Bisnis / Keuangan
Senin, 29 September 2025 | 08:25 WIB
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menunda penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi e-commerce disambut gembira oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Foto Dicky-Suara.com
Baca 10 detik
  • Kebijakan ini dinilai sebagai respons positif pemerintah terhadap masukan dari para pelaku usaha.
  • Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan tak segan memberi jempol atas kebijakan ini.
  • Menurut Budi, penundaan pajak ini menjadi langkah yang saling melengkapi dengan stimulus fiskal lain. 

Suara.com - Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menunda penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi e-commerce disambut gembira oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).

Kebijakan ini dinilai sebagai respons positif pemerintah terhadap masukan dari para pelaku usaha dan dianggap menjadi angin segar bagi ekosistem Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) digital.

Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan tak segan memberi jempol atas kebijakan ini. "Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah mendengar masukan dari para pelaku usaha, sekaligus berupaya memastikan kebijakan perpajakan berjalan efektif tanpa menimbulkan beban berlebih, khususnya bagi pelaku yang masih membutuhkan ruang untuk beradaptasi," ujar Budi dalam keterangan tertulis, Minggu (28/9/2025).

Menurut Budi, penundaan pajak ini menjadi langkah yang saling melengkapi dengan stimulus fiskal lain yang digelontorkan pemerintah. Ia menyoroti penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang bertujuan mendorong konsumsi masyarakat.

"Penting agar kebijakan fiskal dan perpajakan dapat saling melengkapi (untuk) mendorong konsumsi masyarakat sekaligus menjaga penerimaan negara, dengan mempertimbangkan momentum yang tepat," jelas Budi. Dengan kata lain, pemerintah tak hanya memberikan stimulus, tetapi juga memastikan kebijakan pajaknya tidak menghambat pertumbuhan, terutama bagi UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi digital.

Budi berharap proses perumusan implementasi kebijakan ini ke depan akan terus melibatkan dialog dengan pelaku usaha. Tujuannya adalah agar desain kebijakan pajak yang dihasilkan lebih proporsional dan berkeadilan, khususnya bagi UMKM yang masih membutuhkan ruang untuk berkembang.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan penundaan sementara kebijakan pajak e-commerce, yang sebelumnya direncanakan berlaku bagi penjual di marketplace.

Kebijakan yang akan mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% ini diputuskan untuk ditunda, mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini.

Hingga saat ini, belum ada satu pun marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut pajak tersebut.

Baca Juga: Jurus Jitu SIG dan BRI Latih Puluhan Pelaku UMKM Jualan Online

"Saya lihat begini, ini kan baru ribut-ribut kemarin nih. Kita tunggu dulu deh," kata Purbaya dalam media briefing di kantornya, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Penundaan ini, menurut Purbaya, dilakukan secara sengaja. Pemerintah ingin melihat dampak dari kebijakan stimulus ekonomi yang sudah lebih dulu diluncurkan, yaitu penempatan dana sebesar Rp200 triliun di perbankan. Dana tersebut diharapkan dapat mendorong perputaran ekonomi dan menggerakkan sektor riil.

"Paling tidak sampai kebijakan Rp200 triliun untuk mendorong perekonomian mulai kelihatan dampaknya, baru kita akan pikirkan nanti. Jadi kita nggak ganggu dulu daya beli sebelum dorongan ekonomi masuk ke sistem perbankan," tegasnya.

Apabila dampak positif dari stimulus tersebut sudah terlihat, barulah kebijakan pajak e-commerce akan diberlakukan. Purbaya juga menegaskan bahwa nantinya semua penyedia marketplace akan ditunjuk sebagai pemungut pajak, tidak hanya e-commerce tertentu. Ia memastikan sistem pemungutan sudah siap sepenuhnya.

"Semuanya, bukan e-commerce tertentu. Kalau ada tertentu yang nggak ikut (ditunjuk), Anda bikin perusahaan di situ. Kami sudah ngetes sistemnya. Uangnya sudah diambil beberapa. Jadi sistemnya sudah siap," imbuhnya.

Kebijakan pajak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 ini rencananya akan mengenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto tahunan penjual. Penundaan ini memberikan napas lega bagi ribuan penjual daring dan menunjukkan bahwa pemerintah memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Load More