Suara.com - Gitaris band legendaris Slank, Ridho Hafied, ikut angkat bicara soal kerusakan alam yang terjadi di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, akibat aktivitas pertambangan nikel.
Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, musisi berdarah Ambon ini memperlihatkan video yang menyoroti kerusakan bentang alam Raja Ampat yang dahulu dikenal sebagai salah satu surga wisata laut dunia.
Tak hanya membagikan visual kondisi terbaru wilayah tersebut, Ridho juga menyampaikan kritik tajam kepada pemerintah.
“Pemerintah bukan nggak tahu, tapi nggak mau tahu,” tulis Ridho tegas dalam keterangan unggahannya.
Menurutnya, Raja Ampat adalah salah satu destinasi wisata kelas dunia yang seharusnya dilindungi.
Keindahan laut, kekayaan hayati, dan hutan-hutan di Raja Ampat bukan hanya aset pariwisata Nasional, tetapi juga kontribusi penting Indonesia untuk dunia dalam hal oksigen dan pelestarian alam.
“Mereka tahu kalau Raja Ampat adalah destinasi wisata dunia, dari laut dan hutannya. Harusnya kita bangga menyumbang oksigen untuk dunia,” lanjutnya.
Namun sayangnya, kata Ridho, sebagian pejabat di negeri ini memiliki mental yang miskin dan serakah, sehingga lebih memilih menjual kekayaan alam demi keuntungan sesaat dari pertambangan, termasuk nikel yang kini ramai diburu untuk industri kendaraan listrik.
“Nikel ternyata lebih penting daripada menjaga kekayaan alam yang nantinya akan bernilai jauh lebih tinggi daripada apa yang mereka dapat sekarang. Hanya orang bodoh yang berpikir pendek. Itu saja!” tegasnya.
Baca Juga: Berkunjung ke IKN, Daniel Mananta Diminta Suarakan 'Save Raja Ampat'
Ridho menyayangkan betapa nilai ekologis dan ekonomis jangka panjang dari pariwisata dikalahkan oleh eksploitasi tambang yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Ia menilai keberadaan tambang hanya memberikan keuntungan bagi korporasi dan individu tertentu, sedangkan industri pariwisata memiliki dampak ekonomi langsung ke masyarakat lokal.
“Industri pariwisata berdampak langsung ke ekonomi masyarakat, tapi tidak dengan tambang. Yang menikmati hanya korporasi dan perorangan,” ujarnya.
Ia pun menambahkan bahwa keindahan Raja Ampat bukan hanya soal laut dan wisata, tapi juga rumah bagi keanekaragaman hayati seperti burung Cenderawasih dan berbagai spesies laut yang langka.
“Banyak spot diving indah yang dicari oleh diver dunia, hasil laut yang dinikmati masyarakat, dan burung Cenderawasih di hutan-hutan Raja Ampat,” ucapnya.
Ridho pun secara tegas meminta agar seluruh aktivitas pertambangan di Raja Ampat dihentikan secara permanen, bukan sementara.
“Menurut gue, untuk Raja Ampat nggak ada kata 'sementara'. Tambang di-stop untuk selamanya,” pintanya.
Unggahan Ridho langsung memicu reaksi dari publik. Aktor senior Lukman Sardi turut memberikan dukungan singkat namun padat.
“Sepakat,” tulisnya di kolom komentar.
Banyak pula warganet yang memberikan dukungan serupa, sambil membandingkan kondisi Raja Ampat dengan daerah lain yang mengalami kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam.
“Sama bang, di Kalimantan juga begitu. Hutan sudah gundul karena batu bara dikeruk. Rakyatnya nggak sejahtera juga, dan sekarang di Kalimantan merasakan banjir kayak di Jakarta,” tulis seorang pengguna.
Namun tak sedikit pula warganet yang memberikan kritik kepada Ridho dan Slank.
Beberapa menyinggung soal dukungan Slank terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo selama dua periode, yang dianggap sebagai bagian dari kelompok kekuasaan yang mengeluarkan izin pertambangan.
“Perasaan izinnya keluar waktu band om mendukung dua periode kemarin. Nah hayoo, kemarin-kemarin ke mana aja?” tulis seorang netizen.
Ada pula yang mengaitkan pernyataan Ridho dengan arah politik Slank yang dulu dikenal vokal mengkritik pemerintah.
“Ayo kembalikan marwah Slank yang full kritik kalau emang pemerintah nggak benar,” pinta salah satu warganet.
Terlepas dari pro dan kontra yang muncul, suara Ridho Hafied ini menjadi salah satu dari sekian banyak seruan masyarakat yang menolak perusakan alam atas nama pembangunan dan investasi.
Suara yang mengingatkan bahwa kekayaan sejati Indonesia terletak pada kelestarian alamnya, bukan di kerak tambang yang dikuras tanpa hati.
Berita Terkait
-
Berkunjung ke IKN, Daniel Mananta Diminta Suarakan 'Save Raja Ampat'
-
Postingan Ahmad Dhani Soal Raja Ampat Sempat Dihapus yang Ada Jokowinya, Ada Apa?
-
7 Potret Artis Indonesia Liburan ke Raja Ampat, Ada yang Fobia Pesawat
-
Melanie Subono: Ribuan Kasus Raja Ampat Belum Terungkap, Indonesia Darurat Perampasan
-
Saat Kristo Immanuel Parodikan Cara Pemerintah Rusak Lingkungan
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
-
Tak Hanya Soal Ekonomi! Celios Ungkap Jejak Tiongkok di Indonesia Makin Meluas, Ini Buktinya
-
3 Rekomendasi HP 5G Murah di Bawah Rp3 Juta Tebaru September 2025
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
Terkini
-
Bukan Tak Mau Bayar, Leony Vitria Kesal Hasil Bayar Pajak Cuma Dirasakan Pejabat
-
The Panturas Tuai Kritik: Tolak Pestapora karena Freeport, Tapi Manggung di Event Sponsor Sama
-
Ada Saja Tangan Usil Netizen, Sebut Penutupan Toko Kue Ashanty Cuma Gimik karena Kini Dibuka Lagi
-
Dian Sastro Hadiri TIFF 2025, Tampil Elegan dengan Pin Bajak Laut One Piece yang Curi Perhatian
-
Eza Gionino Ternyata Sempat Ucap Talak Satu Sebelum Digugat Cerai
-
Viral Nenek 71 Tahun Meninggal Seminggu Setelah Wisuda S3 di UIN Walisongo
-
Toko Kue Lumiere Buka Lagi, Ashanty Tak Jadi PHK Massal
-
Andovi da Lopez Bongkar Masalah Besar di Balik Demo Indonesia
-
Tangis Eza Gionino Pecah, Kangen Anak yang Dibawa Istri saat Tinggalkan Rumah
-
Beda Jauh dari Indonesia, Anggota DPR Jepang Bongkar Soal Tunjangan Hingga Etika Mundur dari Jabatan