Suara.com - Beberapa bulan terakhir di Indonesia kembali dihembuskan isu bahaya laten Komunisme oleh orang-orang yang berdinas di aparatur negara hingga organisasi masyarakat. Mereka merasa paham Komunisme akan dihidupkan kembali dengan banyaknya orang yang memakai dan menjual atribut-atribut yang lekat dengan ideologi tersebut.
Mereka yang menjual atribut kaos berwarna merah dengan gambar bintang emas, kemudian baju merah berlambang palu arit, serta pin dan topi dirazia dan ditangkapi oleh petugas Kepolisian. Begitu juga acara-acara yang masih dianggap bersinggungan dengan ideologi kiri itu, semisal Belok Kiri Fest yang akan diadakan di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, pada 29 Februari lalu batal dilangsungkan karena tak mendapat izin.
Terbaru di awal Mei, acara The 3rd ASEAN Literary Festival (2016) yang kembali digelar di TIM itu dijaga sejumlah aparat Kepolisian dari Polres Jakarta Pusat. Dijaganya acara tersebut karena sempat didemo sejumlah organisasi masyarakat atas nama Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Muslim.
Mereka mendemo lantaran acara tersebut menyebarkan ideologi komunisme dan disentegrasi Papua. Nyatanya, acara tersebut hanya berisi diskusi buku, seminar, menonton film, dan workshop karya sastra.
Gesekan yang terjadi di kalangan masyarakat ini pun mendapat perhatian dari komika Arie Kriting (31) yang ditemui saat pemutaran film Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara di Epicentrum XXI, Setiabudi, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Menurutnya pemilik nama asli Satriaddin Maharinga Djongki ini, hal semacam itu tak perlu terjadi jika saja sekolah mengajarkan pendidikan sejarah yang benar. Berikut petikan wawancara suara.com dengan pemuda kelahiran Kendari, Sulawesi Tenggara, itu:
S: Bagaimana komentar kamu soal pelarangan tentang lambang PKI?
A: Masalah lambang PKI, orang-orang kisruh, karena mindsetnya masih sisa Orde Baru. Padahal, masalah ini adalah hal yang boleh dibicarakan, sebelum melarang kita dudukan masalahnya dulu. Kenapa sampai muncul seperti itu, jangan langsung larang. Ini kan karena generasi muda kita masih melihat bahayanya PKI itu di buku sejarah.
S: Lalu, seharusnya bagaimana sikap kita?
A: Sudah seharusnya ditelaah dulu, kalau memang benar mereka berontak ya sudah itu oknum, tapi ini yang sisa-sisanya dan tak terkait harus dicari siapa saja yang menjadi korban, siapa yang tak terkait tapi menjadi korban. Nah, di dalam buku sejarah kita gak membicarakan hal itu.
S: Pendapat kamu soal pihak yang perintahkan bakar buku yang beraliran kiri gimana?
A: Berlebihan sih, kalau seperti itu. Menurut saya orang yang pakai hal seperti itu atau yang baca buku kiri enggak lantas jadi Komunis. Saya baca sih, Karl Max yang Das Capital (buku karangan Karl Marx), tapi enggak tertarik, cuma sekedar pengetahuan saja. Kan enggak lantas saya baca Karl Max langsung jadi komunis. Jadi biarkan orang baca buku itu, itu pengetahuan buat generasi muda, apalagi tentang sejarah bangsanya jadi supaya enggak langsung menghakimi.
S: Lantas, agar tidak terjadi gagal paham di kalangan pelajar harus bagaimana?
A: Harus ada reformasi pendidikan sejarah bagi anak muda, kita harus sasar generasi muda. Jangan aja reformasi ditataran kekuasaan yakni membicarakan pemerintah atau otonomi daerah. Dari pendidikan sejarah anak-anak bisa mendapat informasi, tapi pelajaran sejarah yang ada saat ini tidak mengajarkan apa-apa. Hanya hafalan saja, makanya yang didapat hal semacam itu.
S: Apa yang harus diajarkan di mata pelajaran sejarah?
