Suara.com - Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan komplikasi gagal ginjal dan kematian dini. PGK saat ini merupakan penyebab kematian ke-8 tertinggi pada perempuan, mencapai hampir 600.000 kematian setiap tahunnya.
Berdasarkan beberapa studi, PGK lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dengan rata-rata prevalensi sebesar 14 persen pada perempuan dan 12 persen pada laki-laki. Disampaikan dr. Aida Lydia, PhD., Sp.PD-KGH, selaku Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia, ada beberapa alasan yang menyebabkan perempuan lebih rentan mengidap penyakit ginjal kronik.
Perempuan, kata dia, lebih berisiko mengidap lupus, preeklamsia selama kehamilan, infeksi saluran kemih, hingga kanker serviks yang seringkali mengakibatkan gangguan fungsi ginjal.
"Sayangnya, kesadaran masyarakat akan risiko ini masih cukup rendah sehingga hal ini yang membuat tema 'Ginjal dan Kesehatan Perempuan' diangkat dalam peringatan Hari Ginjal Sedunia 2018 ini," ujar dr. Aida pada temu media di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Sayangnya, tingginya prevalensi penyakit ginjal kronik pada perempuan tidak disertai dengan tindakan dialisis. Menurut dr. Aida, jumlah perempuan yang menjalani dialisis lebih rendah dibandingkan laki-laki. Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga alasan utama yang melatarbelakangi kondisi tersebut, antara lain perjalanan PGK yang lebih lambat pada perempuan, rendahnya kesadaran akan penyakit ginjal yang mengakibatkan keterlambatan ataupun tidak dimulainya dialisis, hingga akses kesehatan yang tidak merata.
"Sebanyak 10 persen populasi dunia terkena PGK. Sayangnya gangguan fungsi ginjal tidak menunjukkan gejala sampai kehilangan fungsi ginjalnya mencapai 90 persen. Hal ini yang menyebabkan tindakan dialisis terlambat diberikan atau tidak dilakukan," tambah dia.
Ia pun mengajak masyarakat melakukan pencegahan penyakit ginjal yang bisa dilakukan antara lain dengan menerapkan pola hidup sehat, rutin memeriksakan kondisi kesehatan ginjal terutama jika memiliki riwayat tekanan darah tinggi, diabetes, riwayat pre eklampsia, lupus, maupun kanker leher rahim.
"Pemeriksaan untuk deteksi dini gangguan ginjal sangat sederhana, yaitu bisa dilakukan dengan pemeriksaan kencing (urinalisis) dan cek darah (ureum dan kreatinin)," tandasnya.
Baca Juga: Jokowi Tak Mau Pengusaha Cuma Melihat Sisi Negatif Terus
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Rahasia Awet Muda Dibongkar! Dokter Indonesia Bakal Kuasai Teknologi Stem Cell Quantum
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru