Suara.com - Menurut studi terkini, obat antidepresan mungkin bukan cara efektif untuk menyembuhkan penderita gangguan kecemasan sosial, dan ada jalan lain yang lebih efektif.
Kecemasan sosial, menurut National Institute of Mental Health (NIMH), memiliki banyak jenisnya di antaranya gangguan kompulsif obsesif, gangguan stres post-trauma, fobia sosial, dan kecemasan pada umumnya.
Sebuah laporan menunjukkan, 8 persen remaja berusia 13 hingga 18 tahun mengalami gangguan ini.
Untuk memahami hal ini lebih lanjut, maka para ilmuwan dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Oxford University dan University College London melakukan penelitian.
Dalam penelitian tersebut mereka melakukan pengumpulan data meta analisis dari 13.164 orang pasien yang berpartisipasi dalam percobaan klinik.
Lebih dari separuh partisipan menerima obat untuk mengobati kecemasan sosial sementara sisanya mendapatkan pengobatan psikologis, yakni terapi perilaku kognitif atau CBT--satu dari beberapa tipe terapi bicara.
Hasil menunjukkan CBT mengobati kecemasan pasien lebih efektif ketimbang obat antidepresan. Namun bukan berarti obat antidepresan tidak sepenuhnya efektif, tapi yang perlu diketahui adalah risiko efek samping.
"Orang yang mengalami gangguan ini bisa mengalami hal buruk yang parah, mulai dari menghindari pertemanan hingga menolak promosi jabatan di tempat kerja, yang memerlukan peningkatan interaksi sosial," kata pemimpin studi dan ilmuwan dari Departemen Epidemiologi, Johns Hopkins, Dr. Evan Mayo-Wilson.
Menurut dia, hal bagus dari studi ini ialah kecemasan sosial ternyata bisa diobati, yakni melalui akses psikoterapi.
CBT merupakan terapi bicara berbagai bentuk termasuk terapi kelompok dan konseling. Namun, saat para ilmuwan berusaha memahami pengobatan untuk kecemasan sosial dan gangguan mental, maka menjadi jelas kalau pilihan paling efektif bukanlah mengurangi obat atau terapi, namun mengombinasikannya. (Medical Daily)
Berita Terkait
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis
-
Azizah Salsha Temukan Ketenangan di Tengah Badai Perceraian Melalui Terapi Sound Healing
-
Kecemasan: Luka Batin Kolektif di Zaman Scroll Tanpa Henti
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!