Suara.com - Andrian, dosen salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung, Jawa Barat, tak menyangka bahwa keluhan sederhana seperti masuk angin dan begah yang dialaminya pada 2011 ternyata merupakan gejala penyakit serius, kanker darah jenis Chronic Myleoid Leukimia (CML).
Mulanya menurut dokter umum yang paling awal menangani, gejala tersebut hanyalah infeksi usus yang bisa diobati dengan pemberian obat-obatan oral. Namun ia tetap disarankan menjalani tes darah di laboratorium.
Melalui pemeriksaan inilah, Andrian diketahui memiliki jumlah leukosit (sel darah putih) yang sangat tinggi yakni mencapai 79 ribu keping.
"Lalu saya menjalani pemeriksaan lanjutan dan dari situ saya dinyatakan mengidap kanker Chronic Myleoid Leukimia (CML)," ujar Andrian pada temu media di Jakarta, belum lama ini.
Pada kesempatan yang sama, Dokter spesialis hematologi onkologi medik, RS Kanker Dharmais, Hilman Tadjoedin, mengatakan, peningkatan jumlah sel darah putih yang cukup tinggi memang dikaitkan dengan diagnosis CML.
Ia mengakui, gejala kanker darah Chronic Myleoid Leukimia (CML) yang disebut juga Leukimia Granulositik Kronis, tidak khas yang menyebabkan banyak dokter salah mendiagnosis penyakit ini.
"Banyak yang salah diagnosis, kalau peningkatan sel darah putih bisa mengarah ke infeksi biasa atau TBC," tambah Hilman.
Lebih lanjut ia menjelaskan, banyak pasien datang dengan keluhan perut terasa begah dan demam, atau seperti masuk angin, sehingga hanya dianggap penyakit biasa.
"Tapi setelah di ambil darahnya, jumlah sel darah putihnya besar sekali," imbuhnya.
Untuk menegakkan diagnosis yang tepat, Hilman menjelaskan pasien harus menjalani pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan darah tepi, yakni darah yang menuju ke jantung.
"Setelah itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan mengambil sumsum tulang belakang dan pemeriksaan molekular," tambahnya.
Penyakit ini, lanjut dia, memang belum diketahui pasti apa penyebabnya. Penelitian menunjukkan bahwa adanya gen BCR-ABL dalam tubuh yang bertanggung jawab memicu produksi sel darah putih menjadi lebih banyak.
"Kalau kita berpegang pada sejarah, pada saat perang dunia kedua, pasien CML di Jepang diteliti dari mana asal gen tersebut dalam tubuh mereka. Ternyata, mereka sama-sama berasal dari lingkungan yang tak jauh dari lokasi jatuhnya bom atom," lanjut dia.
Namun saat ini, meski tak menjadi penyebab pasti, Hilman menjelaskan bahwa paparan polusi, rokok dan bahan-bahan kimia bisa meningkatkan risiko gen BCR-ABL ini.
Berita Terkait
-
Hidupmu Bukan Konten: Melawan Standar Sukses Versi Media Sosial
-
Rahasia di Balik Adegan Dewasa Serial Pernikahan Dini Gen Z
-
Laporan Global 2025: Polusi Udara Berkontribusi pada 7,9 Juta Kematian di Seluruh Dunia
-
Lenovo Legion 9i Resmi Mendarat di Indonesia, Laptop Gaming Monster dengan Layar 3D Tanpa Kacamata
-
Lelah Bertemu Orang? Kenali 5 Sinyal Anda Perlu Jeda Sosial
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental