Suara.com - WHO Bantah Klaim Merokok Bisa Cegah Virus Corona, Ini Penelitiannya
Klaim perokok lebih susah tertular virus Corona Covid-19 dan memmiliki peluang sembuh lebih tinggi dibantah oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
WHO mengatakan perokok justru lebih rentan terinfeksi Covid-19 daripada orang yang tidak merokok. Klaim WHO ini didapat dari tinjauan studi oleh para ahli kesehatan masyarakat.
Dalam studi tersebut, WHO menemukan bahwa perokok memiliki risiko lebih tinggi tertular penyakit fatal.
"Covid-19 adalah penyakit menular yang terutama menyerang paru-paru. Merokok merusak fungsi paru-paru sehingga membuat tubuh lebih sulit melawan virus korona dan penyakit lainnya," kata WHO dalam sebuah pernyataan tertulis, dilansir Anadolu Agency.
WHO juga memperingatkan para peneliti, ilmuwan, dan media tentang klaim yang mengatakan bahwa tembakau atau nikotin dapat mengurangi risiko terpapar Covid-19.
Pernyataan itu muncul setelah beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah pasien bukan perokok lebih tinggi dibandingkan dengan perokok.
Sebuah studi oleh para ilmuwan Perancis di portal sains Qeios pada akhir April mengatakan bahwa merokok dapat menjadi faktor perlindungan terhadap virus korona.
Para peneliti mengatakan hanya 5 persen dari 482 pasien Covid-19 di rumah sakit Pitie-Salpetriere di Paris pada 28 Februari-9 April yang merupakan perokok.
Baca Juga: Penelitian Prancis: Perokok Lebih Kebal Virus Corona Covid-19
Sebuah studi lain yang diterbitkan akhir Maret di New England Journal of Medicine juga menunjukkan hanya 12,6 persen dari 1.099 orang yang terinfeksi virus adalah perokok, sementara tingkat merokok di China adalah sekitar 28 persen.
Menurut WHO, tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang secara global setiap tahun.
Lebih dari 7 juta kematian ini berasal dari penggunaan tembakau langsung dan sekitar 1,2 juta adalah karena non-perokok yang terpapar perokok pasif.
Sejak pertama kali muncul di Wuhan, China, pada Desember lalu, virus korona telah menyebar ke setidaknya 187 negara dan wilayah.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Johns Hopkins University Amerika Serikat, lebih dari 4,2 juta kasus telah dilaporkan di seluruh dunia sejak Desember lalu, dengan angka kematian melebihi 291.000 dan lebih dari 1,4 juta dinyatakan sembuh.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Mudah dan Ampuh, 8 Cara Mengobati Sariawan yang Bisa Dicoba
-
5 Inovasi Gym Modern: Tak Lagi Hanya Soal Bentuk Tubuh dan Otot, Tapi Juga Mental!
-
Dua Pelari Muda dari Komunitas Sukses Naik Podium di Jakarta Running Festival 2025
-
Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru
-
Langkah Kecil, Dampak Besar: Edukasi SADARI Agar Perempuan Lebih Sadar Deteksi Dini Kanker Payudara
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien