Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan meskipun ada beberapa laporan dan klaim penelitian terobosan di bidang perawatan, masih belum ada pengobatan yang efektif untuk mengatasi virus corona.
Virus yang telah menyebar ke lebih dari 24.000 dan menewaskan hingga 500 lebih orang ini dapat menyebabkan demam, batuk dan sesak napas pada pasien.
Dilansir dari Fox News, Universitas Zhejiang di China mengklaim telah menemukan obat yang efektif untuk virus itu. Tetapi, ketika ditanya tentang laporan terakhir, WHO dengan cepat menutupnya.
"Tidak ada terapi efektif yang diketahui terhadap 2019-nCoV (virus) ini dan WHO merekomendasikan pendaftaran ke dalam uji coba terkontrol secara acak untuk menguji kemanjuran dan keamanan," kata juru bicara WHO, Tarik Jasarevic, menurut Reuters.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sendiri sudah menegaskan bahwa tidak ada vaksin untuk mencegah virus corona dan bahwa mereka yang terinfeksi harus menerima perawatan suportif untuk menghilangkan gejala.
Gilead, pembuat obat yang berbasis di AS, mengatakan telah memulai uji klinis obat eksperimental yang disebut remdesivir pada pasien yang terinfeksi di China, tetapi menekankan bahwa itu masih dalam tahap penyelidikan.
Pasien koronavirus pertama yang dikonfirmasi di AS, seorang pria Washington yang didiagnosis setelah kembali dari perjalanan ke Wuhan, Cina, pertama kali diberikan perawatan suportif untuk pengobatan sebelum ia juga mulai menggunakan remdesivir, menurut New England Journal of Medicine.
"Pengobatan dengan remdesivir intravena dimulai pada malam hari 7, dan tidak ada efek samping yang diamati terkait dengan infus," laporan kasusnya mengatakan.
Berbagai organisasi, termasuk National Institutes of Health, sudah mulai mengerjakan vaksin, tetapi pengembangannya masih dalam tahap awal.
Baca Juga: China Ancam Penjarakan Penyebar Berita Hoax Virus Corona
Namun, para peneliti dapat menemukan keuntungan dalam melihat pekerjaan yang sudah dilakukan pada virus SARS dan MERS, yang berasal dari keluarga yang sama dengan 2019-nCoV.
"Biasanya diperlukan bertahun-tahun untuk mengembangkan vaksin dan membawanya ke tingkat yang disetujui untuk digunakan pada manusia," kata Profesor Brenda Hogue, dari Biodesign Institute Center untuk Imunoterapi, Vaksin dan Viroterapi di Arizona State University, mengatakan kepada Newsweek.
"Namun, sejumlah besar pekerjaan telah dilakukan terhadap pengembangan vaksin terhadap 2019-nCoV."
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?