A: Jadi yang harus dijelaskan di pendidikan sejarah itu alasan kita bertempur, kenapa kita berperang, kenapa kita tak boleh dijajah, bagaimana proses integrasi bangsa Ini. Bagaimana kita berproses menjadi kesatuan dan persatuan. Itu yang perlu diajarkan biar tahu negeri ini merdeka gimana, para pendiri bangsa berjuang seperti apa, apa ideologi mereka. Jangan diajarin ini-ini, kemudian bisa menjawab nilai ujian. Paling penting makna pendidikan sejarah itu sendiri.
S: Kenapa kita harus mencontoh para pendiri bangsa ini?
A: Loh, itu sangat jelas nenek moyang kita sejak dulu tak pernah mengkotak-kotakan masalah. Mereka bisa melakukan akulturasi, segala paham bisa masuk dan menerima dengan terbuka perubahan zaman. Makanya segala paham bisa berkembang di sini pada zaman dulu. Tapi bisa serasi, lantas kenapa sekarang begitu, yang berbau asing dianggap enggak benar.
S: Apa ada yang salah dengan pendidikan di sekolah?
A: Kurang adanya feel dan soul yang dilakukan pemerintah, kita mengajarkan pendidikan enggak pakai perasaan, jadinya robot. Robot enggak punya pilihan, enggak punya kreasi. Ketika membaca sebuah buku, kita enggak tahu makna dan isi itu buku. Ya, jadinya kaya sekarang ini.
S: Nah, kalau Arie sendiri tertarik untuk mengoleksi atribut yang berbau komunis?
A: Saya lebih suka sama ideologi pewayangan, makanya saya suka buku-buku wayang, justru banyak tahu dan tertarik dengan buku wayang. Selain itu ada buku filsafat sisanya ya, novel.
S; Kenapa kamu suka buku wayang?
A: Enggak tahu kenapa, secara karakter pas saja, semua tipe orang ada di dalam buku wayang. Dan di situ ada dinamika ketika kita baca buku wayang. Saya baca buku wayang sejak kecil karena itu yang tersedia di wilayah timur saat itu. Terus bukunya banyak gambar dan berwarna.
Berita Terkait
-
Luhut: Diskusi Komunis untuk Sebagai Kajian Akademis, Boleh
-
Kapolda Metro akan Tetap Tindak Penyebar Paham Komunisme
-
Jokowi Disarankan Bentuk Komisi Kepresidenan Buat Ungkap Kasus 65
-
Ada Simposium Tragedi 1965 Tandingan, Ini Kata Gubernur Lemhanas
-
Ahok Bicara Komunisme: Kalau Ganti Ideologi Tangkap Dong
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
- 5 Motor Jadul Bermesin Awet, Harga Murah Mulai 1 Jutaan: Super Irit Bensin, Idola Penggemar Retro
Pilihan
-
Harga Pangan Nasional Kompak Turun Usai Natal, Cabai hingga Bawang Merah Merosot Tajam
-
7 Langkah Investasi Reksa Dana untuk Kelola Gaji UMR agar Tetap Bertumbuh
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
Terkini
-
Tiket Early Bird Synchronize Fest 2026 Dijual Hari Ini, Rp450 Ribu Termasuk Donasi Lingkungan
-
3 Tahun Perang Dingin, Tasya Farasya Beri Kode Mulai Cair dengan Tasyi Athasyia
-
Kerap Dilanda Banjir, Eriska Rein Belum Mau Pindah Rumah
-
Betrand Peto Habiskan Natal Bareng Ruben Onsu, Sarwendah Beri Respons Adem
-
Tembus 9,2 Juta Penonton, Personel Agak Laen Siap Jalani Nazar Jadi Pengurus Panti Jompo
-
Promo Akhir Tahun, Beli 2 Tiket Film Modual Nekad Cuma Bayar 1
-
Bukan Tak Mau Berjuang, Marshanda Ungkap Alasan Ogah Banding Hak Asuh Anak 10 Tahun Lalu
-
Rizky Nazar Pacari Laura Moane Mantan Al Ghazali?
-
7 Potret Seleb Bollywood Rayakan Natal 2025, Ada Kareena Kapoor dan Alia Bhatt
-
Agak Laen: Menyala Pantiku! Tembus 9,2 Juta Penonton, Gas Terus Tinggalkan Jauh Avatar