Suara.com - Salah seorang seniman nyentrik, Yayoi Kusama, diketahui telah mengalami gangguan kesehatan jiwa sejak kecil. Ia kerap mengalami halusinasi sejak berusia 10 tahun. Semakin dewasa, ia juga mendapati dirinya juga mengidap sejumlah gangguan mental lainnnya, seperti bipolar disorder, obsessive compulsive disorder, schizophrenia, hingga Basedow’s disease. Bahkan, karya-karyanya kerap dilatarbelakangi oleh gangguan mental yang diidapnya. Disebutkan bahwa karya-karyanya juga menjadi salah satu tanda atau gejala yang sedang ia alami terkait gangguan mentalnya.
Tapi, benarkah seniman memang rentan mengalami gangguan mental?
Psikolog klinis dan CEO Personal Growth Ratih Ibrahim mengatakan bahwa belum ada penelitian yang bisa menjawab pertanyaan ini secara komprehensif, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi.
"Yaitu pola kepribadian. Tapi jangan mikir kalau yang aneh-aneh, nyentrik-nyentrik itu identik dengan gangguan kejiwaan, enggak," kata Ratih pada acara Peluncuran Buku Jelajah Jiwa Hapus Stigma karya Noriyu, Rabu (11/3/2020).
Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan? Ratih menyebut untuk lebih mengapreasiasi seni, namun tidak meromantisasi gangguan mental. Di sisi lain, seniman juga perlu menyadari pentingnya kesehatan mental dirinya.
Hadir dalam kesempatan yang sama, sebagai seorang seniman yang juga memiliki gangguan mental, Hana Alfikih, atau yang lebih dikenal dengan nama Hana Madness, menyebutkan bahwa tak hanya seniman, semua orang itu rentan bunuh diri.
Ia mencontohkan negara Jepang, meski dengan angka bunuh dirinya yang sangat tinggi, tak semuanya berasal dari latar belakang seniman.
"Tapi aku ngeliat seniman jadi seolah-olah rentan itu karena sejarah mencatat, media mem-blow up. Maksudnya, kalau ada vokalis yang bunuh diri dan dia seniman dan memiliki banyak fans," kata perempuan yang juga merupakan aktivis kesehatan mental ini.
Hana menceritakan, seorang kawannya yang berasal dari Jepang, meski tinggal di negara maju yang serba ada, kawannya tersebut rela pindah ke Jakarta hanya untuk memunculkan 'konflik' di dalam pikirannya agar tetap kreatif.
Baca Juga: Museum MACAN Hadirkan Pameran Seniman Kontemporer Lintas Negara
"Ada seorang seniman yang ketika dikasih obat dia malah ngamuk karena kreatifitasnya hilang. Tapi kalau aku pribadi, ketika aku lagi depresi, aku nggak produktif sama sekali,"
Untuk memberantas stigma tersebut, Hana kerap melakukan kampanye isu kesehatan mental di media sosialnya. Karena ia lebih menyenangi bahwa seorang seniman dapat dikenal karena karya hebatnya, bukan karena latar belakang gangguan mentalnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
Terkini
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?