Suara.com -
Semua negara harus segera melaksanakan rekomendasi terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (World HealthOrganization) untuk menghapus tes keperawanan bagi perempuan. Human Rights Watch mengungkapkan, tes keperawanan merendahkan, diskriminatif, dan tidak ilmiah.
Rekomendasi yang dimuat dalam buku panduan WHO November 2014, Health care for women subjected to intimate partner violence or sexual violence menyatakan bahwa petugas kesehatan tak harus melakukan tes keperawanan.
Buku ini menegaskan hak asasi dan kenyamanan perempuan harus diutamakan, dan menekankan bahwa setiap pemeriksaan fisik dilakukan hanya bila mendapat persetujuan dan fokus pada perawatan medis yang diperlukan seorang perempuan. Tes keperawananatau tes dua jari yang merendahkan masih dilakukan di beberapa negara untuk membuktikan keperawanan anak perempuan adalah tidak ilmiah.
“Buku Panduan WHO menegaskan pandangan medis yang diterima luas bahwa tes keperawanan tidak penting,” kata Liesl Gerntholtz, direktur Human Rights Watch bidang Hak Perempuan., dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com, Selasa (2/2/2014).
Otoritas bidang kesehatan di seluruh dunia harus menghentikan tes keperawanan di semua kasus dan melarang petugas kesehatan melakukan praktek diskriminatif dan merendahkan ini.
Buku panduan WHO tersebut fokus pada pemeriksaan kesehatan setelah terjadi kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga.
Penerapan tes keperawanan terjadi di sejumlah negara di seluruh dunia, kata Human Rights Watch.
Misalnya, pemerintah Afganistan sering menuduh perempuan dan anak gadis melakukan kejahatan moral seperti minggat, zina (seks atas dasar suka sama suka di luar pernikahan), dan menyatakan zina harus dibuktikan melalui tes keperawanan. Perempuan yang dituduh melakukan kejahatan ini biasanya melarikan diri dari kekerasan dalam rumah tangga, termasuk kawin paksa.
Tes ini bisa dilakukan dua atau tiga kali pada perempuan yang sama karena keputusan yang buruk atau prosedur yang dianggap keliru sehingga harus diulangi.Kadang-kadang tes itu juga dikenakan secara paksa kepada perempuan yang dituduh melakukan kejahatan lain, seperti perampokan dan penyerangan. Hasil tes keperawanan ini dipakai oleh hakim dalam membuat vonis.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan