Suara.com - Air susu ibu (ASI) merupakan asupan utama bagi bayi hingga usia enam bulan pertama. Namun pada kasus tertentu, ada sebagian ibu yang tak bisa memberikan ASI bagi buah hatinya.
Hingga pilihan jatuh pada susu formula sapi. Namun ternyata sekitar 2-7.5 persen anak di seluruh dunia memiliki alergi terhadap protein susu sapi. Padahal anak membutuhkan nutrisi yang sesuai dengan kemampuan sistem pencernaannya untuk tumbuh dan berkembang.
Disampaikan Konsultan Alergi Imunologi Anak, Prof. DR. dr. Budi Setiawan, Sp.A (K), M.Kes., dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, ada dua zat yang menyebabkan anak alergi terhadap susu sapi yakni casein dan whey.
Namun bukan berarti anak yang didiagnosis alergi protein susu sapi tidak bisa mengonsumsi susu. Ia mengatakan susu soya yang telah diformulasi bisa menjadi pengobatan bagi anak yang mengalami kondisi yang juga disebut intoleransi lakstosa.
"Bayi yang tidak mendapat ASI karena indikasi medis, sesuai rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia bisa diberikan susu formula ekstensif hidrolisa, susu formula asam amino, atau susu formula soya, sebagai alternatifnya," ujar Prof Budi pada temu media 'Bunda Tanggap Alergi dengan 3K' di Jakarta, Rabu (5/4/2017).
Ia menambahkan orangtua tak perlu khawatir dengan anggapan bahwa soya dapat memicu disorientasi seksual anak, terutama jika diberikan pada bayi laki-laki. Menurutnya susu formula soya telah diformulasi sedemikian rupa sehingga tak merangsang perubahan hormon pada tubuh anak.
"Soya kan dianggap bisa bikin anak jadi lebay, terutama yang laki-laki. Tapi sudah terbukti tidak kok, karena susu formula soya bukan yang murni. Sudah disuplementasi sehingga orangtua tak perlu khawatir akan terjadi gangguan tumbuh kembang," tambah dia.
Namun Ia menegaskan, pemberian susu soya bukan sebagai upaya pencegahan alergi namun sebagai pengobatan. Ia pun mengimbau orangtua untuk mengenali risiko alergi pada anak sehingga dapat segera ditangani dan tumbuh kembangnya tetap optimal.
"Gejalanya dapat bersifat ringan seperti kemerahan, gatal, eksim pada kulit, atau gejala berat seperti mengi pada saluran napas, kolik, diare berdarah atau konstipasi. Gejala yang paling berbahaya adalah gagal tumbyh dan anaphylaxis atau penyempitan saluran napas," pungkas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Jangan Tunggu Dewasa, Ajak Anak Pahami Aturan Lalu Lintas Sejak Sekarang!
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa
-
Timbangan Bukan Segalanya: Rahasia di Balik Tubuh Bugar Tanpa Obsesi Angka
-
Terobosan Baru Atasi Kebutaan: Obat Faricimab Kurangi Suntikan Mata Hingga 75%!
-
5 Pilihan Obat Batu Ginjal Berbahan Herbal, Aman untuk Kesehatan Ginjal dan Ampuh
-
Catat Prestasi, Tiga Tahun Beruntun REJURAN Indonesia Jadi Top Global Distributor
-
Mengenal UKA, Solusi Canggih Atasi Nyeri Lutut dengan Luka Minimal
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya