-
Sistem royalti musik di Indonesia lahir akibat tekanan internasional, terutama setelah insiden Live Aid 1985 dan ketiadaan royalti dari Indonesia untuk korban kelaparan Ethiopia.
-
Indonesia tertinggal dalam perlindungan hak cipta, karena tidak meratifikasi Konvensi Bern pasca-kemerdekaan untuk mempermudah adopsi teknologi dan seni luar negeri.
-
YKCI didirikan pada 1990 sebagai lembaga kolektif manajemen pertama untuk mengatur royalti musik secara terstruktur di Indonesia.
Suara.com - Musisi yang kini menjadi anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Once Mekel, menguliti sejarah kelam pembentukan sistem royalti musik di Indonesia yang ternyata lahir dari amarah para musisi dunia.
Dalam sebuah rapat dengar pendapat di parlemen belum lama ini, Once mengungkap bahwa sistem ini tidak lahir dari kesadaran internal, melainkan akibat tekanan internasional yang dipicu oleh tragedi kelaparan di Ethiopia pada era 80-an.
Lelaki bernama lengkap Elfonda Mekel itu memulai paparannya dengan menekankan betapa pentingnya hak cipta sebagai fondasi kemajuan sebuah bangsa.
Menurutnya, negara-negara adidaya bisa mencapai kemajuan pesat karena mereka lebih dulu menghargai dan melindungi karya intelektual.
"Kalau kita belajar dari sejarah negara-negara maju, mereka maju pertama kali karena hak ciptanya," ujar Once Mekel.
Ia kemudian memaparkan betapa jauhnya ketertinggalan Indonesia dalam urusan ini, dengan menyoroti Konvensi Bern tahun 1886 sebagai standar perlindungan hak cipta internasional yang sudah ada sejak lama.
Once menyebut, Indonesia secara sadar tidak meratifikasi konvensi tersebut selepas kemerdekaan dengan tujuan strategis, yakni agar bisa leluasa mengadopsi teknologi dan seni dari luar negeri tanpa terbebani kewajiban membayar royalti.
Sebuah ironi kemudian ia tunjukkan, saat para pemuda Indonesia mengikrarkan Sumpah Pemuda pada tahun 1928, di belahan dunia lain para seniman sudah merevisi Konvensi Bern untuk memasukkan perlindungan hak bagi para penampil (performers).
"Bayangkan, saat kita berjuang untuk Sumpah Pemuda, mereka sudah meratifikasi, mereka sudah bikin revisi dari konvensi sebelumnya," tuturnya.
Baca Juga: Di DPR, Once Mekel Goda Fadly dan Piyu Masih Ngeband Bareng Meski Beda Sikap Soal Royalti
Puncak dari sejarah kelam ini, menurut Once, terjadi pada pertengahan dekade 80-an, yang ia sebut memiliki kaitan erat antara bencana kelaparan dan royalti.
Ia merujuk pada konser amal legendaris "Live Aid" dan lagu "We Are the World" pada 1985 yang digagas musisi dunia untuk menggalang dana bagi korban kelaparan parah di Ethiopia, di mana rekaman konser dan lagunya disebarluaskan ke seluruh dunia.
Namun, terungkap bahwa dari pemutaran dan penjualan karya amal tersebut di Indonesia, tidak ada sepeser pun aliran dana royalti yang disetorkan untuk membantu para korban.
"Diketahui tidak ada aliran royalti dari Indonesia. Maka dunia musik, dunia, marah-marah sama Indonesia," tegas Once.
Amarah dan tekanan dari komunitas musik internasional inilah yang akhirnya "memaksa" Indonesia untuk mulai serius membangun sistem royalti yang lebih terstruktur.
Alhasil, pada tahun 1990, lahirlah lembaga kolektif manajemen pertama di Indonesia, yaitu Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), yang didirikan oleh Candra Darusman dan Enteng Tanamal.
Berita Terkait
-
Awas Kena Sanksi! Remix Potongan Film Jadi Parodi di Medsos Ternyata Pelanggaran Hak Cipta
-
Bukan Ari Lasso, Ahmad Dhani Sebut Puncak Kejayaan Dewa 19 Ada di Era Once Mekel
-
Piyu Padi: Minta Izin Nyanyikan Lagu Ada di UU Hak Cipta Baru, Bukan Gimik
-
Curhat Judika di DPR Soal Kisruh Royalti: Harus Sama-Sama Diskusi, Bukan Debat
-
Once Mekel Soroti Sengketa Royalti Lagu, Hak Pencipta dan Publik Harus Seimbang
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
Terkini
-
Cerita Perjalanan Karier Rossa, Sang Diva yang Minim Obsesi Tapi Kaya Inovasi
-
Komentar Nyinyir Soal Rahim Copot Viral, Dokter Irwin Lamtota Minta Maaf ke Dokter Gia Pratama
-
Awas Kena Sanksi! Remix Potongan Film Jadi Parodi di Medsos Ternyata Pelanggaran Hak Cipta
-
Bukan Ari Lasso, Ahmad Dhani Sebut Puncak Kejayaan Dewa 19 Ada di Era Once Mekel
-
'Jatuh Hati' Jadi Titik Balik Kariernya, Raisa Kini Percaya Diri Menulis Lagu
-
Blak-blakan, Farida Nurhan Bongkar Rahasia Bahagia Tanpa Suami: Bisa Pakai Jari atau Mainan
-
Cerita Atta Halilintar Di-DM Carles Puyol Hingga Gerard Pique, Tiba-Tiba Nongol di Jakarta
-
Musisi Papan Atas Bersatu di IMUST 2025, Rumuskan Arah Baru Industri Musik Nasional
-
Bukan Pensiun dari Dunia Hiburan, Narji Ungkap Alasan Terjun ke Sawah
-
Momen Kocak Carmen Hearts2Hearts Order Nasi Padang dari Korea Lewat Fancall Bareng Penggemar