Suara.com - Sebuah penelitian telah menemukan peningkatan gejala psikosis pada sejumlah orang selama masa isolasi mandiri akibat wabah virus corona Covid-19. Psikosis sendiri merupakan suatu gangguan mental yang ditandai adanya diskoneksi dengan realita.
Dr Ellie Brown, penulis utama dalam studi Schizophrenia Research, juga telah mengatakan peningkatan depresi dan kecemasan selama pandemi menyebabkan lonjakan kondisi kesehatan mental parah.
"Kita tahu bahwa psikosis dan episode psikosis pertama, umumnya dipicu oleh tekanan psikososial yang substansial. Saat pandemi Covid-19 sekarang ini, stres yang menyebabkan psikosis ini berkaitan dengan isolasi mandiri di rumah aja," kata Ellie Brown dikutip dari The Sun.
Menurut Ellie Brown, orang dengan psikosis adalah golongan yang paling rentan di tengah pandemi virus corona Covid-19 sekarang ini. Terlebih, banyak kebutuhannya yang terabaikan.
Dilansir dari Medical News Today, psikosis adalah sitilah umum pada individu yang memiliki pengalaman indrawi tentang hal yang tidak ada atau keyakinan tanpa dasar kenyataan.
Selama episode psikotik, seseorang bisa mengalami halusinasi dan delusi. Mereka mungkin melihat dan mendengar hal-hal yang tidak ada atau tidak nyata.
Kondisi inilah yang dimaksud ahli kesehatan bahwa masa pengunciaan diri akibat corona Covid-19 membuat sejumlah orang lebih sering mendengar sesuatu yang tidak nyata.
Psikosis bisa membahayakan seseorang, karena gejalanya bisa menyebabkan mereka menyerang dan melukai diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
Secara klasik psikosis dikaitkan dengan gangguan spektrum skizofrenia. Tetapi, ada gejala lain seseorang mengalami psikosis, antara lain:
Baca Juga: WHO: Virus Corona Kemungkinan Tak akan Pernah Hilang
1. Halusinasi, seseorang mendengar, melihat atau merasakan sesuatu yang tidak nyata.
2. Delusi, seseorang memiliki kepercayaan yang salah, terutama didasarkan pada ketakutan atau kecurigaan tidak nyata.
3. Disorganisasi, kondisi yang terjadi dalam pikiran, ucapan atau perilaku.
4. Gangguan berpikir, seseorang memikirkan banyak topik yang tidak terkait.
5. Catatonia, seseorang tidak responsif.
6. Kesulitan berkonsentrasi.
Adapula gejala awal psikosis yang lebih ringan, meliputi perasaan curiga, kecemasan umum, persepsi terdistorsi, depresi, pemikiran obsesif hingga gangguan tidur.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Cek Fakta: Viral Klaim Pigai soal Papua Biarkan Mereka Merdeka, Benarkah?
-
Ranking FIFA Terbaru: Timnas Indonesia Makin Pepet Malaysia Usai Kena Sanksi
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental