Suara.com - Demi Kesehatan, Pemerintah Diminta Pantau Polusi Tol Trans Jawa
Musim mudik lebaran 2019 telah selesai, namun masih meninggalkan beberapa persolan terkait polusi udara. Setelah sempat ramai kualitas udara DKI Jakarta yang buruk, kini polusi udara di Tol Trans Jawa yang jadi sorotan.
Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Syafrudin, mengatakan laporan terkait polusi udara di Tol Trans Jawa hinga saat ini belum dikeluarkan oleh pemerintah.
"Pemerintah harus memantau kualitas udara dan dampak kesehatan pencemaran udara, setelah diketahui agar diambil langkah-langkah khusus," katanya ketika berbincang dengan wartawan usai menjadi pembicara diskusi bertema "Kesiapan Kendaraan Listrik Mengaspal di Jakarta" di Jakarta, baru-baru ini.
Menurutnya, pencatatan polusi di Tol Trans Jawa dapat memetakan kawasan-kawasan yang memerlukan intervensi dari aspek kesehatan. Gangguan kesehatan masyarakat sekitar tol juga tidak terpantau dengan baik melalui pencatatan khusus jika sakit atau bahkan meninggal karena pencemaran udara.
Ia mengatakan di kawasan manapun, polusi dapat memicu gangguan kesehatan ringan sampai berat.
"Bisa dijamin mereka bengek, penyempitan saluran pernapasan, pneumonia, jantung koroner, kanker, dan lainnya," kata dia
Pihaknya telah melakukan pencatatan dampak polusi terhadap gangguan kesehatan masyarakat di Jakarta. Akan tetapi, pencatatan di kawasan Tol Trans Jawa belum dilakukan.
Kendati demikian, dia menyajikan data dampak polusi di Jakarta sebagai pembanding.
Baca Juga: Pangkas Polusi Udara, Irlandia Larang Penjualan Kendaraan Konvensional 2030
"Catatan kami di Jakarta Tahun 2016 masyarakat yang kena ispa 2,7 juta, jantung koroner 1,4 juta atau gagal jantung dengan orang awam menyebutnya masuk angin atau angin duduk. Selain itu, ada gangguan bronkitis dan anak-nak dengan IQ relatif rendah karena pencemaran udara. Kami cuma bisa catat di Jakarta, yang pantura belum kami catat," kata dia.
Atas pertimbangan dampak polusi itu, Ahmad menyarankan pemerintah menerapkan program-program untuk memperbaiki kualitas udara, salah satunya dengan menggalakkan teknologi listrik.
"Kendaraan dengan tenaga listrik lebih irit energi. Kalau kita terapkan ada efisiensi dan tidak menyebabkan polusi seperti kendaraan dengan bahan bakar fosil. Kemudian masyarakat lebih sehat, tidak perlu membayar biaya kesehatan. Masyarakat yang sehat tentu lebih produktif," kata dia. [ANTARA]
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?