Suara.com - Disebutkan bahwa sebanyak 238 WNI telah tiba dari lokasi epidemi virus corona di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, dan kini ditempatkan di fasilitas kesehatan yang telah disiapkan oleh Kementerian Kesehatan, TNI, dan BNPB di Lanud Raden Sadjad, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau untuk proses observasi dan monitoring kesehatan selama 14 hari
Dirjen P2P Kementerian Kesehatan RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes, menjelaskan bahwa pemilihan Natuna sebagai lokasi observasi merupakan kebijakan pemerintah. "Kami dari Kemenkes memberikan persiapan pelayanan, tapi tentu pemerintah punya pertimbangan-pertimbangan, karena masalah waktu, jumlah, dan persoalan kedaruratannya sendiri. Ada banyak opsi yang tadinya disiapkan, tapi kemudian pemerintah memilih Natuna sebagai tempat observasi kesehatan selama masa karantina," katanya dalam konperensi pers terkait wabah virus corona 2019-nCoV di Gedung Kemenkes Jakarta, Senin (3/2/2020).
Lebih lanjut Anung menjelaskan, konsep kekarantinaan yang dilakukan saat ini sebenarnya adalah mengobservasi, dan bukan membatasi. "Dan dalam tatanan observasi, pemahaman dan pengetahuan terhadap mekanisme penularan itulah yang menjadi bahan perhatian kita," katanya.
Persoalan jarak lokasi observasi dengan masyarakat sekitar tentu juga menjadi bahan pertimbangan. "Itu adalah bagian dari sebuah pertimbangan ketika kita bicara tentang mekanisme penularan. Sejauh yang kita ketahui, mekanisme penularannya (virus corona) belum jelas, ada yang ngomong droplet, close contact, ada yang ngomong airborne. Nah, jarak yang saat ini ada, cukup jauh. Virus ini tidak terlalu kuat bertahan di udara, karena itulah yang kemudian kita yakini. Ada hanggar yang besar, di dalamnya dipasang tenda, tendanya 2 lapis, siklusnya kita atur. Dari sisi kesehatan, kita memastikan kalau itu adalah sifatnya airborne, (virus corona) tidak akan sampai ke komunitas. Tapi kan ini belum jelas airborne atau tidak. Jadi, di sana kita membaginya menjadi ring 1 di mana orang tidak bisa kontak dengan yang lain kecuali dengan tenaga kesehatan, ring 2 hanya untuk dukungan layanan, penyediaan makanan, dsb, serta ring 3 untuk pemantauan," jelas Anung lebih lanjut.
Ketika ditanya apakah faktor jarak merupakan pertimbangan utama, Anung mengatakan bahwa pertimbangannya bukan karena lokasi di Natuna ini yang paling jauh. "Sebenarnya ada yang lebih jauh lagi. Kita melihat psikologis. Kalau kita ajak teman-teman lewat hutan bakau, ngalor, ngidul, baru kemudian ditempatkan, tentu akan bikin stres mereka," katanya.
Setelah dilakukan observasi, Anung mengatakan, jika ada teman yang ditemukan positif, pihaknya akan melakukan medical evacuation. "Di Natuna disiapkan rumah sakit, tapi kita juga memikirkan untuk melakukan perawatan ke Jakarta juga seandainya memang memerlukan pelayanan yang lebih," katanya.
Lalu, selama proses observasi, apa saja yang akan dilakukan para WNI di Natuna? Yang pasti, menurut Anung, pihaknya sudah menyiapkan pedoman kegiatan selama 14 hari selama masa observasi. "Versi kami, ya. Apa-apa yang akan kita lakukan di sana melihat situasi yang ada. Untuk mengurangi stres, kejenuhan, paling tidak kegiatannya melalui permainan, aktivitas fisik, permainan, olahraga juga. Di sana ada alat gym-nya juga," katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan mengenai penolakan warga setempat di Natuna mengenai lokasi observasi ini, menurut Anung, Menko PMK, Ketua BNPB, dan Menkes telah melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah dan tokoh masyarakat setempat, melakukan komunikasi tentang penempatan teman-teman di natuna.
Baca Juga: Dikarantina di Natuna, WNI dari Wuhan Kesulitan Berkomunikasi
Beberapa permintaan warga diakomodir oleh BNPB karena minta diberi perlindungan lebih, misal minta masker, minta tidak tinggal di rumahnya karena dianggap dekat jaraknya. Menurut laporan kepala BNPB, akan difasilitasi kalau memang masyarakat membutuhkan.
Dan mengenai WNI yang belum bisa pulang, menurut Anung, mereka tetap dalam pantauan KJRI di China, dan mendapatkan jaminan dari otoritas kesehatan setempat untuk mendapat pemantauan dan pengobatan kalau diperlukan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan