Suara.com - Psikolog: Hukuman Terbaik Pelaku Audrey Harus Membuat Mereka Jadi Anak Baik.
Kasus Bullying dan penganiayaan gadis berusia 14 tahun asal Kalimantan Barat, yang dikeroyok oleh belasan temannya memang mendapat sorotan tajam dari masyarakat.
Tak sekali dua kali kasus bullying dan penganiayaan kerap muncul dan terjadi pada anak-anak dan remaja. Banyak masyarakat geram dengan para pelaku penganiayaan AU.
Tak hanya di dunia nyata, netizen di dunia maya pun ikut menghujat, mengutuk dan berharap para pelaku mendapat hukuman yang seberat-beratnya.
KPAI sendiri mengeluarkan tiga sikap dalam menindaklanjuti kasus penganiayaan AU, salah satunya KPAI menghimbau agar kepolisian menggunakan UU Sistem Peradilan Pidana Anak No 11 Tahun 2012.
Para psikolog pun banyak yang angkat bicara dan menyayangkan atas apa yang menimpa korban bully dan penganiayaan AU.
Lantas apa sih hukuman yang sesuai dengan anak-anak seperti ini menurut psikolog?
Psikolog Anak dan Remaja, Erna Marina Kusuma M.Psi., C.Ft, membeberkan bahwasanya akan banyak hal buruk bisa menimpa para pelaku dari sisi psikis
"Sanksi sosial seringkali efektif untuk membuat jera namun juga mempunyai dampak buruk. Berapa banyak penjahat yang mendapat sanksi sosial ketika mau bertobat dari kesalahannya akhirnya kembali menjadi penjahat lagi karena di tolak di mana-mana. Ini bisa menimpa anak-anak kita lho yang menjadi pelaku," terang Erna saat dihubungi Suara.com, Kamis (11/4/2019).
Baca Juga: Pengeroyok Audrey: Kami Diancam Dibunuh, Dibully dan Terus Diteror Warganet
Setiap orang yang melakukan pem-bully-an atau kesalahan memang lebih baik di hukum agar ada efek jera.
"Hukuman terbaik adalah hukuman yang bisa membuat pelaku berubah menjadi baik. Jika seorang anak melakukan hal yang jahat terhadap temannya, pertama mereka harus dihukum dengan melakukan kebaikan untuk teman yang di jahatinya," tegas Erna.
Dengan demikian anak akan belajar melakukan kebaikan sekaligus bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan.
"Saat mereka bertemu, korban juga bisa merasakan permintaan maaf dan perubahan sikap dari pelaku. Sehingga di harapkan hubungan yang rusak bisa pulih perlahan-lahan," pungkas Erna.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Lihat Permainan Rizky Ridho, Bintang Arsenal Jurrien Timber: Dia Bagus!
- Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
- Jadwal Big 4 Tim ASEAN di Oktober, Timnas Indonesia Beda Sendiri
Pilihan
-
Dokter Tifa Kena Malu, Kepala SMPN 1 Solo Ungkap Fakta Ijazah Gibran
-
Penyebab Rupiah Loyo Hingga ke Level Rp 16.700 per USD
-
Kapan Timnas Indonesia OTW ke Arab Saudi? Catat Jadwalnya
-
Danantara Buka Kartu, Calon Direktur Keuangan Garuda dari Singapore Airlines?
-
Jor-joran Bangun Jalan Tol, Buat Operator Buntung: Pendapatan Seret, Pemeliharaan Terancam
Terkini
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis
-
72% Sikat Gigi Dua Kali Sehari, Kok Gigi Orang Indonesia Masih Bermasalah? Ini Kata Dokter!