? Ini Daftar Lengkapnya
-
Tidak Ada Nasi di Rumah, Ibu di Makassar Mau Lempar Anak ke Kanal
Terkini
-
BRI Sabet Penghargaan Bergengsi di BI Awards 2025
-
Kabar Kenaikan Gaji PNS Tahun 2026, Ada 2 Syarat
-
Kementerian ESDM Buka Peluang Impor Gas dari AS untuk Penuhi Kebutuhan LPG 3Kg
-
Bisnis AI Kian Diminati Perusahaan Dunia, Raksasa China Bikin 'AI Generatif' Baru
-
Waskita Karya Rampungkan Transaksi Divestasi Saham Jalan Tol Cimanggis - Cibitung Rp3,28 Triliun
-
Dukung Mitigasi Banjir dan Longsor, BCA Syariah Tanam 1.500 Pohon di Cisitu Sukabumi
-
Magang Nasional Gelombang III Segera Digelar, Selanjutnya Sasar Lulusan SMK
-
Banjir Sumatera Telan Banyak Korban, Bahlil Kenang Masa Lalu: Saya Merasa Bersalah
-
Mulai 2026 Distribusi 35 Persen Minyakita Wajib via BUMN
-
Akhirnya Bebas, Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi: Terima Kasih Profesor Dasco