Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan menilai sikap pejabat Perpustakaan Nasional (Perpusnas) yang mendukung pelarangan buku-buku marxisme dan komunisme terlalu berlebihan. Pemberangusan buku-buku berisi pemikiran kiri tersebut tidak boleh terjadi di era demokrasi sekarang.
"Wah saya kira tidak perlu begitu. Itu perpustakaan dimana-mana, silahkan saja (ada koleksi buku-buku pemikiran kiri). Jangan sampai eksesif lah," kata Luhut saat dikonfirmasi wartawan di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (20/5/2016).
Luhut menjelaskan, buku-buku tentang marxisme, leninisme, komunisme tidak boleh diberangus di dunia akademik. Sebab buku-buku tentang pemikiran kiri itu di ruang akademik merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang bebas dikaji secara ilmiah.
"Kontek akademis tidak masalah, masa di ranah akademis orang tidak boleh mengkaji? Nanti lama-lama kita jadi bodoh, kita tidak tahu komunis yang mana," ujar dia.
Bahkan, kata dia, di ranah akademik juga perlu ada pakar pemikiran kiri. Oleh sebab itu ia menghimbau agar semua kalangan agar tidak terlalu phobia terhadap faham komunis. Sebab, dalam sejarahnya hingga sekarang tidak ada satu negara pun yang berideologi komunis yang berhasil. Artinya tidak perlu dijadikan sebagai sebuah momok.
"Harus ada expert (ahli) komunis dong, jangan terlalu paranoid juga, nanti kayak Amerika kita paranoid tentang teroris. Jangan begitu juga. Komunis itu mana sih yang sukses, bahwa itu bahaya laten iya, tapi kami harus bisa mencari sekarang aquilibriumnya," kata dia.
Sebelumnya, Senin (16/5) Pelaksana Tugas Ketua Perpusnas, Dedi Junaedi mendukung razia atribut dan pemberangusan buku-buku tentang pemikiran kiri. Menurut dia, Perpusnas berkewajiban untuk menyimpan koleksi buku-buku tersebut. Bahkan di era Orde Baru, kata dia, buku-buku itu harus ada izin pihak berwajib untuk mengaksesnya.
Dedi menuturkan, Perpusnas menyimpan beberapa buku beraliran kiri, namun rata-rata terbitan lama. Sedangkan buku-buku berbau kiri yang baru terbit menurut dia kemungkinan tidak ada Internasional Standard Book Number (ISBN). Jika ada buku-buku baru berbau kiri yang meminta ISBN, ia akan melaporkan ke pihak berwajib.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
- 5 Mobil Bekas di Bawah 50 Juta Muat Banyak Keluarga, Murah tapi Mewah
Pilihan
-
Penuhi Syarat Jadi Raja, PB XIV Hangabehi Genap Salat Jumat 7 Kali di Masjid Agung
-
Satu Indonesia ke Jogja, Euforia Wisata Akhir Tahun dengan Embel-embel Murah Meriah
-
Harga Pangan Nasional Kompak Turun Usai Natal, Cabai hingga Bawang Merah Merosot Tajam
-
7 Langkah Investasi Reksa Dana untuk Kelola Gaji UMR agar Tetap Bertumbuh
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
Terkini
-
Jogja Padat Saat Nataru, Wisatawan Tak Masalah Macet-macetan di Pusat Kota
-
Gus Yazid Berpeci dan Sarung Diborgol, Terjerat Pusaran Korupsi Rp20 M: Saya Tidak Terima
-
Prihatin Kericuhan di Aceh Warga Vs Aparat, Wakil Ketua Komisi I DPR Minta Semua Pihak Menahan Diri
-
Rapimnas I Partai Golkar, Kader Solid di Bawah Kepemimpinan Bahlil Lahadalia
-
Terkuak, Alasan Polri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Wilayah Bencana Sumatra
-
Nominal UMP Jakarta 2026 Bikin Buruh Kecewa, Anggota DPRD DKI Bilang Begini
-
Terekam CCTV! Detik-Detik Curanmor Bersenpi Teror Warga Kembangan di Siang Bolong
-
Gus Yazid Dijerat TPPU Rp20 M, Diduga Nikmati Uang Korupsi Tanah BUMD Cilacap
-
PNM Kembali Turun Langsung ke Aceh Tamiang, Salurkan Bantuan & Perkuat Proses Bangkit Pasca Bencana
-
Satgas Damai Cartenz Tangkap 45 Anggota OPM Sepanjang 2025, 15 Tewas Saat Melawan!